Part 36 : Pisah?

5.2K 314 13
                                    

.
.
Sudah tiga hari Aldo tetap memasang wajah datar.  Aku bingung, apa maksudnya melakukan hal seperti itu? 

Pagi ini seperti pagi dua hari yang lalu.  Kami sarapan dengan diam.  Tanpa ada siapapun yang berbicara. 

"Mas?" Panggilku ketika meletakkan lauk di meja makan. 
Aldo mengangkat kepalanya dan menaikkan alisnya. 

"Kamu bisu atau gimana?! Dari kemarin aku tanya-tanyain gak di jawab-jawab!" Akupun mulai jengah atas sikapnya. 

"Bukannya kamu suka sama cowok yang berwajah datar?!" Jawabnya tak kalah sengit.

"Wah..  Kamu masih bahas kejadian itu?  Mas itu cuman film. Lagian aku juga istri kamu.  Aku milih kamu seikhlas hatiku!"

Aldo mendengus mendengar penuturanku.

"Mas..  Kamu mau kita pisah? Kalau kayak gini aku juga gak tahan mas!"

Aldo bangkit dan menggebrak meja dengan kuat.

"Oh..  Jadi kamu mau kita pisah, gitu?!   Kamu lebih nyaman sama aktor-aktor Korea?! Ok!  Kita pisah!  Puas kamu?!!" Aldo membentak dengan wajah penuh amarah.  Dia mengambil kemeja dan kunci mobil,  kemudian pergi meninggalkan aku yang terluka. 

Apa harus aku menjalani pernikahan seperti ini?  Baru seminggu yang lalu kami manis-manisan,  dan sekarang, hanya karena aku menonton drama korea dia mengucapkan kalimat itu.  Hanya menonton drama korea?!

Akan ku buat dia menyesal telah menyakitiku lagi. 

.
.
*****
.
.

PoV Aldo

Aku merenggangkan tanganku setiba sampai di rumah.  Ku lihat arloji yang melingkar di tanganku. 
Pukul 9 malam. 

Ah..  Aku begitu emosi pagi tadi hingga melampiaskannya kepada pekerjaan. 

Aku salah sudah cemburu buta kepada hal yang bodoh. 
Setelah aku renungi,  aku suami yang benar-benar bodoh.  Aulia juga sedang hamil anakku. Tapi aku memperlakukannya seperti budak dan membentaknya.

Aku turun dari mobil dan mempersiapkan diri untuk meminta maaf kepadanya.  Aku yakin akan sulit.
Sebab,  aku mengulangi kesalahan yang sama. 

Akupun memencet tombol pintu.  Tak terdengar sahutan. Lantas aku memegang knop pintu yang ternyata terkunci.
Aku mengambil kunci rumah dan membukanya. 

Rumah tampak gelap.
'Apa Aulia sudah tertidur?' pikirku.

"Aulia...!" Panggilku dengan nada sedikit tinggi.
Namun kembali tak ada sahutan dari Aulia. 

Aku menuju kamar yang juga tampak gelap. 
Ku tekan saklar lampu dan membuat ruangan ini terang seketika. 

Namun aku tak menemukan Aulia. 

Jantungku berdebar keras.  Aku ketakutan.

"Aulia..!!"

Aku menyelusuri semua ruangan namun hasilnya nihil.  Aku sama sekali tak menemukannya. 

Aku kembali menuju kamar. 
Aku buka lemari dengan penuh harap. 

"Shit!!" Umpatku sebab tidak menemukan baju Aulia. 

Aku mendongak untuk melihat ke atas lemari. Ya,  koper berkurang. 

Aulia pergi.  Ini terjadi lagi. 

Aku mengacak rambutku asal. 

Aku mengambil handphone dan menelponnya.  Namun, sambungan teleponku terputus.  Aulia memutuskan panggilanku.

Aku menelusuri pandanganku, aku melihat secarik kertas biru kesukaan Aulia di atas meja rias.

Dengan tergesa-gesa akupun mengambil dan membukanya.

Hatiku teriris membacanya.
Betapa bodohnya aku selama ini.

"Dear my husband.. Kamu tahu bahwa aku sangat mencintaimu?  Tak ada yang bisa menggantikanmu di hatiku. Sejak awal aku sudah mencintaimu sebelum kita menikah.  Aku bahagia hidup bersamamu."

Tanganku gemetar.  Dadaku sesak. Aku kembali melanjutkan tulisan Aulia untukku.

"Saat mengenalmu, mendengar suaramu.  Kau telah mengusik jiwa dan pikiranku.  Ingin ku selalu melihat wajahmu yang manis. Ingin rasanya setiap saat menyentuh kulitmu.  Namun,  di kala rasa ini semakin menggebi,  kau hilang di balik gelapnya mega.  Kau seperti bulan. Ku tunggu kai kembali muncul,  namun nyatanya,  kau tetap hilang sampai munculnya mentari."

"Terkadang aku ragu,  sebenarnya kau tulus mencintaiku atau karena kau bosan hidup sendirian?  Aku mengikuti apa katamu.  Tadi pagi,  aku hanya menguji rasamu.  Namun apa yang telah aku dapatkan?  Kau membentakku,  Sayang.  Apa kau tahu luka yang selama ini kau torehkan sudah terkoyak lebar?  Aku yakin takkan bisa menyembuhkannya kembali."

"Aku laksanakan apa yang kau ingin.  Pisah?  Baiklah.  Kita berpisah.  Maafkan aku.  Aku akan meninggalkan cintaku sampai detik ini.  Dan kau tak perlu mencariku.  Aku akan tetap hidup.  Sebab,  ada darah dagingmu di rahimku.  Ada perpaduanmu di antara mereka.  Aku akan menyayangi sepenuh hatiku.. Kau tak perlu khawatir.  Dan maaf.  Anakku tak pernah mempunyai ayah sepertimu!  Maafkan aku bila berucap seperti itu.  Namun,  nyatanya aku juga lelah akan sikapmu seperti ini.  Maafkan aku.  Selamat tinggal, My Husband."

Lututku lemas.  Aku terduduk di lantai kamar. Air mataku mengalir. 
Ini salah!  Benar-benar salah. 

Kebahagiaanku telah terlepas. 
Aku menangis.  Menangis sekeras-kerasnya. 

"Aku mencintaimu,  Auliaaa!!!!" Teriakku. 

Hatiku benar-benar sakit.  Ini semua salahku.  Mengapa aku bersikap dan bodoh seperti ini?!

"Jangan pergi, Aulia" Ucapku lemah sambil senggugukan. 

Sekarang ini..  Aku memahami semua yang kai tulis.  Ada duka dan rasa perih di hatiku.
Aku hancur.  Benar-benar hancur. 

Harus dimana aku mencarinya?

.
.
*****

-Continued-

Maaf lama terus updatenya.  Aku lagi sakit melulu.  😭😩 Jadi agak susah mikir dan pegang hp.  😩😌

Maafyaaa

Jangan lupa Vote dan Comment 😘😘

You See,  I'm Feel (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang