Anyeong..
Ternyata masih ada sisa draf..
Next..
Happy reading..
*-*
"Ibu... Ayah... Nek, dimana mereka?"
Tangisan dan rengekannya mengundang iba pada setiap manusia yang melewati jalan di depan rumah itu. Wanita sepuh itu tak bisa melakukan apapun, menggendong bukan lagi menjadi kemampuannya yang sudah renta. Dia hanya bisa mengelus dan berulang kali membisikkan tanda kasihnya.
"Mereka akan segera datang"
*****
Brakk.
"Gue rasa dia lagi nggak mood aja"
Jennie berpikir keras. Apa yang membuat saudara laki-lakinya yang dikenal pendiam dan tak banyak berinteraksi dengan manusia sampai berbuat seperti itu.
"Dia nggak seperti yang elo pikir"
Otaknya kembali teringat dengan kalimat yang pernah dilontarkan Mino waktu itu.
Yoongi tak pernah berlaku kasar, atau...Jennie hanya tak pernah melihat perilaku buruk saudaranya itu.
"Dia butuh waktu untuk sendiri"
"Gue balik aja kalo gitu. Sampai ketemu besok"
Jisoo gagal membuat Yoongi terpesona untuk ke sekian kalinya. Dan kali ini, bukan salahnya saat Yoongi tak melihat keberadaan Jisoo di sana. Atau mungkin memang tak ada yang salah. Hanya...keadaan yang membuat semua jadi terasa serba salah.
"Oke, elo ati-ati, Kak"
Jisoo mengangguk.
"Kalo ada apa-apa hubungin gue"
Kali ini Jennie yang mengangguk.
*-*
"Elo kenapa?"
"Ha? Sorry, gue muncul lagi di rumah elo"
Jungkook mendapati Jennie sudah berdiri di depan pintu itu seperti biasa. Dan seperti biasa pula, Jennie langsung menerobos pria di hadapannya bahkan sebelum Jungkook memberikan ijin memasuki rumah itu.
"Okey, tapi elo kenapa?" Jungkook kembali bertanya, jawaban Jennie sebelumnya tak terjawab sesuai harapan.
"Gue cuma butuh waktu untuk berpikir. Gue nyaman disini. Nggak papa kan?" Jennie menempatkan pantatnya di sofa panjang itu.
"Okey, terserah tentang itu. Maksud gue...tangan elo. Tangan elo kenapa?"
"Ha?" Jennie baru menyadari siku kanannya tergores hingga membuat bercak merah itu keluar.
*
"Au. Pelan-pelan, Bang" Jungkook membersihkan luka Jennie, memberikan antiseptik.
Jungkook tersenyum sembari menyelesaikannya dengan perban.
"Elo masih manggil gue dengan sebutan itu?" Jungkook terkekeh.
"Yaish.. Padahal elo sendiri yang minta" jawab Jennie yang merasa tersiksa dengan permintaan konyol itu.
"Kalo gue minta sebutan lain?" Jungkook menatap mata Jennie yang duduk di sofa sementara dirinya terjongkok di lantai.
"Hidup gue udah berat. Jangan menambah beban hidup gue lagi" Jennie mendesah, mengalihkan pandangan dari mata Jungkook.
"Oke. Mungkin belum saatnya" Jungkook berdiri setelah selesai menggoda Jennie. "Elo istirahat aja" Jungkook pergi dengan kotak P3K di tangannya.
"Bangunin gue satu jam lagi" Jennie memposisikan diri, berbaring di sofa.
"Mau istirahat di kamar aja?"
"Nggak usah, entar malah susah dibangunin kalo udah pewe"
Tak butuh waktu lama, Jennie sudah meninggalkan alam sadarnya. Jungkook membuat Jennie nyaman dengan selimut dan bantal yang diposisikannya dengan sangat hati-hati.
*
"Kok nggak bangunin gue? Udah hampir dua jam tu" Jennie terbangun, menuju dapur dengan badannya yang masih setengah sadar.
"Gue nggak bisa bangunin elo. Elo nyenyak banget"
"Gimana nggak nyenyak. Siapa yang ngasih gue selimut sama bantal? Jadi nyaman kan tidurnya"
Jungkook tersenyum, mendekat pada Jennie.
"Setidaknya elo bisa melepas beban elo dan rileks sejenak" Jungkook merapikan rambut Jennie yang berantakan selepas bangun dari tidurnya yang nyaman.
"Jangan sok perhatian lo sama gue" Jennie mengacak rambut Jungkook dengan sedikit berjinjit hingga wajah keduanya dalam posisi sejajar.
"Elo bisa masak?"
"Mereka bilang gue anak ajaib. Gue bisa melakukan banyak hal"
"Anak ajaib apaan? Diajarin belajar aja susahnya minta ampun" protesnya.
"Itu bukan gue. Tapi elo yang nggak bisa ngajarin gue" Jungkook memberikan alasan.
"Apalah kata elo, gue nyerah. Elo punya bahan apa?" Jennie mendekati benda putih besar itu membukanya.
Berbeda dengan kulkas di rumahnya yang hampir tak pernah terisi, kulkas Jungkook berisi penuh bahan sayur dan makanan.
"Elo bilang gue nggak bisa ngajarin elo. Sekarang gue pengen tau sehebat apa elo bisa ngajarin orang lain?"
"Ha?" Jungkook masih tak mengerti.
"Ajarin gue masak"
"What.. Elo nggak bisa masak?"
"Huss.. Diem lo"
*
"Pakai apronnya dulu"
Jungkook memakaikan apron merah di tubuh Jennie. Mengalungkan dan mengikat tali ke belakang.
Huft..
Jennie menghembuskan napas.
"Masih lama?"
"Udah kok"
Jennie mendorong dada bidang Jungkook yang berada dekat dengan tubuhnya.
"Elo masih kecil. Jangan pacaran dulu. Inget, masa depan elo masih panjang" nasihat Jennie yang tiba-tiba terlontar dari mulutnya.
"Ha?"
"Elo mau gue jadi bahan percobaan elo?"
"Percobaan apaan?"
"Lama nali apron, biar gue deg-degan deket sama elo?"
"Ha?"
"Ih, cewek lain mungkin bisa klepek-klepek. Tapi jurus elo nggak mempan sama gue"
Jungkook terkekeh pelan hingga berakhir dengan tawa keras.
"Hahaha... Jadi,... Hahaha..." Jungkook tak berhenti tertawa. "Ya... Gue nggak nyangka elo punya pikiran kayak gitu"
"Yaish.. Berhenti ketawa dan cepet ajarin gue masak. Kak, Yoongi keburu kelaparan tu" Jennie mengalihkan pembicaraan.
"Oke oke. Hahaha" Jungkook masih tak bisa menahan tawanya hingga membuat perutnya kesakitan.
"Yaish.."
*-*
Vomment juseyo
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother [Jennie X BTS]
FanfictionSaudara laki-laki. Jennie punya banyak saudara laki-laki. Saudara tak harus sedarah bukan? Sahabat dekat yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri, seseorang dari salah satu orangtua yang sama pun juga merupakan saudara. Bahkan anak tetangga yang...