Hai...
Langsung aja yah..
Tanpa basa-basi gw mau update ni ff..Always.. Don't forget to vomment and don't be silent reader..
Luangkan satu detik anda untuk klik 'vote', untuk menghargai karya author..
Thanks..
Happy reading
"Elo yakin??"
.
"Gue anterin elo pulang"
.
"Elo beneran udah siap?"
Jalanan semakin ramai. Pengendara roda dua membonceng rekannya berseragam sama. Tak hanya itu, si roda empat berkepala plontos membawa sejumlah makhluk berkostum seragam dengan tabuhan genderang layaknya mau perang. Di depan gedung donat, gerbang dipenuhi manusia dengan aneka ragam warna yang di dominasi biru dan merah. Bendera, slayer, syal, ikat kepala dan berbagai aksesoris dikenakannya.
"Gue tetep masuk"
Jennie mengabaikan teguran kedua sahabatnya. Bukan mengabaikan, tapi dia memang keras kepala. Apa yang dia katakan sudah menjadi titah yang tak bisa diganggu gugat. Terlebih hal ini menyangkut tim sepakbola yang sudah datang jauh-jauh dari kotanya menuju kota tempat tinggal Jennie. Kesempatan tak datang dua kali, katanya. Selagi mereka ada di sini, Jennie akan memanjakan mata dan hatinya untuk tim yang telah di dukungnya selama tiga tahun lebih.
Jennie menyukai hampir segala jenis olahraga. Tapi bukan berarti dia mahir dalam berolahraga. Dia hanya suka menonton. Dia sering menyaksikan pertandingan sepakbola di televisi bersama Yoongi. Pasalnya, Yoongi yang sama keras kepalanya tak mau mengalah untuk mengganti chanel siaran televisi. Akhirnya Jennie lah yang mengalah dan mengikuti keegoisan kakaknya. Rasa sukanya terhadap dunia sepakbola semakin menggila setelah Jennie bertemu dengan dua induk kucing yang memungutnya di pinggiran lapangan basket. Jimin dan Taehyung menyukai sepakbola seperti mereka menyukai diri mereka sendiri.
"Wuaaah. Gue beneran di stadiun sekarang?"
Jennie masih tak percaya dengan keberadaannya, dengan apa yang dilihatnya. Suara keras, sorak sorai, nyanyian pemberi semangat terus saja mengiring di telinga Jennie. Seseorang berdiri tegak bersama dengan sebuah bendera besar berada di tribun paling depan, mengibarkan bendera yang dibawanya. Di ujung lain, seorang melambai-lambaikan tangannya, memberi instruksi untuk mengikuti gerakan dan juga menyerukan nyanyian seperti yang ia lakukan.
Tak lama menunggu, petugas pembawa bendera foreplay memasuki lapangan di ikuti kedua tim dengan kostum merah dan biru memasuki lapangan besar itu. Kedua tim meletakkan tangan kanan mereka di dada kiri, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya dengan khidmat bersama suporter kedua tim.
Priiiit
Wasit meniup peluit tanda pertandingan di mulai. Bola menggelinding dari satu kaki ke kaki yang lain. Tak jarang ia terlembar dan terbang mendarat di dada ataupun terlempar lagi oleh kepala. Ia berlari dengan cepat dan kadang menjadi pelan menuju ujung lapangan satu kemudian digiring kembali ke ujung lapangan yang lain.
Teriakan, nyanyian, sorakan dan tabuhan drum selalu terdengar dengan jelas, sangat jelas hingga mampu memekakkan telinga.
"Bang Gonzale...ssssss. Woooo"
Alih-alih meneriakkan yel-yel pemberi semangat, Jennie justru meneriakkan salah satu pemain yang diidamkannya layaknya berada disebuah konser besar. Taehyung segera menghentikan aktivitasnya dan menutup mulut Jennie dengan cepat. Beberapa orang disekitarnya menatap Jennie dengan tatapan tajam. Beberapa hanya menileh kemudian kembali fokus memberikan semangat. Dan yang lain tak peduli dengan teriakannya, karena memang tak dengar.
Empat puluh menit putaran pertama sudah berlalu. Masih tak ada yang memecahkan telur pemberi angka. 0-0. Jennie sudah lelah tanpa melakukan apapun. Tenggorokannya kering meneriakkan hal-hal yang ia banggakan, Bang Gonzales. Sedang air mineral yang dibawanya telag lenyap diteguknya. Kantung kemih hampir pecah menahan HIV alias hasrat ingin vivis, karena terlalu banyak minum.
"Tae, gue keluar dulu" pamit Jennie.
"Kemana?"
"Toilet"
Taehyung mengangguk dan kembali fokus ke depan.
Jennie pergi mencari toilet. Mengitari tempat yang tak pernah ia tahu sebelumnya. Jennie hanya berputar-putar tak menemukan tujuannya. Lebih dari dua puluh menit dan akhirnya ia menemukannya.
Sekembalinya, Jennie mendengar sorak teriakan yang lebih keras dari sebelumnya. Putaran kedua sudah dimulai.
"What? Aku kehilangan momen berharga. Pasti bang Gonzales sudah mencetak gol" batinnya.
Tak ingin kehilangan banyak momen, Jennie berlari semampunya mengejar ketertinggalan.
Bukkk
"Sorry"
Jennie terjatuh. Seseorang mengulurkan tangan dan membantunya berdiri. Pria itu berlari berlawanan arah dengan Jennie.
"Pasti pipisnya udah di ujung. Sampe buru-buru gitu" batinnya
"Elo nggak papa?"
"Nggak papa"
"Sorry, gue buru-buru. Gue sarankan sebaiknya elo lari sekarang"
"what?"
Pria itu kembali melanjutkan langkahnya yang cepat.
"Uh. Siapa ya?"
Jennie menggaruk kepalanya yang tak gatal, mencoba mengingat pria yang baru saja menabraknya tampak tak asing baginya.
"Entahlah"
Jennie melanjutkan perjalanannya menuju momen yang tak ingin ia lewatkan.
Semakin dekat dengan stadiun lapangan, hal aneh terjadi.
"Apa semua orang sangat ingin ke toilet di momen penting ini?"
Banyak orang berhamburan melewati Jennie. Tak sedikit yang menyenggol lengan dan bahunya.
"Kenapa mereka harus berlari?"
Jennie kembali mengambil langkah seribu dan melawan arus yang cukup membuat bahunya merasa sakit. Dari arah mereka ada beberapa pria besar dengan kostum lain yang sangat Jennie kenal.
"Apa petugas keamanan juga diijinkan untuk pergi ke toilet di saat momen penting seperti ini?"
Beberapa penjaga keamanan semakin mendekati Jennie.
"Tangkap dia"
"What? Apa-apaan ini"
Satu petugas keamanan menggandeng lengan Jennie. Menariknya paksa layaknya tahanan yang terlepas dari sel penjara.
*-*
Vomment juseyo
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother [Jennie X BTS]
Fiksi PenggemarSaudara laki-laki. Jennie punya banyak saudara laki-laki. Saudara tak harus sedarah bukan? Sahabat dekat yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri, seseorang dari salah satu orangtua yang sama pun juga merupakan saudara. Bahkan anak tetangga yang...