FIX 32

1K 145 28
                                    

Keenan berjalan memasuki sebuah gedung didampingi oleh seorang perempuan disampingnya. Mereka berdua tengah melihat-lihat se-isi gedung sambil sesekali bertanya mengenai apa saja yang ada di gedung ini.

Ponsel Vivi berdering kala ia tengah melihat sebuah vas bunga batik. Ia kemudian berjalan sambil mengangkat telepon tersebut,

"Iya halo, Kak?" tanya Vivi yang masih tak mengalihkan pandangan nya pada beberapa vas bunga yang berbeda-beda motif.

"Bunda, lagi sama Om Keenan?" tanya seorang gadis dari balik telepon tersebut.

"Iya, kenapa lagi Kak?"

"Aku lagi sama Viny, Bun. Sekarang lagi di rumah Om Keenan. Bisa pulang sekarang?"

"Kamu sama Viny?"

"Iya Bun."

"Yasudah. Bunda pulang sekarang. Tunggu di sana ya."

"Iya Bun, hati-hati ya. Aku tutup telepon nya."

Tutt—

Setelah sambungan terputus, Vivi langsung bergegas mendekati Keenan berniat mengajak calon suaminya itu untuk kembali ke rumah.

Sedangkan di sisi lain,

.

.

.

.

.

"Kamu kenapa diem aja?" tanya Shani menatap wajah samping Viny yang tengah menundukan kepalanya. Viny menggelengkan kepalanya lalu tersenyum tipis.

Hatinya merasa sakit ketika kakinya kembali menginjak rumah ini. Sesak di dadanya membuatnya sulit untuk bernapas. Matanya terpejam kuat merasakan sakit di dada, membiarkan nya dan akan semakin melebar.

Hubungan nya dengan Shani mungkin saja selesai sampai di sini. Hari ini, ia harus siap menerima apapun itu keputusan nya.

Entah keputusan seperti apa yang akan mereka dapatkan. Mereka hanya bisa berdo'a dan juga berdo'a membiarkan semuanya berjalan dengan lancar. Walau berat untuk melepaskan, tetapi mereka tetap harus menerimanya.

"Maafin aku," Setelah diam selama beberapa menit, Viny akhirnya kembali mengeluarkan suara. Ia mengangkat sedikit kepalanya lalu menatap Shani dengan mata berkaca-kaca, "Dari awal kita kenal, aku emang gak pernah bisa nepatin janji aku ke kamu. Aku gagal. Sakit ini terlalu kuat buat jalanin semuanya. Aku gak sanggup, Shan."

Shani menangkup sepasang tangan miliknya di pipi Viny lalu mengusapnya pelan, "Jangan bilang gitu. Percaya, secara gak langsung kamu udah nepatin semua janji kamu ke aku. Viny nya aku gak lemah kayak gini. Aku percaya kamu kuat. Liat aku," Viny menatap dalam netra pekat milik Shani. Genangan air terkumpul di sana, siap untuk turun kapan pun itu ia mau, "Aku kuat kan?" Senyum Shani, "Aku lebih kuat dari kamu. Walau sebenarnya, sakit nya aku jauh lebih besar dari kamu. Aku kuat kan?" Lagi, Shani menarik senyuman penuh lukanya itu di hadapan Viny. Setetes air mata mulai turun. Ia langsung masuk ke dalam dekapan Viny tak ingin memperlihatkan tangisnya.

"Aku sakit! Hati aku hancur!" Shani terus memukul punggung Viny tanpa memikirkan sakit atau tidaknya gadis yang terus dipukul punggungnya itu. Tangannya mencengkram kuat kemeja yang Viny pakai, "Harapan aku semuanya hanya tinggal kenangan. Hanya akan menjadi angan-angan tanpa ada yang bisa mewujudkan nya."

"Aku bisa."

"Kamu gak bisa!"

"Aku bisa, Indira."

FIX YOU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang