Hati hati, loh. Dia emang dingin, tapi dia bisa ngelakuin hal yang buat jantung lo nyaris copot.
-Lina.***
"Nathan? Kamu basah kuyup semua. Sini masuk." Renata menggiring Nathan masuk kedalam. Gibran yang sedang mengunyah kripik singkongnya pun berhenti lalu menatap Nathan.
"Basah kuyup lagi? Sukurin lo, lagian suka ninggalin orang." Nathan menautkan alisnya melihat Gibran yang duduk rapi di sofa dengan kripik singkong di tangannya.
"Lo udah sampe?"
"Udahlah! Gue mah anak baik baik, jadi diberkahi. Banyak yang nolong, emang lo, judes."
"Ngomong sama tembok."
"Ye, gue ngomong sama lo, kupret."
"Gibran, udahlah. Kakaknya baru pulang juga, bukannya di sambut."
"Orang judes kayak dia di sambut? Ih, nggak lah yau." Ujar Gibran lalu pergi menaiki tangga menuju kamarnya.
Nathan hanya menunjukan ekspresi datarnya. Adiknya itu memang sukses membuat darahnya melonjak tinggi.
Pandangan Renata beralih pada jaket yang di pakai Nathan, "Jaket siapa? Mom merasa nggak pernak liat kamu pake jaket itu. Baru?"
Nathan menggeleng, "Punya temen. Aku mau ganti baju." Cowok itu pun segera pergi meninggalkan Renata yang hanya menautkan alisnya tak mengerti.
Teman? Siapa? Setau Renata, teman Nathan rata rata laki laki, dan yang di pakai Nathan sekarang adalah seperti jaket perempuan. Apakah anaknya ini memiliki teman perempuan baru? Atau.. pacar? Ah, tidak, itu seratus persen tidak mungkin.
***
Nathan menumpukan tangannya pada besi balkon di kamarnya. Cowok itu menatap jaket merah yang ada di tangannya.'Cepet di pake, Kak. Gue nggak tanggung jawab kalau lo sakit.' kata kata Belva terus terngiang di telinganya membuat ia makin tak mengerti ada apa dengan pikirannya.
Tiba tiba saja, seseorang merangkul bahunya membuat ia menoleh ke arah orang tersebut.
Nathan memutar bola matanya malas, "Pergi lo."
"Galak amat, mas. Jangan galak galak, nanti nggak ada yang mau loh."
"Bacot, lo."
"Jaket siapa, tuh? Kok gue baru liat." Gibran yang melihat sebuah jaket merah di tangan kakak kembarnya itu. Nathan perlahan meremas jaket merah itu lalu melemparnya di atas nakas.
"Bukan jaket siapa siapa."
"Ah masa? Jaket cewek tuh kayaknya." Nathan hanya diam, tak membalas perkataan Gibran, membuat cowok itu makin penasaran.
"Eh, serius, itu jaket siapa?"
"Penting?"
"Banget, lah. Gue kepo, njir. Lo kayak nggak tau gue aja."
"Oh, gue tau, apa jangan jangan lo udah jatuh cinta ya? Iya, kan? Jujur lo sama gue!" Lanjut Gibran dengan wajah yakinnya.
"Nggak."
"Alah, masa? Udah, deh, lo ngaku aja. Iya kan?"
"Nggak." Jawab Nathan masih dengan pendiriannya. Ia? Jatuh cinta? Haha, tidak mungkin.
"Iya. Pasti lo lagi jatuh cinta. Oke! Gue cari cewek lo itu." Gibran pun pergi membuat Nathan mengepalkan tangannya kesal.
"Di bilang nggak ya nggak! Bocah somplak!" Teriak Nathan keras tapi hanya di balas tawa oleh Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS Cewek? Sampah banget. Itulah pemikiran Nathan Alzevin, si cowok dingin tingkat dewa SMA Bintara. Sifatnya yang cuek dan paling anti sama perempuan, memiliki wajah yang tampan dan berhati dingin. Karena itu...