READY?
.
.
.
.
HAPPY READING!Belva memandang kosong kearah hamparan rerumputan yang ia pijak sekarang ini. Pikirannya melayang pada kejadian kemarin, saat dimana dirinya dan Nathan benar benar seperti kedua insan yang baru saja jatuh cinta.
Perlahan, senyuman halus terukir di sudut bibirnya. Bagaimana Nathan memberikannya boneka serta usapan lembut di rambutnya. Jika ia boleh jujur, ia lebih memilih memperpanjang waktu lebih lama untuk bisa bersama Nathan. Sesaat kemudian, Belva menggelengkan kepalanya berniat mengusir pikiran aneh yang mulai menguasai kepalanya.
"Jangan ngelamun, lo nggak mau kemasukkan jin penunggu taman ini, kan?" Seseorang duduk di samping Belva sembari tertawa kecil.
"Oh, lo, Kak. Tumben ke taman, kenapa?" Belva membetulkan letak duduknya menjadi lebih sempurna.
"Tadi nggak sengaja liat lo ngelamun disini, jadi gue berniat ngajak ngobrol aja. Kasian, cantik cantik kok sendirian."
Belva tersenyum, "Bisa aja lo, Kak."
"Sebentar." Angga membungkukkan badannya memetik sebuah bunga berwarna kuning cerah. Tangan cowok itu terulur untuk menyelipkan bunganya pada sela telinga Belva.
"Lo jadi lebih cantik, lebih dari bunganya." Perkataan ini sukses membuat Belva mematung. Cewek itu menatap dalam kearah Angga. Kata kata itu membuat pikirannya berlabuh pada kejadian beberapa tahun silam.
"Jangan sedih, sebentar ya." Seorang anak laki laki berumur sepuluh tahun memasangkan sebuah bunga berwarna pink cerah di sela telinga Belva.
Belva tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang rapi, "Aku pasti cantik, kan?"
"Kamu jadi lebih cantik, lebih dari bunganya."
"Hei? Kok bengong lagi, sih?" Angga menjentikkan jarinya di depan wajah Belva membuat cewek itu tersadar dari lamunannya.
"Eh, emm.. makasih bunganya." Belva tersenyum miris.
"Kok lo malah sedih, sih? Nggak suka bunga, ya?" Tentu, dia suka bunga, tapi, rasa suka itu berubah menjadi benci saat teringat pada kejadian itu.
"Semua udah hancur, dia udah nggak ada." Gumam Belva asal.
"Siapa yang nggak ada?" Belva tersadar, lalu dengan cepat menggeleng.
"Sorry, Kak, gue kayaknya ada perlu deh. PR gue belum selesai. Lain kali, kita ngobrol lagi ya." Belva cepat cepat berdiri sebelum makin banyak pertanyaan yang di lontarkan Angga.
Angga hanya diam, menatap kepergian Belva dengan dahi berkerut. Tentunya, cowok itu menyimpan beribu pertanyaan yang tak bisa di balas satu persatu saat ini juga.
***
Belva menatap bunga kuning cerah yang kini berada di tangannya, ia tak fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung saat ini. Kepalanya terasa pening terus menerus melihat banyaknya rumus rumus yang tergores di papan putih itu.
"Bel, bunga dari siapa, tuh?" Lina ikut menatap bunga yang di tatap Belva itu.
"Dari.. gue ngambil." Dusta Belva. Cewek itu benar benar sedang berfikir keras, belakangan ini ia selalu flashback akan kejadian masa masa kelamnya. Entah karena apa, tapi, yang terpenting sekarang ia benar benar merindukan sosok cowok itu. Cowok yang sudah 13 tahun bersamanya, dan sudah 3 tahun meninggalkannya.
Lo udah tenang ya disana? Gue kangen, rasanya gue pengen mati sekarang juga biar terus bisa bareng lo.
"Gue tau, lo kangen ya sama dia?" Lina melayangkan tatapan nanar ke arah Belva.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS Cewek? Sampah banget. Itulah pemikiran Nathan Alzevin, si cowok dingin tingkat dewa SMA Bintara. Sifatnya yang cuek dan paling anti sama perempuan, memiliki wajah yang tampan dan berhati dingin. Karena itu...