Bagi gue, mencintai itu nggak segampang membalikkan tangan.
-Belva***
"Bang, dua ya." Belva memesan dua mangkuk bakso untuknya dan Lina di jam istirahat pertama ini.
"Siap, bentar ya." Abang bakso menyiapkan dua mangkuk dan mengisi bahan bahannya.
Saat sudah menuangkan bakso serta kuahnya Belva tersenyum jahil kearah Lina. Cewek itu memasukkan banyak sambal kedalam mangkuk yang satunya.
"Woy, bang! Cepet ngapa! Saya duluan dari tadi, elah! Jangan sampe saya gusur gerobaknya!" Seorang laki laki berteriak keras, Belva memutar bola matanya saat tahu itu adalah Gio.
"Sabar atuh, den. Nih. Dua kan?" Abang bakso mengambil dua mangkuk bakso yang tadi sudah di sediakan.
"Eh, bang! Itu kan punya saya!"
"Udah, nanti Abang buatin lagi." Bukan, bukan itu masalahnya. Tapi, salah satu mangkuk itu telah di beri sambal yang banyak. Bisa di pastikan, yang memakannya akan bolak balik ke toilet.
Belva kembali setelah ia mendapatkan dua mangkuk bakso. Wajahnya pucat pasi karena takut ada korban di antara Gio atau Nathan.
"Eh, lo kenapa?" Tanya Lina mendapati Belva dengan wajahnya yang pucat pasi.
"Lo tau? Gue ngasih sambel banyak ke salah satu mangkok, dan itu niatnya buat lo. Tapi, malah Kak Gio yang dapet."
"Ih, lo jahat ya. Nggak berkah sih jahatin temennya sendiri!"
"Bukan itu! Gue takut nanti kalau di antara mereka ada korban gimana?"
"Kak Gio ini, kan?"
"Kalau Kak Nathan?"
Lina memicingkan matanya lalu tersenyum penuh kemenangan, "Kenapa? Kenapa kalau Kak Nathan? Lo khawatir, ya? Lo suka kan sama Kak Nathan? Udah gue duga! Akhirnya lo bisa jatuh cinta juga." Teriak Lina membuat sebagian penghuni kantin menoleh kearahnnya.
Belva menginjak keras kaki Lina membuat cewek itu berteriak dan meringis kesakitan, "Ih, apaan sih?"
"Jangan keras keras, ogeb! Nanti kalau kedengaran gimana? Ih, lo mah nggak mikir."
"Bodo amat, wle!" Lina memeletkan lidahnya membuat Belva menggerutu kesal.
***
Lina membawa Belva hingga mereka ada di perpustakaan sekarang. Lina pun mendudukkan Belva disalah satu bangku yang ada disana.
"Lo duduk yang manis disini, oke? Baca baca atau apa gitu sambil nunggu Kak Nathan dateng."
Belva berdiri tapi langsung di ditahan oleh sahabatnya itu sampai ia kembali duduk, "Heh, Lin, gue nggak mau. Apa lagi di perpustakaan gini, ih ngeliat buku buku yang berderet buat kepala gue pusing, membosankan."
"Duh, udah deh nggak usah banyak omong. Lo duduk manis disini, gue mau mata matain bebep gue dulu, oke? Awas lo sampe kabur!" Lina pun melambaikan tangannya sembari berlari meninggalkan Belva yang berteriak memanggil nama cewek itu.
Belva duduk dengan rasa kesal lalu menghembuskan nafasnya. Ia harus apa di tempat yang membosankan ini? Jujur, ia tidak suka membaca. Ia lebih suka mengerjakan soal soal matematika dari pada harus membaca.
Belva berdiri, lalu menghampiri rak buku buku terjemahan. Matanya terhenti pada buku tebal di rak paling atas, walaupun lumayan tinggi, tapi ia tetap tak bisa menggapainya.
Tiba tiba sebuah tangan mengambil buku itu lebih dulu, membuat Belva menghentikan aktivitas dan membalikan badannya menatap seorang laki laki didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS Cewek? Sampah banget. Itulah pemikiran Nathan Alzevin, si cowok dingin tingkat dewa SMA Bintara. Sifatnya yang cuek dan paling anti sama perempuan, memiliki wajah yang tampan dan berhati dingin. Karena itu...