"Ayo nikah, biar kita jadi mukhrim."
-Nathan***
BELVA kini duduk termenung di kusen jendela sembari menatap langit malam yang tak henti hentinya menyiratkan banyak cahaya bulan bertabur bintang.
Cewek itu tak henti hentinya tersenyum sendu menanggapi kejadian tadi sore. Disaat kakak kelasnya itu mengatakan sesuatu yang membuatnya benar benar tercengang.
Angga tertawa, melihat wajah Belva yang kini berubah menjadi lugu. Sepertinya, cewek itu memang pertama kali mendengar kata seperti itu yang terlontar padanya.
"Nggak usah di pikirin. Nanti cantiknya malah hilang." Angga tersenyum, membuat Belva terdiam tak berkutik.
Senyum Belva kini sirna, siapa dirinya sehingga Angga mengatakan seperti itu? Ada apa sebenarnya? Biasanya, ini semua tak pernah terjadi padanya secara dadakan. Bahkan, ia pertama kali mendengar seorang laki laki benar benar secara frontal mengatakan itu padanya.
Sepertinya, Belva.. Mencurigainya.
***
Belva memakai jaket merah maroonnya. Hidung nya memerah serta wajahnya pucat. Tubuhnya seakan menyuruhnya untuk berbaring kembali di ranjang hangat nan nyaman.
Cewek itu melangkahkan kakinya keluar dari pintu utama setelah roti coklat serta susu vanilla masuk kedalam perutnya.
Belva membelalakkan matanya saat melihat kini Angga berada di atas motor besarnya sembari memainkan ponsel.
"Kak Angga? Ngapain disini?"
"Emang salah ya kalau jemput kesayangan?" Angga membenarkan posisi duduknya. Lalu mengisyaratkan agar Belva duduk di belakangnya.
"Gue? Duduk disitu?" Angga hanya mengangguk lalu tersenyum dan memakai helmetnya.
"Mama lo nyuruh gue buat jemput. Katanya lo sakit ya?" Suara yang terdengar dari balik helmet cowok itu membuat Belva terkejut.
"Mama? Kok bisa?" Belva mendekatkan telinganya agar bisa mendengar lebih jelas.
"Mungkin, dia mau calon mantunya yang jemput." Lagi lagi Belva terkejut, apa maksudnya?
"Apaan sih, Kak? Belva serius, tau!" Belva memukul bahu Angga secara refleks.
Angga tertawa, lalu menggeleng, "Gue bercanda, kok!"
Belva pun tersenyum, lalu bersiap siap karena motor yang di kendarai Angga akan segera melesat pergi.
***
Nathan merasa ada yang kurang beberapa hari belakangan ini. Seperti tidak ada lagi kata kata ambigu yang memenuhi rongga telinganya yang bisa membuatnya geram. Tapi, ia rindu.
Tak bisa ia pungkiri lagi, belakangan ini di pikirannya selalu memikirkan Belva. Tapi, mengapa kakinya terasa berat dan bibirnya terasa kelu untuk mengakui itu?
Tidak, ia tidak mampu."Tumben lo nggak di deketin sama adek kelas cerewet itu?" Suara Michael membuat Nathan mendongak lalu menatapnya datar.
"Bagus."
Michael maupun Gio menautkan alisnya, "Loh, kok bagus? Muka sama omongan lo itu nggak selaras, bro."
Kini Nathan menatap Gio, "Nggak selaras?"
"Ck, nggak usah mengelak. Gue tau lo kangen dia, kan?"
"Lo--"
"Nggak usah ngelak gue bilang. Semua udah jelas." Michael ikut mengangguk mendengar perkataan Gio.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS Cewek? Sampah banget. Itulah pemikiran Nathan Alzevin, si cowok dingin tingkat dewa SMA Bintara. Sifatnya yang cuek dan paling anti sama perempuan, memiliki wajah yang tampan dan berhati dingin. Karena itu...