FOURTY THREE - Masalah Besar.

120K 7.6K 603
                                    

Ada dua alasan mengapa ia berubah, pertama karena hati mereka telah terbuka atau yang kedua karena hati mereka sudah terlanjur terluka.

•••

BELVA menundukkan kepalanya, ia
memeluk erat tubuhnya sendiri. Matanya tak berani menatap orang orang yang memperhatikannya.

"Belva? Jadi benar apa yang di katakan dia?" Bu Fira, selaku guru bimbingan konseling menatap Belva penuh arti.

"Belva? Bisa kamu denger ibu?"

Belva tak menjawab. Otaknya kosong. Dirinya trauma. Semua seakan berhenti untuknya. Setelah ini, semuanya akan berbalik menyerangnya. Jadi tidak peduli jika ia berkata benar atau pun salah.

"Belva! Kamu bisa jawab, kan?" Kali ini Fanny, ibu Belva.

"Iya, Bu. Benar. Dia yang menggoda saya terus bawa saya ke gudang sekolah. Dia juga dalam keadaan mabuk, Bu." cela Dirga, cowok beralis tebal yang kemarin menyeret Belva ke gudang sekolah.

Belva mendongak cepat, matanya yang sembab itu menatap nyalang ke arah Galang. Kata katanya yang bohong itu membuat telinganya panas.

"Dia bohong, Bu! Dia bohong!"

"Kamu punya bukti, Belva?"

Belva terdiam, lalu ia mengingat Lina yang sempat melihatnya waktu itu. Bibirnya mengembangkan senyum lalu mengangguk.

"Lina, Bu. Dia melihat apa yang terjadi waktu itu."

Tak berapa lama, Lina kini sudah berada disana. Tatapan cewek itu tegang dan gelisah, Belva pun tak tahu apa yang ada di pikirannya.

Dirga yang mengetahui bahwa Lina melihat kejadian kemarin pun terlihat cemas. Ia takut jika cewek itu akan mengatakan yang sebenarnya.

"Lina, apa benar kamu melihat semuanya?"

Lina tertegun agak lama. Lalu mengangguk pelan.

"Lalu, apa benar Belva yang memulai semuanya?"

Lina terdiam. Matanya menatap Belva yang meminta penjelasan jujur.

"Lina? Bisa kamu jawab?"

Hati Lina pun sudah gemetar hebat. Matanya terpejam lalu menghembuskan nafas pelan.

"Ya. Belva yang memulai semuanya. Dia dalam keadaan mabuk waktu itu dan menyeret Dirga sampai di gudang sekolah."

Belva membulatkan matanya mendengar kata palsu yang keluar dari mulut Lina. Kepalanya menggeleng pelan dan matanya dengan refleks memerah. Sungguh, ia tak percaya jika Lina mengatakan hal tersebut.

"Tuh, Bu, benarkan yang di katakan Lina juga seperti itu." Cerca Dirga.

"Lin, lo ngomong apaan, sih? Jelas jelas--"

"Jelas apa, Bel? Gue lihat lo ngelakuin hal itu. Jadi tolong jangan paksa gue buat nolong lo."

"Tapi Lin--"

Fanny menggebrak meja lalu bangkit berdiri. Ia terdiam sebentar lalu melenggang keluar dari ruangan bernuansa kuning cerah tersebut.

Belva pun ikut bangkit, lalu tanpa meminta izin ia berlari keluar mengejar ibunya.

"Mama! Aku nggak ngelakuin itu, Ma." Belva mencekal tangan ibunya yang matanya sudah memerah sama halnya dengan dirinya. Ia tahu, bahwa ibunya kini tengah sangat kecewa pada dirinya.

"Mama sayang sama kamu, Bel. Mama dengan susah payah sekolahin kamu,"

Fanny menggenggam tangan Belva erat lalu meremasnya perlahan. "Kamu tau apa keinginan mama? Cuman satu, mau kamu jadi anak yang berguna dan paling bahagia."

My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang