ELEVEN - Lari Lapangan.

216K 12.9K 353
                                    

READY?
.
.
.
.
.
HAPPY READING!

"Sayang?" Ulang Belva memastikan bahwa apa yang di dengarnya adalah benar.

"Sayang... gue nggak suka cewek nyebelin kayak lo."

Belva meluruhkan bahunya kesal, "Kirain lo suka beneran sama gue. Tapi, emang cowok kayak lo itu susah tau artinya sayang."

"Gue nggak peduli." Nathan bangkit lalu menghampiri pintu berniat ingin memutar knopnya.

"Eh, mau kemana? Jangan tinggalin gue, dong." Belva menaruh pelan pelan gitarnya di bawah lalu segera menghampiri Nathan dan mencekal tangannya.

"Gue ikut."

"Ikut kemana? Gue pengen pulang."

"Ya ikut pulang, lah. Kerumah lo."

Nathan menaikkan alisnya, "Gila, ya nggak bisa. Lepas, gue nggak boleh bawa orang sembarangan."

Belva agak sedikit risih dengan kata 'orang sembarangan', "Gue bukan orang sembarangan, gue jadi cewek lo deh sekarang."

Nathan membelalakkan kedua matanya, cewek ini benar benar sudah hilang akal. Tidak, ia tak mau itu sampai terjadi.

"Nggak, apa apaan lo? Kalau ngomong jangan gila, deh."

"Ck, ya udah gue kan cuman bercanda. Ya udah sana pulang." Belva pun kembali duduk dengan air muka kesal.

Nathan memperhatikan cewek itu yang sekarang melipat kedua tangannya di dada. Ia dengan lambat kembali berbalik dan ikut duduk di samping cewek itu.

"Sorry. Tapi gue belum mau punya pacar. Ya, ck.. lo ngerti lah."

Belva tetap diam, menunjukkan wajah masamnya.

"Ya udah, gue pulang." Nathan bangkit membelakangi Belva, sedetik kemudian cewek itu meledakkan tawanya.

"Aduh, Kak. Gue cuman bercanda, kali! Lo anggap ini serius ya?" Belva memegang perutnya ketika melihat wajah Nathan yang sekarang berubah datar.

Tanpa sepatah kata, Nathan pergi meninggalkan Belva dengan hati kesal. Bukan karena ia malu, tapi karena itu hanya sekedar bercanda.

***

Setelah belajar begitu banyak bermain gitar dengan Angga, Belva memutuskan untuk pulang sekarang juga karena hari segera malam.

Kebetulan, ia juga tak membawa sepedanya. Jadi, sore ini ia akan pulang menggunakan angkot.

"Bel, lo mau gue anter pulang?" Tanya Angga selembut mungkin membuat Belva menoleh.

"Nggak usah, Kak. Gue bisa sendiri, kok."

"Ayo, gue anter." Bukannya menolak, Belva malah diam dan ikut kemana Angga membawanya. Sungguh, ia bukan seperti seorang teman yang sedang di ajak pulang, tapi seorang kekasih.

"Nggak ngerepotin, Kak?" Tanya Belva dengan ragu.

"Nggak lah, kita sekarang temen." Tentu saja cewek itu tersenyum lebar mendengarnya. Selain tampan, Angga juga orang yang baik. Apalagi, cowok itu pengertian, bisa mengerti segala keadaannya.

Motor Angga kini terparkir di depan cafe yang berada tak jauh dari sekolah. Banyak kalangan anak-anak remaja yang berlalu lalang memasuki cafe ini. Selain murah, nyaman, cafe ini juga dekat dengan sekolah.

Belva menautkan alisnya setelah turun dari motor, "Kak, kita kenapa kesini?"

"Karena lo udah berusaha belajar gitar, gue traktir lo disini." Angga tersenyum menunjukkan lesung pipinya.

My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang