READY?
.
.
.HAPPY READING!
Nathan menatap buku tugasnya di atas meja belajar. Cowok itu berfikir keras jawaban apa yang cocok dari pertanyaan yang merupakan bagian dari tugasnya itu.
'Nih gue pinjemin bahu gue.'
Entah mengapa, kata kata itu terlintas dalam pikiran Nathan, membuat ia berhenti berpikir sejenak tentang tugas yang tak kunjung selesai itu.
Di pikir pikir Belva memang perempuan yang bisa di bilang anehnya melebihi ambang batas, tapi, disisi lain cewek itu terlihat unik baginya.
Mulai dari gaya bahasanya yang sebenarnya baru pertama kali ia bertemu dengan seorang perempuan yang memiliki kemampuan berbicara banyak seperti itu. Pasalnya, Nathan memang jarang berkomunikasi dengan teman perempuannya, ralat, mungkin lebih tepatnya ia tak pernah menganggap bahwa dirinya mempunyai teman perempuan.
Belva cewek berparas cantik, dengan bibir ranumnya yang merah serta pipi yang tak begitu tirus dan iris mata yang indah. Yap, inilah pendapat Nathan. Entahlah, ini yang muncul di pikirannya mengenai bentuk Belva.
"Eh, Nath, pacar lo si anak kelas 11 ya? Namanya Bel- Bel- Bel siapa ya. Belek kali ya?"
"Belva, bukan Belek." Balas Nathan agak kesal.
"Ah iya! Cie lo ngaku! Akhirnya kakak gue yang paling kupret ini punya pacar! Duh ileh, kak, gue bangga bener sama lo."
Nathan memutar bola matanya kesal. Gibran tak jauh beda dengan Angga. Apa tandanya jika ia berpacaran dengan Belva? Tak ada.
"Gue nggak pacaran sama dia."
"Alah boong lo, bilang aja--"
"Gue bilang nggak ya nggak! Lo nggak punya masalah dengan Indra pendengaran lo kan?!" Gibran menunjukkan wajah terkejutnya lalu mencibir kakaknya itu.
"Idih, galak amat lo. Jangan sampe gue cabein tuh mulut." Balas Gibran lalu merebahkan tubuhnya di kasur dan menutup nya dengan selimut sampai menutupi kepala.
***
Belva lagi lagi menghela nafasnya kasar mengetahui bahwa setelah ini adalah pelajaran Matematika dan ia belum menyelesaikan tugas tugasnya sama sekali. Rasanya, ia ingin meminjam pintu kemana saja dari kantung Doraemon dan segera pergi meninggalkan sekolah sekarang juga. Tapi, tetap saja itu sangat mustahil.
Belva berdiri, lalu menyambar tasnya dan mengaitkannya di punggung. Kelakuannya membuat Lina mengangkat sebelah alisnya tak mengerti.
"Hei, ini belum jam pulang, oon! Sabar dong." Lina menarik kembali Belva untuk duduk di kursinya.
"Aduh, gue pengen kabur aja! Tugas gue belum semua." Belva kembali berdiri dan segera keluar kelas berhubung murid murid disana sedang asyik dengan kegiatannya masing-masing. Lina hanya berteriak kencang tapi tetap tak di gubris Belva.
Belva menenteng tas nya lalu segera berlari dengan berusaha keras agar tak mengeluarkan bunyi suara dari sepatu hitam nya itu. Cewek itu melihat keadaan sekeliling yang memang sangat sepi karena jam pelajaran masih berlangsung.
Belva kini sampai di belakang sekolah, tempat dimana jarang sekali ada murid yang berkeliaran disini. Tentunya, kecuali untuk kabur dari sekolah karena alasan yang berbagai macamnya.
Cewek berambut panjang itu menatap ke arah tembok putih yang menjulang tinggi di depannya. Belva meraih sebuah tangga yang entah mengapa kebetulan tersandar disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS Cewek? Sampah banget. Itulah pemikiran Nathan Alzevin, si cowok dingin tingkat dewa SMA Bintara. Sifatnya yang cuek dan paling anti sama perempuan, memiliki wajah yang tampan dan berhati dingin. Karena itu...