Jika tidak sanggup lagi, maka lepas genggaman tanganku. Pergilah. Jangan membuat aku makin jatuh pada pesonamu.
•••
LANGKAHAN kaki gontai berderap di lantai koridor sekolah itu nampak sedikit ragu. Cewek dengan jaket merah maroon menoleh kesana kemari dan sekolah masih dalam keadaan tak terlalu ramai.
Wajah dengan beralaskan bedak tipis dan lip balm teroles di bibirnya. Bedak yang ia gunakan tidak bisa menutupi kantung matanya yang hitam akibat ia tidak bisa tidur semalaman.
Tubuhnya ia dudukan perlahan di kursi kelas yang hanya terdapat beberapa anak yang tengah mengerjakan tugas. Sikutnya ia tempelkan pada meja dan tangannya beralih menelusup kearah rambutnya yang di kuncir kuda.
Sedetik kemudian ia terkejut ketika seseorang dengan lancang menarik ikat rambutnya hingga rambut panjang sepunggung itu terjuntai indah.
"Nathan?!" Matanya membelalak melihat Nathan berdiri di sampingnya dengan wajah yang di pasang datar.
"Kenapa berangkat duluan?" Cowok itu berujar dingin. Berharap kali ini Belva memberi alasan yang jujur kepadanya.
Belva terdiam sebentar, lalu berbicara refleks. "Ada PR! Ya, gue belum ngerjain PR."
Belva buru-buru mengambil buku tugas bersampul hijau muda lalu tersenyum kaku kearah Nathan. Bodoh, seharusnya ia tak perlu melakukan itu.
"Gue keluar dulu." Belva mendorong Nathan pelan lalu melenggang pergi keluar kelas. Semua mata kini menatap ke arah Nathan yang masih diam sembari mengepal tangannya kesal.
"KENAPA?!" bentaknya sehingga mata yang tertuju padanya kini kembali menunduk dan sesekali berbisik.
***
"Bangsat!" Laki laki yang pakaiannya sudah semerawut itu kembali melayangkan bogeman mentah kearah wajah lawannya.
"UDAH ANJING!" Lawannya itu ikut melayangkan tinjuan tepat di hidung Nathan sehingga terdengar bunyi patahan dan darah segar mengalir lewat hidungnya.
"Lo duluan, Bangsat!" Nathan kembali membalas dengan bertubi tubi saking kesalnya. Angga yang kini mengeluarkan banyak darah mulai kewalahan.
Semua orang membentuk kerubungan di tengah lapangan yang tadinya renggang kini padat. Ada beberapa anak yang tadinya bermain bola sepak kini malah fokus pada pertengkaran tersebut.
"Woy, Nathan! Udah!" Michael dan Gio berusaha memisahkan mereka yang sama sama memberontak. Dan sedetik kemudian, mereka terdiam, sama sama merasakan sakit yang menyengat dari ujung rambut hingga kakinya.
"Nathan!" Fara kini berlari dan menghampiri Nathan lalu menyesuaikan posisi Nathan yang kini terduduk di tanah. Cewek itu mengangkat wajah Nathan yang matanya kini sayup sayup.
"KALIAN KE UKS SETELAH ITU TEMUIN IBU DI RUANG BK!" Guru BK berdiri disana dan menatap horror kearah siswa yang baru saja bertengkar hebat itu.
Belva juga berdiri disana, mengamati Nathan yang merintih kesakitan. Hatinya ingin sekali berlari kesana tapi Fara menatapnya dan seakan mengisyaratkan bahwa ia tak perlu menolong.
Matanya bergulir pada Angga yang kini berdiri dan mengarah pada UKS sekolah. Ia baru tahu jika Angga lah yang menjadi lawan Nathan. Pertanyaan langsung terbersit di benaknya mengapa semua ini bisa terjadi.
"Kak? Sini gue bantu." Angga yang berjalan tertatih-tatih menoleh dan senyumnya terbit lalu mengangguk. Belva memegang lengan Angga dan membawanya pergi ke UKS.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS Cewek? Sampah banget. Itulah pemikiran Nathan Alzevin, si cowok dingin tingkat dewa SMA Bintara. Sifatnya yang cuek dan paling anti sama perempuan, memiliki wajah yang tampan dan berhati dingin. Karena itu...