"Aku nggak suka kalau milik aku di liatin orang orang. Apalagi cowok."
-Nathan.***
"WHAT?! Maksud lo--"
"Gue kasih tau, gue nggak suka penolakan. Diem dan terima aja."
Belva terdiam, berusaha mengatur detak jantungnya yang berdetak tak keruan. Apa ini?! Mengapa Nathan selalu membuatnya hampir ingin kejang kejang?
Cewek bermata lebar itu menghempaskan tubuhnya ke jok mobil. Hanya diam saat merasakan mobil Nathan kembali berjalan meninggalkan area rumah Belva.
Belva sedikit tidak enak melihat Angga yang diam membisu, serasa ia melakukan tindakan yang sangat menyakitkan.
"Gue aja belum sempet ganti baju, Kak."
"Pake ini dulu."
Nathan meraih hoodie di dashboard mobil lalu menyerahkannya pada Belva dan kembali fokus menyetir.
"Gede banget!"
"Cerewet, udah pake aja." Tanpa banyak basa basi lagi, Belva memilih untuk menurut. Walaupun baju itu sedikit kebesaran, tapi yang terpenting badannya sedikit nyaman.
Belva mengeluarkan ponselnya lalu mendial nomer Angga. Cewek itu menempelkan ponselnya di telinga dan hingga suara bass seorang laki laki terdengar di telinganya.
"Halo, Kak. Maaf, ya, gue nggak bermaksud buat lo nunggu." Belva menggigit kuku jarinya, merasa sangat bersalah akan hal ini.
Nathan menaikkan alisnya, mengetahui bahwa Belva pasti berbicara dengan Angga. Seketika, hatinya berubah memanas. Rasa tak suka kembali menjalar di benaknya.
Tanpa berhenti menyetir, cowok itu merebut paksa ponsel Belva dan menempelkannya di telinga.
"Belva nggak jadi minta maaf. Jangan ganggu dia lagi." Jemari Nathan langsung memencet tombol merah dan menaruhnya kembali di paha Belva yang kini melongo tak percaya.
"Kenapa--"
"Karena gue nggak suka."
"Kalau nggak suka, pergi aja sana!" Belva terlihat kesal, menurutnya, kelakuan Nathan kali ini membuatnya sungguh naik pitam.
"Kalau gue nggak mau?"
"Terserah lo!" Cewek itu mendengus kasar, lalu menopang dagunya dan memfokuskan penglihatannya pada jalanan yang di hiasi pohon di pinggirnya.
Apakah benar omongan Nathan soal cowok itu menembaknya adalah betulan? Tapi, ini tidak seperti Nathan yang biasanya. Yang memang tak tertarik sama sekali soal perempuan.
Apakah Nathan hanya bermain saja? Atau memang cowok itu benar benar suka kepadanya. Jika ia di suruh memilih, maka ia memilih opsi kedua.
Lalu.. Apa hubungannya sekarang dengan Nathan?
Belva tak yakin dengan perasaan yang hinggap di hatinya. Ia memang memutuskan untuk tidak lagi membuka hati untuk siapapun. Dirinya masih mencintai orang pertama, bukan?
Lagi lagi, wajah masa lalu kelam Belva terbersit di otaknya. Berputar mundur dan maju tak keruan. Mengingat hal yang beberapa tahun silam terjadi, tapi tetap ia tak bisa mengingatnya dengan detail.
Ia hanya mengingat dirinya di keroyok oleh beberapa orang bertubuh besar, lalu.."Masih bengong aja? Ayo."
Belva menoleh, lalu segera turun dari mobil. Dilihatnya itu seperti sebuah tempat makan dengan banyak permainan anak anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS Cewek? Sampah banget. Itulah pemikiran Nathan Alzevin, si cowok dingin tingkat dewa SMA Bintara. Sifatnya yang cuek dan paling anti sama perempuan, memiliki wajah yang tampan dan berhati dingin. Karena itu...