THIRTY FOUR - Hilang Kabar.

151K 8.5K 330
                                    

Laki laki itu bukan mesin ATM yang perlu pakai kode segala.
-Angga.

•••

BELVA masuk ke kelas dimana tempat Nathan belajar selama beberapa bulan ini. Tas cowok itu masih ada di tempatnya tapi tidak dengan orangnya.

Murid murid sudah pulang beberapa menit lalu dan sekarang hanya dia yang ada disini. Duduk di tempat Nathan di meja paling depan. Entahlah, mengapa cowok ini suka duduk di depan sementara kebanyakan cowok suka duduk di belakang?

Belva mengusap lembut permukaan meja dan menatap papan tulis putih yang ada beberapa coretan rumus fisika didalamnya.

Tak sengaja ia menyenggol meja sehingga ada beberapa kertas yang jatuh di dekat sepatu hitamnya. Cewek itu membungkuk dan membaca apa yang tertulis di dalamnya.

Are you happy now? I don't.

Belva mendongakkan wajahnya dan mendapatkan Nathan berdiri di ambang pintu dengan tangan yang di lipat di dada.

Cewek itu tersenyum tipis lalu bangkit dan meraih tas Nathan. Ia menyodorkan tas hitam itu dengan gugup, "Ayo pulang."

Nathan menerimanya perlahan, tanpa berbicara apapun. Atmosfer tiba tiba terasa panas untuk Belva, canggung menyelimuti mereka berdua sekarang.

"Ada rapat sama tim basket. Kamu pulang duluan, udah aku pesenin taksi." Balas Nathan berusaha menyembunyikan rasa kecewanya. Ia rindu cewek di depannya ini, tapi rasa kecewanya lebih besar sekarang.

Nathan berbalik, bersiap meninggalkan Belva yang tak tahu harus berbuat apa.

"Ta-tapi.."

"You can without me, right?"

Belva tertegun, ia hanya mengangguk dan membiarkan Nathan melenggang pergi menjauhinya. Ia pantas mendapatkan ini, dan ia juga yang membuat Nathan bersikap seperti ini.

***

Belva pulang dengan hati yang tidak menyenangkan sekarang. Cewek itu membuka pagar dan terkejut dengan apa yang ia lihat di depannya.

"Please, Pak, nanti saya akan bayar. Tolong, sekali ini saja."

"Tidak bisa! Kamu harus bayar saat ini juga!" Seorang pria paruh baya dengan jas yang melekat di tubuhnya di temani dengan seorang gadis cantik di sampingnya serta dua orang pria bertubuh besar berpakaian serba hitam.

"Sekali saja, Pak. Saya janji akan bayar secepatnya. Saya benar benar tidak ada uang."

Belva tertegun. Cewek itu tak bisa berkata kata lagi ketika melihat ibunya menangis dan terduduk di lantai sembari memohon kepada pria tersebut.

"Mama!" Belva berlari kearah ibunya dan membantunya untuk berdiri. Ia mengusap punggung ibunya dan berharap tangis Fanny segera mereda. Baru kali ini lagi ia melihat ibunya menangis setelah terakhir kali saat ayahnya meninggal.

"Om, tolong kasih kami waktu. Pasti nanti kami akan bayar secepatnya."

Belva menatap cewek di samping pria tersebut. Ia melebarkan matanya terkejut ketika mengetahui jika itu adalah.. Fara. Ya benar, ia tidak salah.

"Kak Fara?" Fara terkejut ketika Belva menyebut namanya. Cewek itu terdiam dan tak berkata apapun.

"Saya beri waktu selama satu Minggu." Pria paruh baya itu pergi begitu juga dengan Fara dan kedua bodyguardnya.

Belva mengusap punggung ibunya yang bergetar hebat akibat tangis yang tak kunjung berhenti. Belva baru tahu jika ibunya memiliki hutang yang belum terbayarkan. Dan ia yakin ini akibat membayar keperluan sekolahnya.

My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang