"Gue bakal ngejaga lo, bukan merusak lo,"
-Nathan***
"LO.. Belva, kan?" Belva yang kini duduk di atas kursi koridor sekolah mendongak. Meematikan pemutar musiknya dan melepaskan erphone yang menyangkut di telinganya. Ia mengernyitkan dahinya, Yura? Mau apa dia?
"Iya. Kenapa?" Yura duduk di samping Belva, mengamati wajah Belva dalam dalam. Tak ada yang begitu sempurna.
"Lo yang deket sama Nathan itu, kan?"
"Cuman temen."
"Temen? Tapi kayaknya dia suka sama lo."
Belva menaikkan sebelah alisnya, "Bukannya dia suka sama lo, Kak?"
Yura sedikit berfikir, lalu tersenyum kecil, "Sekarang iya. Jadi, please lo jangan ganggu dia. Karena kita udah pacaran."
Belva terdiam, mencerna satu persatu perkataan yang masuk kedalam pendengarannya. Seperti ada bom atom yang meledak di dalam dada. Entah ada perasaan aneh apa, tapi ini.. sedikit menganggu.
"Kan kita cuman temen. Jadi apa salahnya?"
"Masih ada kemungkinan kan dari temen bisa jadi ada rasa saling suka?" Benar. Apa yang di katakan Yura itu fakta.
Belva bangkit, lalu memasukkan earphonenya ke saku seragamnya, "Fine. As your wish." Lalu ia melenggang pergi tanpa memikirkan apapun.
***
Nathan berjalan sehabis mengintip sebentar ke arah kelas Belva yang dimana cewek itu tak berada di tempatnya. Bukan apa apa, ia hanya ingin berbicara sebentar, sungguh.
Nathan memasuki ruang perpustakaan, sepertinya ia butuh buku untuk di baca. Pikirnya seakan berasap sehabis pelajaran fisika dan harus di seram dengan bacaan buku kesukaannya.
Cowok itu melirik ke arah meja di pojok ruangan, melihat Belva dengan Angga yang entah sedang apa sembari ada dua buku diatas meja. Mengapa Belva tumben sekali mau masuk ke dalam ruangan yang katanya 'laknat' ini?
Dengan gerakan sangat perlahan, ia menghampiri meja itu, menatap datar seakan memang ia tak suka dengan apa yang dilihatnya.
Belva menoleh, lalu menunjukkan raut wajah yang tak bisa di artikan. Sedangkan Angga, cowok itu hanya diam.
"Belva, bisa ngomong sebentar?" Belva diam, bangkit, lalu segera menarik tangan Angga untuk berdiri.
"Kenapa, Bel?"
"Anterin gue jajan, laper."
Nathan menautkan alisnya, mengapa Belva sama sekali tak mau menatapnya? Cowok itu pun mencekal tangan Belva, membawanya hingga sedikit menjauh dari Angga yang masih setia berdiri disana.
"Kenapa?" Tanya Nathan to the point. Tak mau berbasa-basi.
"Gue mau ke kantin, sebentar." Belva memutar tubuhnya, tak bisa lama lama menatap kontak mata Nathan. Cowok itu dengan cepat memegang bahu Belva dan membuat cewek itu menghadap ke arahnya.
"Gara gara kata kata kemarin malam?" Belva diam, tak berani menjawab. Entahlah, ia juga tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, ia benar benar tak mau berurusan dengan Yura.
"Jadi lo percaya?" Nathan memejamkan matanya, menarik rambutnya kebelakang, "Gue nggak beneran."
Belva sedikit terkejut, tapi sebisa mungkin ia harus menutupinya, "Gue nggak peduli."
"Lo cemburu?"
"Nggak. Buat apa? Lo udah sama kak Yura, jadi please, lo berhenti deketin gue, Kak." Belva berbalik, berlari ke arah Angga dan membawa cowok itu pergi bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS Cewek? Sampah banget. Itulah pemikiran Nathan Alzevin, si cowok dingin tingkat dewa SMA Bintara. Sifatnya yang cuek dan paling anti sama perempuan, memiliki wajah yang tampan dan berhati dingin. Karena itu...