Tak usah merasa kasihan. Tugasku memang mencintai dan melindungimu, bukan memaksamu untuk melakukan hal yang serupa. Anggap saja ini hal wajar, aku sudah terbiasa.
•••
BELVA menghentikan langkahnya ketika baru saja ingin membuka pagar rumahnya. Tangannya menggenggam erat tali tasnya dan melebarkan matanya ketika melihat laki laki yang tak asing baginya kini terduduk di motor sembari membelakangi dirinya.Langkahnya mundur perlahan, tak ingin jika orang itu menoleh kearahnya. Ia membalik tubuhnya, lalu melangkahkan kaki kembali kearah rumah.
"Nggak perlu menghindar kayak gitu. Percuma. Lo nggak akan bisa." Belva yang baru saja akan membuka kenop pintu kini berhenti dan kembali melihat kearah Nathan.
Wajah Belva menunduk, tak mau melihat ke arah objek yang ada di depan matanya. Rasanya ia menyesal tidak melihat terlebih dahulu. Lagi pula mengapa Nathan masih kemari? Apakah perkataannya kemarin tak mempan untuknya?
Nathan melihat kearah jam tangan hitam yang melingkar di tangannya. "Ayo. Lima belas menit lagi gerbang di tutup."
"Gue nggak sekolah."
"Kalau begitu gue juga nggak."
Belva menatap Nathan dengan gertakan gigi yang membuat cowok itu hanya menaikkan satu alisnya.
"Pergi nggak atau gue teriak."
"Teriak aja. Emang gue bakal pergi? Nggak." Jawab Nathan tak mau kalah.
Belva menatap tak percaya kearah Nathan. Sedikit harus berpikir bagaimana ia bisa terjauh dari cowok ini sekarang.
"Sekarang gue bakal ada sama lo terus. Sekarang, naik." Titah Nathan yang keberapa kalinya. Tapi Belva tetap diam bergeming.
"Atau mau gue gendong?" Belva membulatkan matanya lalu dengan cepat dia menghampiri Nathan dan naik di atas motornya.
Nathan tersenyum tipis lalu menghidupkan mesin motornya dan pergi meninggalkan halaman rumah Belva.
Tak lama kemudian, kini motor sport cowok itu sudah terparkir di halaman parkir sekolah. Belva turun dan sedikit menurunkan roknya yang tersingkap.
Cewek itu sempat melihat sekilas Nathan yang baru saja turun, lalu ia segera melangkahkan kaki pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Sebentar." Panggil Nathan membuat Belva memperlambat langkahnya.
Nathan meraih tangan Belva dan memberikannya sekotak tempat makan biru laut yang entah apa isinya.
"Gue tau lo belum sarapan. Gue bikinin spesial buat lo, mantan. Harus banyak senyum, lo nggak sendirian disini." Nathan tersenyum tipis lalu segera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Belva yang menatap heran ke arah kotak makan tersebut.
***
Belva menatap kotak makan biru yang tadi pagi di berikan Nathan. Kotak makan tersebut belum sekalipun ia buka. Jam istirahat sudah di mulai sejak limat menit lalu. Tapi ia memutuskan untuk tetap tinggal di kelas.
Sejak pertengkarannya dengan Lina, hidupnya sama sekali tidak merasa berwarna. Peran seorang sahabat seakan hilang dalam kehidupannya. Semua kacau, bahkan ia merasa tak berguna lagi jika harus duduk di bangku kelas.
Tangan Belva meraih kotak makan tersebut dan membukanya perlahan. Aroma roti bakar dengan selai kacang meruak di hidungnya.
Matanya terpusatkan pada kertas kecil dan juga gantungan kunci panda yang terdapat di atas roti.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS Cewek? Sampah banget. Itulah pemikiran Nathan Alzevin, si cowok dingin tingkat dewa SMA Bintara. Sifatnya yang cuek dan paling anti sama perempuan, memiliki wajah yang tampan dan berhati dingin. Karena itu...