Chapter 9

4.7K 355 6
                                    

Cerita ini sengaja aku buat dengan alur lambat karena aku ingin setiap kejadian dalam novel aslinya tertera juga di ffn ini. Nmn tentu ada beberapa kejadian aku potong untuk mencegahnya OOT dari judul.

Cerita ini aku buat sebagai tanda pengenalan masing masing tokoh untuk menimbulkan kesan alami dalam kisah cinta mereka.

Maaf dan makasih.. Happy reading ne..

Harry telah tiba di kamar sapu. Dia bersandar di pintu kayu dan mendongak menatap Hogwarts, dengan jendela-jendelanya yang berkilau merah tertimpa cahaya matahari terbenam.

Gryffindor memimpin.

Dia telah berhasil, dia telah membuktikan kepada Snape…

Dan ngomong-ngomong tentang Snape…

Sesosok tubuh berkerudung menuruni undakan depan kastil dengan cepat. Jelas tak ingin dilihat orang, dia berjalan secepat mungkin menuju ke Hutan Terlarang. Kemenangan memudar dari benak Harry saat dia mengawasi sosok itu. Dia mengenali gaya jalannya. Snape, sembunyi-sembunyi ke dalam Hutan ketika yang lain sedang makan malam—apa yang sedang terjadi sebetulnya?

Harry kembali melompat ke atas Nimbus Dua Ribu dan terbang. Melayang diam-diam di atas kastil, dia melihat Snape berlari memasuki Hutan. Dia membuntuti.

Pepohonan begitu lebat sehingga dia tidak bisa melihat ke mana Snape. Harry terbang berputar-putar, makin lama makin rendah, menyentuh ranting-ranting atas pepohonan, sampai dia mendengar suara-suara. Dia meluncur ke arah suara-suara itu dan mendarat tanpa bunyi di pohon beech besar di dekatnya.

Hati-hati dia merambat di salah satu dahan, memegang sapunya erat-erat, mencoba mengintip melalui celah-celah dedaunan.

Di bawah, di tempat terbuka yang teduh, Snape berdiri, tetapi dia tidak sendirian. Quirrell juga ada di sana. Harry tidak bisa melihat ekspresi wajahnya dengan jelas, tetapi dia tergagap lebih parah daripada biasanya. Harry berusaha keras menangkap apa yang mereka bicarakan.

“… tid-tidak tahu kenapa kau m-m-mau b-bertemu di sini, Severus…”

“Oh, kupikir kita harus merahasiakan ini,” kata Snape, suaranya dingin. “Murid-murid kan tidak boleh tahu tentang Batu Bertuah.” Harry membungkuk ke depan.

Quirrell menggumamkan sesuatu. Snape menyelanya. “Apa kau sudah menemukan cara bagaimana bisa melewati binatang piaraan Hagrid itu?”

“T-t-tapi, Severus, aku…”

“Kau tak ingin aku jadi musuhmu, kan, Quirrell,” kata Snape, maju ke depan satu langkah.

“A-aku t-tak tahu apa…”

“Kau tahu persis apa maksudku.” Seekor burung hantu menjerit keras dan Harry nyaris terjatuh dari pohon. Dia berhasil menenangkan diri dan sempat mendengar Snape berkata, “… hokuspokus kecilmu, aku menunggu.”

“T-tapi aku t-t-tidak…”

“Baiklah,” Snape menukas. “Kita akan mengobrol lagi lain waktu, kalau kau sudah sempat memikirkan hal ini dan memutuskan mau setia kepada siapa.”

Snape menyampirkan jubahnya ke atas kepalanya dan melangkah meninggalkan tempat terbuka itu. Hari sudah hampir gelap sekarang, tetapi Harry bisa melihat Quirrell, berdiri diam, seakan membatu.

Mereka tak menyadari bahwa sehelai daun penjelmaan Naruto telah mendengar dan melihat semuanya.

Tom membatu bukan karena ucapan dari Severus namun karena ia merasa sedang ada yang mengawasi nya.

Bukan bukan seorang anak berambut hitam sangkar burung yang dibenci nya. Jangan kira ia tak bisa merasakan aura sihir dari Harry. Ia tahu namun perasaan diawasi ini berbeda.

My New Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang