Volume 2: Chapter 23

813 133 1
                                    

Mata Naruto yang terpejam perlahan membuka. Cahaya yang kuat setelah kegelapan membuat Naruto kembali memejamkan matanya. Linu menjalar ke seluruh tubuhnya dengan beberapa bagian yang sangat sakit dan sedikit sesak. Tak hanya itu, kepalanya berdenyut karena sakit. Sementara rasa lapar dan haus mulai menyerang si gadis muda.

"Kau sudah bangun?" siapa? Naruto perlahan kembali membuka matanya dan mulai membiasakan diri dengan sinar ruangan yang tampak menyilaukan. Atap akrab muncul dalam penglihatannya, dengan bau ramuan dan herbal yang mulai tercium di cuping hidungnya. Hospital Wings. Pelan, ia melirik pada arah suara. Itu Madam Promfey yang sedang berbicara di samping ranjangnya.

"Ma... dam..." suara Naruto serak dan tersendat. Bibirnya kering, tapi sama sekali tak pecah-pecah. Itu masih merah meski pucat.

Madam Promfey tersenyum lega. Batu di hatinya seakan menggelinding dan menghilang. Ia lega karena Naruto telah terbangun sesaat sebelum waktu 48 jam berakhir. "Kau ada di Hospital Wings," ujarnya lalu mengambil air minum dan ramuan nutrisi agar Naruto tak lagi kelaparan. "Minum dulu."

Naruto hanya bisa membuka mulutnya tanpa menggerakkan tubuhnya. Itu pun hanya bukaan kecil, tapi tak mengapa, itu sudah cukup. Madam Promfey membantu agar si gadis muda meminum semuanya. Tumpah sedikit dari ujung mulut milik pasiennya tak membuat Madam Promfey jijik. Ia dengan rajin mengelap dagu dan leher Naruto yang basah.

Naruto ingin kembali berbicara setelah tenggorokannya merasa lebih baik. Tapi, suatu kekuatan menghisapnya dan kembali, yang Naruto lihat adalah kegelapan.

"Apa Naruto sudah sadar?" tanya Severus dingin di kantor kepala sekolah.  Dumbledore, Minerva, dan bersama Madam Promfey berada bersamanya.

"Dia sudah melewati masa kritis," jawab Madam Promfey, "tapi, dia masih memerlukan waktu yang cukup banyak untuk istirahat. Karena itu, tubuhnya tanpa sadar kembali dalam kondisi vegetatif demi mengumpulkan sihirnya kembali."

Mendengar Naruto yang telah melewati keadaan kritis, Severus menghela napas lega. Apa yang ditakutinya telah pergi dan menghilang. Tapi, meski ia lega sekali pun, tak ada raut emosi apapun di wajah dinginnya.

"Selanjutnya jika Nona Malfoy terbangun, semuanya pasti baik-baik saja, 'kan?" tanya Minerva khawatir. Madam Promfey mengangguk dengan senyuman untuk menjawab pertanyaan sang wakil kepala sekolah.
.
Minerva mengusap dadanya dengan lega. Keadaan Naruto ini benar-benar membuat hatinya tak tenang. Sekarang, telah dipastikan kalau Nona Malfoy itu baik maka itu sangat bagus. Syukurlah tak terjadi apa-apa padanya....

"Terimakasih, Poppy. Kamu bisa kembali." Dumbledore tersenyum dan mengangguk pada wanita yang kerap disapa Poppy tersebut. Mata di balik kacamata bulat nan eksentrik itu setidaknya tak lagi terlalu kusam karena ada kabar baik yang didengarnya.

Madam Promfey mengangguk. "Sama-sama, Albus." Dengan itu, Patron Hogwarts tersebut kembali ke sayap istananya. Setelah gorgoyle penjaga pintu kantor kepala sekolah berputar tanda kalau Madam Promfey benar-benar pergi, Dumbledore mengalihkan fokusnya pada wakilnya.

"Bagaimana dengan para siswa?"

Minerva tersenyum lirih. "Semuanya masih takut dengan kejadian ini. Tapi, dengan baiknya keadaan Nona Malfoy, ini bisa dijadikan pemenang bagi para siswa untuk sementara ini."

Dumbledore menghela napas. "Severus, saran yang aku katakan padamu, apa kau mengijinkanku melakukannya?" tanyanya dengan pasrah. Jika apa yang diusulkannya tidak disetujui oleh sang profesor ramuan, Dumbledore takut dia benar-benar harus menutup sekolah atas desakan Wizengamot dan para orangtua siswanya.

Minerva menatap Severus dengan cemas. Meski tak mau, Minerva harus setuju dengan saran terakhir Albus. Hanya satu cara itu yang bisa menyelamatkan Hogwarts agar tidak ditutup. Severus memejamkan matanya sebelum mengangguk dengan dingin.

My New Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang