Volume 2: Chapter 8

2.8K 335 36
                                    

Tom memutar kursi yang didudukinya searah jarum jam di tengah malam ini. Tangan kanannya memainkan pulpen dengan anggun sementara bibirnya secara rahasia mengukir senyum. Dia menatap pada kaca berbentuk "U" dibingkai kayu jati berukir dengan mata ular gelapnya. Terkenang bagaimana dirinya menemukan tikus hijau dari keluarga Malfoy itu. Ada sedikit cuka dalam hatinya memikirkan bagaimana Naruto melindungi si bocah bermata empat. Tidak. Tom tidak mengakui jika ada rasa cemburu namun baginya Naruto sudah termasuk orangnya meski gadis pirang itu bukanlah Death eaters. Karena itulah dia yakin jika Tom tidak memiliki perasaan aneh pada gadis itu. Namun Tom juga benci perasaan menganggu ini sehingga dirinya melontarkan aksi dan masalah pada bocah bermata empat itu.

Di mata Tom, wajah Harry saja sudah membuatnya jengkel apalagi dengan kelakuan bocah itu yang mengagumi orangnya?

Tidak-tidak, Tom tidak suka. Ia membencinya. Jadi, Tom dengan sengaja melontarkan berbagai aksi itu, tapi tak disangkanya satu hal. Di mata gadis pirang itu bahkan hanya kegelian yang terpancar di sana begitu Tom membuat masalah. Mata birunya yang licik itu hanya tersenyum dengan gaya berbeda. Matanya tidak sama dengan mata para perempuan jalang yang melihatnya dahulu. Berbeda. Ada yang berbeda dan dalam sekejap setelah melihat senyum tertahannya malam ini, Tom tahu satu hal. Dia tahu jika apa yang dipikirkannya berbeda dengan pikiran Naruto. Gadis itu... gadis itu hanya memancingnya membuat masalah.

Sungguh licik. Mengumpankan orang lain hanya untuk membuatnya muncul dan menemui gadis itu.

Untuk pertama kalinya Tom merasa kelicikan yang ditunjukan Naruto tidak membuatnya membenci. Justru Tom merasa menggelikan mengingat bagaimana dirinya merasakan cuka.

Tom melontarkan pulpen pada pusat kaca dengan santai. Sesaat kemudian retakan yang berpusat dari titik pulpen yang menancap lurus itu menyebar ke seluruh kaca.

Melihat kerusakan itu, Tom merasa ini sudah saatnya. Dia mendesiskan suatu  dan kemudian terdengar suara desisan balasan dari tembok sekitarnya. Tom mengukirkan seringai, "Pertunjukan kembali dimulai. "

.
.
.
.
.
.
.
.

Dobby mendadak diam terpaku, telinganya bergetar. Harry mendengarnya juga. Ada langkah-langkah kaki
mendekat di lorong di depan kamar.

"Dobby harus pergi!" bisik si peri, ketakutan. Terdengar
derak keras, dan jari-jari Harry mendadak menggenggam udara kosong. Dia terenyak kembali
ke tempat tidurnya, matanya tertuju ke pintu yang gelap, sementara bunyi langkah-langkah kaki semakin
mendekat.

Saat berikutnya Dumbledore berjalan mundur masuk
ke kamar, memakai jas kamar wol panjang dan topi
tidur. Dia menggotong ujung sesuatu yang tampak seperti patung. Profesor McGonagall muncul sedetik kemudian, menggotong kakinya. Bersama-sama mereka mengangkat patung itu ke atas tempat tidur.

"Panggil Madam Pomfrey," bisik Dumbledore, dan Profesor McGonagall bergegas melewati kaki tempat tidur Harry, menghilang dari pandangan.

Harry berbaring tak bergerak, pura-pura tidur. Dia mendengar
suara-suara tegang, dan kemudian Profesor McGonagall muncul lagi, diikuti Madam Pomfrey, yang datang sambil memakai kardigan di atas gaun tidurnya.

Harry mendengar tarikan napas tajam.

"Apa yang terjadi?" Madam Pomfrey berbisik kepada
Dumbledore, membungkuk di atas patung di tempat
tidur.

"Serangan lagi," kata Dumbledore. "Minerva menemukannya di tangga."

"Ada setangkai buah anggur di sebelahnya," kata Profesor McGonagall. "Kami menduga dia sedang berusaha menyelinap ke sini untuk menengok Potter."

Hati Harry mencelos. Pelan-pelan dan hati-hati, diangkatnya kepalanya beberapa senti supaya dia bisa melihat patung di tempat tidur itu. Seberkas cahaya bulan menyinari seraut wajah yang pandangannya
kosong.

My New Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang