Maaf sebelumnya atas ketidaknyamanannya ketika membaca Chapter ini. Aku lupa kalau aku ketik d Ms. Word antar paragraf spasinya harus dua kali ketik enter:( sebab kalau cuman sekali terus aku pindahin ke halaman work Wattpad jadinya kayak tadi. Aku juga kemarin editnya di sana doang, lupa edit di sini:( maaf, ya, teman-teman. Makasih sudah diingatkan. Aku kemarin lupa edit di sini karena aku harus up saat itu juga, mumpung ada wifi;) selamat membaca ulang....
"Kondisi sempurna untuk Quidditch!" kata Wood antusias di meja Gryffindor, sambil mengisi piringpiring anggota timnya dengan telur aduk. "Harry, ayo, kau perlu sarapan yang cukup."
Harry sejak tadi cuma memandang meja Gryffindor yang penuh, bertanya-tanya dalam hati kalau-kalau pemilik baru
buku harian Riddle ada di depan matanya. Hermione sudah mendesaknya untuk melaporkan pencurian ini, tetapi Harry tidak mau. Nanti dia terpaksa harus menceritakan kepada seorang guru tentang buku harian ini, dan berapa orang yang tahu kenapa Hagrid dikeluarkan lima puluh tahun lalu? Dia tak ingin menjadi orang yang mengungkit-ungkitnya.Selagi dia meninggalkan Aula Besar bersama Ron dan Hermione untuk mengambil peralatan Quidditch-nya, daftar kesulitan Harry yang sudah banyak bertambah dengan kesulitan baru yang sangat serius. Harry baru saja menginjakkan kaki di tangga pualam, ketika dia mendengar suara itu lagi, "Bunuh kali ini... biar kurobek... kucabik..."
Harry berteriak keras, Ron dan Hermione sampai melompat kaget.
"Suara itu!" kata Harry, menoleh melewati bahunya. "Aku baru saja mendengarnya lagi—karian dengar?"
Ron menggeleng, terbelalak. Tetapi Hermione menempelkan tangan ke dahinya."Harry—kupikir aku baru saja mengerti! Aku harus ke perpustakaan!"
Dan dia berlari menaiki tangga.
"Apa yang dia mengerti?" tanya Harry bingung, masih memandang berkeliling, mencoba menebak dari mana datangnya suara itu."Jauh lebih banyak daripada yang kupahami," kata Ron geleng-geleng kepala.
"Tetapi kenapa dia harus ke perpustakaan?"
"Karena itulah yang dilakukan Hermione," kata Ron, mengangkat bahu. "Kalau ragu-ragu, pergi ke perpustakaan."
Harry berdiri ragu-ragu, mencoba mendengarkan suara itu lagi, tetapi anak-anak sekarang berduyun-duyun keluar dari
Aula Besar di belakangnya, bicara keras-keras, keluar lewat pintu depan menuju ke lapangan Quidditch."Lebih baik kau cepat naik," kata Ron. "Sudah hampir pukul sebelas—pertandingan akan dimulai."
Harry berlari ke Menara Gryffindor, mengambil Nimbus Dua Ribu-nya dan bergabung dengan kerumunan yang berduyunduyun menyeberangi halaman, tetapi pikirannya masih di kastil, bersama suara tanpa tubuh.Ketika dia memakai jubah merahnya di dalam kamar ganti, satu-satunya yang membuatnya terhibur hanyalah semua orang sekarang ada di luar untuk menontonpertandingan.
Kedua tim berjalan memasuki lapangan di bawah tepukan riuh-rendah. Oliver Wood melakukan pemanasan dengan terbang mengelilingi tiang-tiang gol. Madam Hooch melepas bola-bolanya. Anak-anak Hufflepuff, yang bermain dengan seragam kuning kenari, berdiri bergerombol, mengadakan diskusi terakhir soaltaktik.Harry sedang menaiki sapunya ketika Profesor McGonagall setengah berlari datang memasuki lapangan, membawa megafon ungubesar.
Hati Harry terasa seberat batu."Pertandingan hari ini dibatalkan," seru Profesor McGonagall lewat megafon, berbicara kepada stadion yang penuh sesak. Terdengar gemuruh "buu-buu" kecewa dan teriakan-teriakan. Oliver Wood, tampak terpukul, mendarat dan berlari mendekati Profesor McGonagall tanpa turun dari sapunya.
"Tapi, Profesor!" teriaknya. "Kami harus main... piala... Gryffindor..."
Profesor McGonagall tidak mengacuhkannya dan melanjutkan berteriak lewat megafonnya, "Semua anak diminta kembali ke ruang rekreasi asrama masing-masing." Matanya menemukan tiga anak yang ia cari di antara keramaian para siswanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My New Girl
FanfictionDisclaimer: Harry potter milik J.k.Rowling dan Naruto milik Masashi Kisimoto. Saya cuman pinjam Naruto benar-benar tak mengerti banyak hal. Bagaimana dia lahir, siapa sebenarnya dia, mengapa dia dibawa oleh orang yang sudah dianggap ayahnya ke kelu...