2. Minggu pagi bareng DESE

16.8K 2.3K 321
                                    

Saat ada kesempatan untukmu, kamu mengabaikannya. Saat orang lain mendapatkan kesempatan yang sama, kamu memandang hina dirinya. Saat orang lain sibuk merayakan kesuksesannya, kamu masih sibuk mencari kesempatan yang pernah terlewatkan. Lalu disaat kamu mengerti segala keadaan yang terjadi, kamu adalah orang yang paling merugi di dunia.

"Udah sana, jangan ngerem terus di rumah. Nanti lama-lama kepalamu cepat botak Mas. Sekali-kali bergaul itu perlu. Jangan gaulnya sama kamus KUHP aja," suara seorang perempuan sambil mendorong-dorong tubuh laki-laki di depan rumahnya.

Laki-laki itu memilih tidak banyak bicara. Ia sibuk mendengarkan, bahkan sesekali menarik napas lelah melihat tingkah laku perempuan yang sudah hampir 4 tahun ini dia nikahi.

Nada Razani Al Kahfi. Atau biasa dipanggil Nada. Dia hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang cita-citanya bisa masuk surga dari pintu yang mana saja. Karena itu dia bersusah payah untuk mendapatkan segala ridho dari suaminya. Namun sering kali cara yang dilakukan Nada salah, karena menjadikan pahala atas dasar sebuah kebaikan.

"Ayah capek, Bu." suara laki-laki itu terdengar berat. Seperti akan terserang flu yang dimusim penghujan ini sering sekali dirasakan oleh banyak orang.

"Capek mulu kamu. Ini kan buat kebaikan kamu juga. Aku tuh capek Mas dengerin Ibu-Ibu komplek pada gosipin sana sini. Sampai kamu kena juga loh. Katanya kamu nggak pernah kumpul karena punya istri lain di luar sana."

"Hust, kata siapa?" tanya suaminya balik.

"Ya adalah yang bilang. Kan risih dengarnya. Gara-gara tuh di internet lagi musim-musimnya selingkuhan lebih berkuasa dari nyonya besar. Jadi orang-orang pada mikir yang nggak-nggak karena kita tuh jarang banget kelihatan jalan bareng. Atau tampil bareng di depan mereka semua," suara Nada menceritakan detail kejadian yang terjadi dalam komplek ini.

"Kok kamu pusing mikirin komentar orang lain? Untuk apa? Memangnya hidup kamu mereka yang biayai?" balasnya sedikit agak kesal.

Bekerja sebagai seorang Jaksa Penuntut Umum, Agam Baihaqi, adalah sosok jaksa yang begitu disegani. Dia tidak pernah membawa kasusnya ke meja hijau sebelum akar masalahnya Agam ketahui dengan pasti. Apalagi mengadili sesuatu yang tidak jelas masalahnya pastinya akan menimbulkan keadaan yang tidak seimbang, alias berat sebelah. Untuk itu, Agam tidak pernah bermain-main dengan pekerjaan.

"Tapi kan Mas, apa salahnya sih bergaul? Nggak ada salahnya kok. Toh kalau kita sedang kesulitan, tetangga adalah orang yang paling cepat datang membantu kita, bukan keluarga."

"Bukan keluarga? Lalu Bitha, Wahid, Kiki, Barra, bukan keluargamu? Kamu membawa mereka tinggal satu komplek begini agar supaya mudah kan ketika meminta pertolongan. Padahal sejujurnya aku paling nggak suka hidup begitu dekat dengan keluarga. Kenapa begitu? Karena sering kali orang yang kamu anggap keluarga adalah orang yang menceritakan aibmu dengan mudahnya,"

Diam. Seperti biasanya, jika sudah mendengar Agam ceramah, Nada hanya bisa diam. Dia kehabisan kata-kata untuk membalasnya.

Memang cara Agam mendidiknya jauh sekali berbeda dengan cara Ayahnya. Namun hanya kedua laki-laki ini yang berhasil menyihirnya menjadi perempuan yang penurut.

"Jangan pasang tampang seperti itu," suara Agam. "Iya, aku ke sana. Bersosialisasi sebentar. Agar mereka tahu, perempuan yang kunikahi hanya satu. Dan hanya kamulah Ibu dari putraku,"

Kalimat Agam membuat Nada tersenyum sumringah, dia mencolek perut Agam sambil terkekeh geli. "Nggak usah gombal. Perempuan yang udah jadi istri, nggak akan mempan cuma dengan gombalan,"

Agam ikut tertawa geli di sampingnya, dia menarik Nada ke dalam pelukkannya, lalu mencium puncak kepala Nada yang terlapisi hijab dengan sayang.

"Aku udah transfer kok. Nggak usah ribut urusan rekening,"

PERAN - 2 (PERFECT FAMILY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang