11. Nasihat dalam sebuah kisah

10.2K 1.8K 360
                                    

Hanya karena aku memilih diam bukan berarti diriku tidak ingin menyelesaikan masalah. Namun amarah bagiku hanya tak lebih dari sekedar pembuat luka.

"Apa salah dan dosaku sayang, batang suciku kau goyang-goyang. Lihatlah jurus yang kuberikan, batang goyang...batang goyang.."

Gerakan Lila sambil mengepel lantai rumahnya selalu diiringi lagu yang keluar dari mulutnya sendiri. Bagi Ibu muda ini, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sangat tidaklah mudah. Karena itu Lila mencoba menjalaninya dengan perasaan bahagia.

"Hayo.. Anes kenapa sayang? Seksi ya lihat Mama lagi keringetan begini? Duh, itu mah nggak perlu Anes bilang. Papa juga sering ngomong begitu kok," tawa Lila geli.

Aneska dengan mata bulatnya menatap Lila sambil tertawa mengikuti ibunya. Bahkan tanpa ragu Aneska mencoba mengerakan tangannya saat mendengarkan senandung yang Lila lakukan.

"Hahaa.. Anes suka juga lagunya? Nanti Mama puterin buat Anes ya," ucap Lila kembali.

Setelah Lila merasa lantai dalam rumahnya bersih, dia berjalan ke bagian depan teras rumahnya. Niatnya dia ingin mengepel bagian depan rumahnya itu, tetapi ternyata rasa penasarannya lebih menarik perhatian.

Beberapa mobil bagus terlihat terparkir di depan rumah Kiki. Setelah kemarin diperbolehkan pulang dari rumah sakit, tidak ada henti-hentinya keluarga dari Wahid dan Kiki mendatangi rumah mereka.

Bahkan kemarin sore saja, Karim sampai mendumal kesal karena mobilnya tidak bisa masuk ke dalam garasi hanya karena ada mobil lain yang menutupi jalanan depan rumahnya.

"Banyak banget ternyata keluarganya," gumam Lila masih mencuri pandang pada sosok laki-laki paruh baya yang kebetulan sedang berdiri di depan rumah Kiki.

Laki-laki itu nampak sibuk dengan ponsel di telinganya. Dari kata yang keluar, Lila bisa mendengar ada kalimat mengenai hasil pemeriksaan Kiki kemarin ini.

"Kalau menurut kamu nggak papa, saya percaya sama kamu, Wan. Ini sama saja cucu saya. Cukup 3 kali saya merasakan kehilangan dan merasa gagal menjadi dokter. Jangan sampai kali ini terjadi lagi,"

"...."

"Walau itu semua sudah lama sekali. Tapi yang merasakannya adalah orang terdekat saya. Istri saya, adik saya, dan anak saya. Kali ini saya tidak akan membiarkan terjadi lagi. Karena saya yakin, takdir terjadi tergantung bagaimana kita menjalani semuanya."

"..."

"Iya, seperti itu. Nanti saya hubungi lagi,"

Tanpa sadar mulut Lila terbuka lebar mendengar setiap kalimat yang laki-laki itu katakan. Dia mencoba menduga-duga apa hubungan Kiki dengan laki-laki ini yang terlihat seperti seorang dokter.

Ketika laki-laki itu selesai berbicara melalui ponselnya, Lila hampir saja menjerit malu karena dirinya ketahuan sedang memata-matai orang itu.

"Assalamu'alaikum," sapa laki-laki itu sambil menundukkan kepala.

Beberapa detik dia menunggu balasan salam dari Lila, namun sayangnya tidak ada satupun kata yang keluar dari bibir Lila.

Lila sudah terlalu terpukau dengan wajahnya yang terbilang begitu rupawan meski usianya tidak lagi muda. Belum lagi pembawaan diri laki-laki itu luar biasa memikat. Entah mengapa Lila merasa menyesal karena terburu-buru menerima Karim menjadi suaminya. Jika sebelumnya dia lebih dulu melihat laki-laki ini, sudah pasti Lila akan bersedia dijadikan istrinya. Sekalipun menjadi yang kedua.

Sekilas senyum terbit di bibir tipis itu. Membuat Lila semakin terhipnotis sampai tubuh laki-laki itu menghilang memasuki rumah.

Saat Lila tersadar, hatinya terasa begitu berbunga-bunga. Perasaan yang muncul di hatinya mulai Lila pertanyakan. Apakah ini cinta atau hanya sekedar kagum belaka?

PERAN - 2 (PERFECT FAMILY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang