20. Tidak pernah ada yang berubah

8.2K 1.6K 175
                                    

Kupikir hanya jarak yang bisa memisahkan kita. Nyatanya sebuah kepercayaan pun bisa mempersulit jalan kita untuk tetap bersama.

Bagaikan seorang anak kecil yang memiliki teman baru, Kiki benar-benar menikmatinya. Setiap harinya selepas dia menyelesaikan segala hal dalam menjalani perannya menjadi seorang istri dan seorang ibu, Kiki akan langsung datang berkunjung ke rumah Lila. Entah itu hanya sekedar ngobrol bersama hingga keduanya sepakat ke depannya akan memasukan anak-anak mereka ke dalam sekolah yang sama.

"Kenapa kamu senyum-senyum?" tanya Wahid menangkap ekspresi tidak wajar dari istrinya.

"Itu loh, Yang. Kemarin kan aku cerita sama kamu tentang Lila. Dia orangnya asik juga ternyata." cerita Kiki sambil menyiapkan sarapan untuk Wahid.

"Oh, baguslah kalau orangnya baik untuk dijadikan sahabat. Yah kan siapa tahu bisa kamu bantu dia juga untuk hijrah,"

"Aku sih maunya gitu. Tapi belum yakin. Kalau menurut kamu, dia bisa nggak aku ajak jadi lebih baik?"

Wahid nampak berpikir, membalas tatapan Kiki yang terlihat penuh penasaran. "Bisalah. Kamu taklukin Nada aja bisa."

"Hust. Nggak boleh banding-bandingin orang,"

"Tapi aku serius, Yang. Nada itu menurutku level ngeselinnya udah diluar batas wajar. Jadi kalau kamu aja bisa bersahabat sama Nada, kenapa sama dia nggak bisa." kekeh Wahid begitu geli.

Kiki menegur suaminya dengan tepukan. Dia tahu Nada memang kelewatan, tapi tidak seharusnya juga Wahid menjelek-jelekkannya. "Gitu-gitu juga Nada sepupumu loh. Nggak baik menilai orang lain dari keburukannya aja. Meski begitu, Nada tetap sahabat yang terbaik menurutku. Yah memang sih aku akui kadang dia suka kelewatan dalam berbicara. Tapi selama kita paham bila hatinya tidak seburuk kalimat-kalimat yang dia ucapkan, pastinya akan baik-baik aja."

"Yah.. Kan penilaian orang beda-beda. Kalau aku sih, tentang Nada.. NO!!!"

"Jahatnya kamu, Yang." sahut Kiki mengabaikan ejekan Wahid terhadap sahabat baiknya.

"Udahlah. Pagi-pagi kok jadi ngomongin Nada." ucap Wahid terdengar malas. "Kondisi kamu gimana? Nggak mual-mual lagi kan?"

"Sampai saat ini sih belum. Nggak tahu deh nanti sore," tawa Kiki menggoda suaminya.

"Aku selalu doain anak-anak kita sehat terus. Jadi nggak bikin khawatir orang tuanya,"

Usapan lembut tangan Wahid di atas perut Kiki, membuat perempuan itu tersenyum bahagia.

Namun kebahagiaan itu hanya sesaat, karena setelahnya sebuah tangan kecil memukul kencang tubuh Wahid.

"Eh, Kakak Aiz nggak boleh gitu dong. Kok nakal sih sama Ayah," nasihat Kiki pada putra kecilnya.

"Ndak.. Ndak.." larang Aiz kencang.

"Jadi Ayah nggak boleh pegang Ibu?" tanya Wahid menggoda Aiz.

"Endaakk.." teriaknya semakin kencang.

Kiki memeluk Aiz gemas karena tingkah bocah kecil itu. Lalu dia mendudukan Aiz pada kursi makan, agar mereka bisa melakukan sarapan bersama.

 Lalu dia mendudukan Aiz pada kursi makan, agar mereka bisa melakukan sarapan bersama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PERAN - 2 (PERFECT FAMILY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang