9. Jangan salah sangka

9.5K 2K 171
                                    

Cinta itu sebenarnya sederhana. Bila bukan aku yang terluka karenanya, mungkin kamu, atau bisa jadi kita berdua.

Keringat dingin mengalir dari kening Kiki saat sedang menyiram tanaman pagi ini. Tidak seperti biasanya dia merasa lelah dalam melakukan aktifitasnya sebagai ibu rumah tangga. Padahal pagi ini dia sudah sarapan nasi goreng bersama Wahid tadi sebelum suaminya itu pergi bekerja.

Karena sudah tidak tahan lagi dengan kondisi tubuhnya, dia langsung mematikan keran air di taman rumahnya. Lalu bergegas ke dalam, mencari obat gosok yang bisa membuatnya hangat.

Sambil memijat bagian lehernya, Kiki menatap Aiz tengah sibuk bermain mobil-mobilan yang memang sengaja Kiki letakkan di lahan bermain putranya itu.

Sesekali Aiz akan tertawa ketika mobil yang dia gerakan bertubrukan dengan mobil lainnya.

Sungguh Kiki tidak pernah menyangka, sekarang Aiz sudah sebesar ini. Lahir dalam keadaan prematur membuatnya takut kehilangan buah hatinya itu. Namun atas ijin Allah, Kiki sampai detik ini masih bisa merawat dan menyayangi Aiz sepenuh hati dan jiwanya.

Setelah hampir seluruh tubuhnya terbalur obat gosok yang membuatnya hangat, Kiki mencoba merebahkan tubuhnya sejenak. Dia berbaring di dekat Aiz yang tengah bermain. Rasa pusing yang dirasakannya tidak bisa dia sepelekan begitu saja. Apalagi adanya tekanan dari dalam perutnya, membuat Kiki terasa ingin muntah.

"Ya Allah, sakit apa hamba?" gumamnya seorang diri.

Kedua mata sipit dari Aiz menatap Ibunya aneh. Dia bergerak mendekati Kiki. Menatapnya sejenak, lalu mengusap-usap perut Ibunya itu.

Kepalanya dia sandarkan pada bagian dada Kiki sambil sibuk menghisap ibu jarinya.

"Jangan Nenen sekarang ya sayang. Ibu mau muntah rasanya,"

"Nen.. Nen.."

"Jangan sekarang sayang. Ibu nggak kuat," ringis Kiki.

Ketika mendapatkan penolakan dari Ibunya, Aiz semakin merengek. Dia mencoba mengorek-ngorek bagian kesukaan yang berada di balik baju sang Ibu.

Tangan mungilnya dengan mudah menyelinap masuk, lalu menarik kancing kemeja baju Kiki dengan kuat.

"AIZ... Jangan sekarang Nak!!!" bentak Kiki cukup kencang.

Aiz menangis kencang. Membuat rasa pusing serta mual yang Kiki rasakan semakin bertambah. Perempuan itu mencoba bergerak, mengambil telepon rumah yang diletakkan tidak jauh dari sana.

Sekarang ini dia butuh bantuan. Dan satu-satunya yang terlintas dipikirannya, hanya Nada.

Namun berulang kali Kiki menghubunginya, baik nomor rumah atau nomor hp sababatnya itu, hanya suara nada tunggu yang terdengar.

Seketika Kiki mendadak ingin menangis. Dia juga tidak tega membiarkan Aiz menjerit kencang seperti sekarang ini. Namun kondisi tubuhnya sangat tidak bisa diajak kompromi.

Tanpa pikir panjang, Kiki menggendong Aiz keluar dari rumahnya. Berjalan tertatih menuju rumah depan yang kebetulan pintu depannya sedang terbuka.

Pikirannya buntu harus mengambil langkah apa jika seperti ini. Yang ada dipikiran Kiki adalah bagaimana membuat Aiz diam lebih dulu.

"Assalamu'alaikum..." lirihnya.

"Wa..." jawaban salam dari dalam rumah terhenti.

Ternyata yang keluar bukanlah Lila, melainkan sosok Karim yang menyambut kedatangan Kiki.

Laki-laki itu nampak diam sejenak, memandang pakaian Kiki yang nampak berantakan.

Hijab instan yang menutupi kepala perempuan itu sudah tidak dalam keadaan rapi.

PERAN - 2 (PERFECT FAMILY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang