14. Caraku mencintaimu

8.9K 1.7K 188
                                    

Jika dia tulus mencintaimu, takkan rela dia melepaskanmu meskipun dengan cara halus.

Terlihat sedikit ragu, Bitha mendekati suaminya itu yang tengah bersiap untuk berangkat bekerja. Sudah beberapa hari ini hubungan pernikahan mereka sedang tidak bagus. Bahkan parahnya lagi kondisi tersebut sampai tersebar ke seluruh keluarga besarnya.

Banyak nasihat yang datang kepada Bitha untuk memperbaiki kondisi seperti ini. Apalagi pernikahan dengan dasar ta'aruf lebih rentan terkena masalah jika kedua belah pihak tidak bisa meredam emosi mereka.

"Bar.." Panggil Bitha dingin.

Suaminya itu berbalik, dengan kemeja biru yang belum terkancing. Kedua alis hitam Barra terangkat. Dia cukup bingung dengan reaksi Bitha pagi ini. Bukankah perempuan ini yang meminta jarak darinya. Walau mereka masih tinggal satu rumah, namun parahnya mereka sudah tidak tidur dalam satu kamar yang sama.

"Hm.." Sahutnya tenang.

Perlahan Bitha mendekat. Dia terlihat ragu menyuarakan apa yang ada dipikirannya. Namun setelahnya, kedua tangannya terulur. Mencoba membantu Barra mengancingkan kemeja biru tersebut.

"Aku nggak paham harus dari mana untuk mulai semuanya. Tapi apa kata maafku masih berlaku untukmu?" Tanya Bitha pelan dengan kepala tertunduk.

Barra tersenyum. Dia mengusap kepala Bitha yang tidak tertutup kerudung tersebut.

"Kok kamu malah senyum begitu?"

"Abis aku lucu sama istriku ini," jawab Barra gemas. "Sejak awal aku memintamu untuk menjadi istriku, bukannya kita sepakat dalam pernikahan ini kita harus bersikap layaknya seorang teman. Teman hidup lebih tepatnya. Kadang kala dalam hubungan antara teman, marah atau bahagia sering kali terjadi. Jadi aku rasa kamu nggak perlu bingung, apa aku masih membutuhkan kata maaf darimu atau tidak,"

"Tapi gara-gara aku, Mas Abi jadi sakit. Aku..."

"Hm.. Abi sakit memang sudah takdirnya seperti itu. Lagi pula, aku juga salah di sini. Kamu itu istriku. Bukan sebuah peliharaan yang bisa bebas aku kurung. Karena itu, mulai sekarang aku memberikan kamu ijin buat melakukan apa yang kamu senangi. Hanya saja, tolong ingat dalam hatimu. Ada Abi yang sudah seharusnya mendapatkan perhatian lebih darimu,"

Bitha tersenyum dengan kedua mata berkaca-kaca. Ini yang membuatnya sejak awal yakin dengan laki-laki bernama Barra Athallah. Dia bukan hanya sekedar suami untuk Bitha. Namun dia bisa menjadi teman, dan bahkan musuh disaat yang bersamaan.

Bitha tidak perlu bersikap malu-malu didepan suaminya ini. Karena Barra bukan seorang suami yang penggila hormat dari istrinya sendiri.

"Kok kamu cakep banget sih kalau begini. Aku baru sadar kalau memang sejak awal ketemu, aku udah jatuh cinta sama kamu," ungkap Bitha jujur.

Barra langsung merangkulnya erat. Mencoba berdamai dalam kehidupan pernikahannya ini. "Mending kamu jatuh cintanya sewaktu pertama kali ketemu aku. Coba tebak kapan aku jatuh cinta pertama kali sama kamu?"

"Kapan?" tanya Bitha sambil mendongakkan wajahnya.

"Sejak pertama kali melihat senyummu dalam sebuah foto keluarga di Jerman beberapa tahun lalu,"

"Wuuu.. Gombalnya keluar." seru Bitha kesal. "Lagian aku capek dengerin Ayah setiap harinya ceramah mulu."

"Emang dia ceramah apa?" tawa Barra geli mengingat bagaimana mertua laki-lakinya jika memberikan nasihat.

"Yah kamu tahulah bagaimana karakter Ayah. Dia terus aja cekokin aku dengan kalimat-kalimat ajaibnya. Kemarin ini dia cerita tentang seorang ibu yang ketinggalan sewaktu sedang berkendara. Aku tuh dengerin nasihatnya antara pengen ketawa sama pengen nangis. Kok bisa ya aku punya Ayah kayak dia. Tapi apapun karakternya, jujur aja aku bersyukur. Setidaknya banyak nasihat yang dia berikan tanpa bermaksud mengguruiku,"

PERAN - 2 (PERFECT FAMILY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang