13. Didikan suami

9.5K 1.7K 316
                                    

Mungkin aku terlalu bernapsu untuk mengomentari dan juga memahami semua ini. Hingga aku seakan lupa bila hidup tidak dinilai dari seberapa banyak komentar yang dimiliki.

Masih dalam mode kesal, Nada menggerutu masuk ke dalam rumahnya. Sayur mayur yang dia beli, langsung saja Nada lemparkan ke atas meja makan. Lalu buru-buru dia meneguk segelas air putih untuk meredamkan kemarahannya.

Dia kesal dipagi hari ini bukanlah tanpa alasan. Melainkan karena tingkah tetangganya yang tidak tahu diri. Bukannya Nada buta akan segala situasi, namun memang tingkah Lila dimatanya banyak sekali kurangnya.

Bentuk tubuh yang masih diobral ke sana dan ke sini saja sudah berani-berani mengomentari orang lain. Begitu pikir Nada. Belum lagi tingkah suami Lila yang Nada pikir terlalu sombong dan jarang sekali berbaur dengan lainnya. Sampai Nada berpikir bila pasangan itu memang tidaklah cocok tinggal di perumahan seperti ini, yang masih mementingkan komunikasi baik antar tetangga. Bukan malah hidup masing-masing saja.

"Bu, kamu kenapa?" tegur Agam ketika melihat tingkah Nada mendadak aneh.

Dia yang sudah siap untuk pergi bekerja, perlahan mendekati Nada. Tas kerja yang berisi berkas-berkas kasus untuk disidang nanti, dia letakkan di atas meja makan. Lalu kemudian mengusap lengan Nada lembut.

"Hei.. Kamu kenapa?"

"Nggak papa," ucap Nada dengan kata andalan dari para perempuan.

Agam sekilas tersenyum. Lalu kedua tangannya memeluk pinggang Nada, menggerakkan tubuh Nada ke kiri dan ke kanan, seakan-akan mereka sedang berdansa dengan alunan musik.

Namun seketika Agam menghentikan gerakannya, sambil membacakan sebait doa, Agam mencium kening istrinya itu sampai Nada terkikik dibuatnya.

"Kok ketawa?"

"Emang aku lagi kesurupan dibacain doa," pukul Nada manja pada bidang dada Agam.

"Kesurupan? Memangnya berdoa cuma boleh ketika terjadi kesurupan. Aneh kamu," balas Agam sedikit kesal.

Moment yang seharusnya romantis, mendadak menjadi aneh tak terkendali.

Bahkan Nada sendiri mengabaikan pandangan Agam yang terus saja mengikuti gerakannya menyimpan sayur mayur ke dalam lemari es.

"Bu, kamu belum jawab pertanyaanku. Kamu itu kenapa?" tanya Agam menatap Nada lekat. Posisi mereka hanya dibatasi meja makan yang tak begitu besar dalam ruangan tersebut.

"Nggak ada apa-apa sayang," jawab Nada lelah. "Kamu paham kan, kalau aku jawab nggak ada apa-apa,"

Akhirnya Agam menyerah, dia meraih kembali tas kerjanya. Untuk saat ini dia membiarkan Nada menyimpan rahasianya sendiri. Namun bila sekali lagi Agam melihat mood Nada berubah seperti tadi, ia berjanji akan membuat Nada menceritakan semuanya.

"Aku pergi dulu kalau begitu," ucapnya menarik Nada ke dalam pelukannya. Mencium kening istrinya itu cukup lama, lalu beralih ke bagian hidung hingga berakhir pada bibir mungil istrinya itu.

"Tumben banget pakai cium bibir," tawa Nada geli.

"Siapa tahu bisa membuat mood kamu menjadi lebih baik," kedip Agam.

Nada kontan tertawa, dia mencubit hidung suaminya itu gemas. "Aku benar-benar bersyukur banget. Yang menjadi suamiku ini adalah kamu, Mas. Mungkin kalau aku nikahnya sama orang lain, nggak tahu bakalan jadi istri kayak apa aku." ucapnya dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Kamu nangis?" tanya Agam semakin cemas.

Nada menggeleng cepat. Mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Aku nggak nangis. Cuma kesal aja sama orang itu. Kenapa bisa-bisanya dia mengomentari Kiki seakan dia orang yang paling sempurna," isak Nada semakin menjadi.

PERAN - 2 (PERFECT FAMILY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang