Sering kali kita mencari orang yang bisa mengerti kita. Terkadang pula takdir yang membuatnya berbeda. Memberikan kita hidup di tengah orang-orang yang mengabaikan kita. Namun disaat ada satu orang saja yang berhasil memahami kita, maka itulah jawaban Tuhan. Entah itu karena usaha kita dalam mencarinya. Atau karena orang itu yang berhasil menemukan kita.
Hampir satu jam Nada menangis di kamarnya setelah merasa bodoh akibat perbuatannya sendiri. Dia tahu Agam marah sekali atas sikapnya tadi. Namun Nada tetap saja rasanya ingin membela diri. Dia merasa mengomentari hal yang benar. Tetapi mengapa dirinya yang merasa sakit atas tindakan Agam.
Selama satu jam Nada menangis, perempuan itu berharap Agam membujuknya. Mendiamkannya seperti harapan semua perempuan ketika tengah menangis.
Tetapi Nada kembali lagi ingat, kita manusia menggantungkan harapan pada manusia lain, pasti kekecewaan yang akan didapatkan.
Oleh karena itu dia penasaran atas apa yang dilakukan Agam saat ini. Karena Agam sama sekali tidak membujuknya sedikitpun.
Nada keluar dari kamarnya. Rumahnya terkesan begitu sepi. Entah ke mana pergi putranya. Sungguh dia semakin menyesal karena egonya sendiri, dia melupakan putranya begitu saja.
Perlahan langkah Nada bergerak ke dalam kamar putranya, Zhafir. Di sana ternyata ada Zhafir yang sudah tertidur pulas. Namun entah di mana keberadaan Agam.
Baru saja tubuhnya berbalik, ada Agam muncul di belakang tubuhnya. Lengkap dengan peci dan kain sarung ditubuhnya.
Kedua alis hitam laki-laki itu terangkat tinggi. Menangkap ekspresi aneh dari Nada.
"Kenapa?" tanya Agam.
"Aku pikir Mas pergi," peluk Nada erat. Dia menangis dalam pelukan itu. Bibirnya terasa kelu padahal Nada ingin sekali mengucapkan kata maaf pada Agam.
"Aku habis dari masjid sayang," jelas Agam mencium kening istrinya itu.
"Mas masih marah ya sama aku?"
"Nggak."
"Jangan bohong?"
"Untuk apa aku bohong, Nada. Aku tahu setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Dan aku rasa kesalahanmu masih jauh lebih baik dari kelakuanku dulu." rangkulnya pada bahu Nada.
Membawa istrinya itu melangkah menuju sofa di ruang keluarga. "Tapi yang kuharapkan kamu bisa belajar dari kesalahanmu itu."
"Tapi aku udah buat malu kamu, Mas. Kamu sampai minta maaf gitu ke dia."
"Aku nggak malu sayang. Justru aku bangga. Bangga karena mereka akan tahu sebesar apa perasaanku kepadamu," ucap Agam.
Dia berjongkok di depan tubuh Nada. Menggenggam kedua tangan Nada sambil menatap dalam manik mata istrinya.
"Kamu tahu apa yang kutakutkan?"
Nada dengan cepat menggeleng. "Apa?"
"Aku takut tidak bisa melindungimu lagi."
"Emangnya kamu mau ke mana, Mas?"
"Aku nggak ke mana-mana, sayang." kecup Agam pada punggung tangan Nada. "Aku hanya ingin kamu bisa melindungi dirimu sendiri. Sebelum nantinya kamu akan melindungi Putra kita, Zhafir agar tidak seperti hidupku dulu."
"Ih..., jangan aku aja. Tapi kita sama-sama jaga Zhafir," ucap Nada dengan kedua manik mata berkaca-kaca.
"Iya, kita."
Nada menarik Agam dalam pelukannya. Tangisannya semakin menjadi memikirkan kemungkinan yang suatu saat akan membuatnya terluka. "Jangan tinggalin aku, Mas Agam. Tolong jangan tinggalin aku. Aku rela melakukan apa aja. Asal bersamamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
PERAN - 2 (PERFECT FAMILY)
UmorismoRANDOM PRIVATE. DILARANG KERAS MENYADUR ISI, MENYALIN, MENGAMBIL INPIRASI. TIDAK PUNYA IDE LEBIH BAIK JANGAN MENULIS!!! DARI PADA MENGAMBIL IDE ORANG LAIN _____ Hal biasa yang sering kali terjadi dalam sebuah keluarga. Bila menurutmu berbohong bisa...