33. Fakta menjawab derita

9.8K 1.7K 166
                                    

Dalam hidup di dunia tidak ada satu orang pun terbiasa dengan yang namanya kehilangan. Termasuk diriku.

Kelam. Satu kata itu mampu menggambarkan bagaimana nasib Lila saat ini. Dirinya hanya bisa tenggelam dalam kesedihan. Karena ia pun tak tahu harus seperti apa jalan yang dia tempuh untuk memperbaiki semua ini.

Kali ini Karim benar-benar meninggalkan dirinya berdua dengan Aneska. Dan sepertinya Karim tidak akan pernah kembali kepadanya lagi. Setelah ia mengungkit-ungkit masa lalu yang seharusnya mereka kubur dalam-dalam.

Lila akui ada kesalahannya juga di sini hingga akhirnya menjadi hancur tak terkendali. Namun mau bagaimana lagi, dirinya tak mampu lagi berpura-pura untuk baik-baik saja. Atas segala peran kebohongan yang Karim mainkan dalam pernikahan mereka.

Saat Lila tenggelam dalam kesedihannya, suara Aneska yang bergumam di sampingnya dapat dia dengar. Balita itu terlihat baru membuka kedua matanya. Mengusapnya dengan tangan, lalu berguling mendekat ke arah Lila.

Dengan tangan mungilnya, Aneska memanjat tubuh Lila. Dia memeluk Lila erat. Bersandar nyaman pada tubuh Ibunya itu.

"Kenapa sayang?" tanya Lila dengan manik mata berkaca-kaca.

Aneska menatapnya. Dan bersandar kembali padanya. Balita itu tidak menangis. Bahkan hanya diam sambil memeluk Lila erat. Seakan Aneska tahu apa yang tengah dirasakan oleh Ibunya sendiri. Padahal usia Aneska masih terbilang sangat kecil. Tetapi anehnya dia bisa mengerti keadaan Lila.

Lalu mengapa Karim yang sudah begitu dewasa tidak bisa memahami perasaan istrinya sendiri?

Apa inikah yang dinamakan ikatan darah?

"Aneska jangan takut ya. Mama nggak akan pergi. Mama nggak akan ke mana-mana. Karena cuma Aneska yang mengerti Mama."

***

Mobil yang Karim kendarai masuk ke dalam sebuah rumah besar. Ia pun tidak mengerti mengapa pikirannya membawa dirinya ke sini. Ke rumah yang sudah begitu lama tidak pernah dia datangi lagi.

Ketika dia turun dari mobil, sebuah pemandangan tak biasa menghentikan langkah kakinya. Tepat di sebuah balkon, Karim bisa melihat dengan jelas keadaan adiknya yang semakin memburuk.

Terakhir kali dia bertemu, adiknya itu masih bisa duduk dengan tegap meskipun dokter sudah memvonisnya lumpuh total. Dan kini dia melihat keadaan yang sebenarnya.

Bagaimana adiknya yang tidak mampu duduk di sebuah bangku. Punggung laki-laki itu disandarkan pada bantal dengan kepalanya dimiringkan pada sisi kanan. Tatapan kedua matanya kosong. Bahkan mulutnya sedikit terbuka dengan air ludahnya yang menetes.

Karim merasa sesak di dadanya. Berulang kali dia menepuk bagian dadanya kuat. Menghilangkan perasaan sesak tersebut, tetapi dia tidak bisa.

Kedatangannya ke sini untuk memberitahu Ayah angkatnya agar tidak memperalat Ibunya supaya dapat membujuknya. Dirinya tidak ingin ikut campur dalam perusahaan besar milik Ayah angkat itu. Bahkan Karim awalnya tidak peduli bila perusahaan itu akan hancur karena tidak ada yang mengendalikannya.

Tetapi setelah melihat kondisi adiknya yang semakin mengenaskan, Karim merasa tidak sanggup hanya untuk berkata tidak. Biar bagaimana pun adiknya tak pernah salah. Apalagi keadaan seperti ini memang sudah menjadi takdir mereka. Takdir yang tak bisa mereka hindari.

Tubuh Karim bersembunyi dibalik tembok kala dia melihat Zella berjalan mendekati adiknya itu. Dengan lembut Zella mengusapkan tangannya di wajah adiknya. Tatapan dari perempuan itu terlihat begitu tulus. Kali ini Karim melihat sendiri bagaimana sikap Zella kepada adiknya.

PERAN - 2 (PERFECT FAMILY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang