Siapa Yang Pantas Membenci Hujan?

85 5 0
                                    

Siapa yang pantas membenci hujan? Bahkan jika ribuan makhluk bumi membenci hujan pun, hujan akan tetap turun juga. Seperti di malam ini, bintang enggan menemani langit. Begitu juga dengan sikap bulan yang menjauhi. Sisa senja masih membekas, sebab telihat jingga, bukan biru. Lalu perlahan berubah abu-abu, aku suka. Namun untuk saat ini, aku membencinya.

Abu-abu itu menghasilkan tetes demi tetes hujan yang luruh menghantam bumi yang semula hangat. Seharusnya bukan sekarang, sebab tak ada pelukan hangat disini. Gigilku kurasakan sendirian. Kala abu-abu menggelap, hujan terasa semakin deras. Tempias berjatuhan dari atap rumahku. Tampak embun menghiasi jendela kamarku. Ku ukir namamu, yang saat ini sedang menjadi alasan kelabunya hatiku.

Lalu entah mengapa aku tersenyum, seolah kamu sedang disini. Namun dalam sekelebat waktu, senyum ranumku memudar. Sekali lagi, aku menggigil, entah sejak kapan ku buka jendelanya lebar-lebar. Angin menyeruak, kini tempias mengenai wajahku. Namun ku biarkan saja, mungkin ini lebih baik.

Ketakutanku mulai singgah dan menetap. Apa hujan sedang menyerap habis bahagiaku? Bodoh, bagaimana bisa ku salahkan hujan, sedangkan petani dan tukang sapu debu banyak yang membutuhkan hujan. Aku tak membencinya, sebab aku tak ingin memiliki alasan membencinya. Hujan, luruh saja. Singgahi kota kecil kami. Bawa pergi semua dosa-dosa kami.

Dalam hujan juga mungkin terselip ribuan doa, sebab aku salah satu yang meminta. Rawat senyum dan bahagianya kala aku sedang tak bisa. Semoga hujan malam ini mampu mencarikan senyumnya yang beku. Dan juga hatinya, kalau boleh.

Kalau tidak boleh, juga tak apa.

Lots of panda,
Tsyafazz

Bait Dari LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang