Bersama semilir angin, rinduku kian mendalam. Pergi berkelana, meluaskan pandangan juga tak dapat menetralisir keadaan. Dalam tatap, hanya kamu saja yang ingin ku dekap. Dalam senyum, hanya kamu yang selalu ciptakan ranum. Tak perlu tunggu sore, aku sudah mencintaimu.
Aku pandai meramal waktu. Yang ku tahu, kita tak akan bertemu di kantin, sebab kita bisa bertemu di rumah, bahkan menghabiskan waktu menemani senja. Kembali ku rindu, tatapan sayu pembawa teduh. Saat hujan turun, kamu selalu menjadi selimut yang membalut hangat. Kini batinku terusik. Risih sekali.
Aku bukan petarung handal. Aku tak bisa seenaknya atas orang lain. Mana mungkin ku katakan orang yang menyakitimu akan hilang esok hari. Sebab aku bukan Tuhan, dan aku tak ingin berperan seperti Tuhan. Lagi-lagi aku merindu. Aku yang marah-marah sebab seseorang menyakitimu. Hanya marah, dan tak bisa melakukan apa-apa.
Kamu tak pernah bertanya apa aku cemburu atau tidak. Bagaimana bisa ku katakan bahwa aku sedang cemburu? Tapi jika kamu bertanya nanti, aku akan berikan jawabanya dan kamu harus mengingatnya. Aku cemburu. Namun aku masih percaya diri. Aku masih milikmu. Aku pemenangnya. Aku akan tetap percaya diri. Namun, tentang cemburu, siapa yang bisa mengelak?
Tapi, aku harus mengakui, aku juga Dilan. Sebab aku tak akan pernah mengizinkanmu merindu. Rindu itu berat, kamu tidak akan kuat. Untuk itu, biar aku saja yang tersiksa. Asalkan jangan kamu. Tak apa, sebab aku juga Dilan, dan kamu Mileanya. dengan masa yang berbeda.
Lots of panda,
Tsyafazz
KAMU SEDANG MEMBACA
Bait Dari Langit
Poetry#Sequel Sajak Semesta. Langit. Tuhan titipkan cerita hidup kita melalui langit. Tuhan juga titipkan cerita cinta kita melalui langit. Langit turunkan hujan lebat kala ia menangis melihat kebengisanmu. Langit buatkan pelangi kala ia tersenyum mel...