Bumi, Apa Kabar?

81 3 0
                                    

Bumi, apa kabar? Apa pepohonan masih rimbun disana? Apa lautan luas belum terusik bebatuan karangnya? Apa dataran tinggi tak berlongsoran? Apa dataran rendah tak kebanjiran? Apa gunung-gunung api masih enggan mengamuk? Apa disana masih seperti dulu, sebelum manusia bodoh kehilangan akalnya.

Bumi, kurasa, aku sudah betah di Mars. Siapa bilang disini panas? Siapa bilang disini merah? Pepohonan tertanam rapi disini. Sumber air juga sama seperti dibumi. Beberapa manusia juga hidup dengan sehat. Tak ada alien, tak ada UFO. Disini sama, seperti Bumi.

Memang jahat. Ku tinggalkan begitu saja Langit sendirian. Oh, mungkin Langitlah yang meninggalkanku. Langit tidak pernah sendirian. Pagi hari ada fajar. Siang hari matahari terik. Petang hari berselimut senja. Malam ada bintang dan bulan. Ku lihat dari Mars, kurasa Langit tak semenyedihkan itu.

Akulah yang menyedihkan. Di bumi, Langit enggan menyapa meski ada banyak ruang untuk bersuara. Langit lebih memilih diam. Saat marah, ia  bisikkan pada matahari agar lebih lama menerangi. Saat sedang sedih, ia turunkan hujan deras agar siapapun berdiam saja di tempatnya. Saat bahagia, ia lukis senyum pelanginya, namun tak boleh ditunjuk. Kalau tidak, ia akan malu dan menghilang.

Kini aku bertanya. Langit, bagaimana pula kabarmu? Bumi masih menyenangkan, ya? Sepertinya enggan sekali menatapku. Wajar. Siapa aku ini? Bahkan aku juga tak tahu aku ini siapa. Aku merindukanmu, Langit. Apa kamu juga begitu?

Bumi, boleh aku kembali? Untuk Langit. Namun aku tak menemukan ujung Mars ini. Apa Mars sudah mencintaiku? Sungguh, aku masih mencintai Langit. Langit, jangan betah dengan siapapun. Entah apa wujudku, entah bagaimana rupaku, entah seperti apa kehidupanku. Namun aku mencintaimu, Langit. Aku mencintaimu.

Lots of panda,
Tsyafazz

Bait Dari LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang