Gimanapun cara yg udah gw lakukan, gw tetep nggak bisa tidur. Guling-gulingan, nutupin mata pake bantal, dan banyak cara lagi yg gw lakukan tapi mata gw enggan terlelap. Dan HP gw sudah nyaris benar-benar mokad ketika gw lihat jam nya menunjukkan pukul setengah lima pagi.
Gw putuskan mandi, menyeduh teh anget manis lalu duduk di tembok balkon sambil menunggu waktu berangkat. Meva akan gw bangunkan beberapa saat sebelum gw pergi, karena gw nggak mau ganggu tidurnya. Dia nampak nyenyak dalam kamar yg masih berpencahayaan satu lilin.
Emh, pagi ini gw akan melakukan perjalanan balik ke kampung halaman. Ini pertama kalinya gw mudik, karna sebelum ini gw memang nggak pernah merantau. Ternyata menyenangkan sekali bisa berada di momen menunggu kepulangan seperti ini. Gw juga kangen banget dengan keluarga di rumah. Kedua orangtua gw dan adik gw, rasanya pengen buru-buru ketemu mereka. Mata yg pedih dan kepala yg nggak karuan rasa gara-gara insomnia semalam seolah bisa tertutupi oleh kebahagiaan ini.
"Lo udah bangun Ri?" suara Meva menyadarkan gw dari lamunan tentang keadaan kampung halaman gw setelah gw tinggal satu tahun.
Meva sedang mengucek-ngucek mata di depan pintu kamarnya.
"Gw memang nggak sempet tidur Va," kata gw.
"Kenapa?" dia berjalan menghampiri gw.
Ah, bahkan dalam keadaan kusut baru bangun tidur seperti ini pun Meva tampak anggun.
"Gw nggak ngantuk aja Va. Tapi nanti bisa tidur kok di bus ama di pesawat."
Meva diam. Pandangan matanya masih sayu.
"Emh..lo beneran bakal balik hari ini?" tanyanya tanpa menatap gw. Kedua matanya menatap kosong hamparan sawah di depan. Entah kenapa waktu berjalan lambat pagi ini.
"Kan emang udah jadwalnya gitu? Jam enam nanti, gw udah harus di terminal."
"Jadi loe akan ninggalin gw hari ini??" Meva menolehkan kepalanya perlahan, dan kini memandang gw penuh harap.
"Kok ngomong gitu? Gw cuma beberapa hari doank kok. Tahun baru juga udah ada di sini lagi."
"Tetep aja artinya lo ninggalin gw.."
"Enggak Va...gw nggak ninggalin lo.."
"Lo ninggalin gw!!!" Meva setengah berteriak mengatakannya. Suaranya melengking dan parau. "Lo jahat!! Lo ninggalin gw!!!"
Lalu dia mulai memukul-mukul tubuh gw dengan kedua tangannya. Gw sadar saat itu dia lagi nggak becanda. Gelas teh yg tersenggol gerakan tangannya jatuh dan pecah berkeping-keping tiga lantai di bawah. Sambil meneriakkan kalimat yg tadi Meva terus memukul gw dengan brutal. Nggak begitu besar memang power nya, tapi gw yakin kalau gw lengah gw bisa bernasib sama dengan gelas tadi.
Gw langsung melompat dan menjejakkan kaki di atas keramik kuning sambil berusaha menepis kedua tangan Meva yg bergerak memburu. Gw panik dan bingung dengan perubahan sikapnya yg tiba-tiba ini.
"Lo ninggalin gw!!" begitu teriaknya berulang-ulang diselingi isak tangis yg memilukan.
"Denger gw dulu Vaa..." masih berusaha menghalau tanpa menyerang balik.
"Apa yg harus gw dengerin!!! Lo jahat Ri!! Lo jahat!!!!"
Sebuah pukulan mendarat telak di wajah gw. Gw nggak menghindar. Yg gw lakukan adalah mencari celah saat kedua tangannya berayun dan saat itulah gw bergerak memeluknya. Ini salah satu cara untuk menghilangkan kesempatannya memukul gw karena jarak pukul yg lenyap. Kedua tangannya cuma bisa memukul punggung gw pelan.
"Gw nggak kemana-mana Va..." bisik gw di telinganya. "Gw ada di sini buat elo. Gw tetep di sini. Okay?"
Pukulan di punggung gw makin melemah hingga akhirnya benar-benar berhenti.
"Dengerin gw, gw nggak akan ninggalin lo. Gw tetep di sini," gw memberikan sugesti yg meyakinkannya.
Meva sudah berhenti berteriak. Kini berganti dengan suara isakannya yg dalam. Gw bisa merasakan airmatanya membasahi bahu kiri gw. Masih sedikit bergerak memberontak, gw memeluknya makin erat.
"Lo tenang aja, gw akan nemenin lo......" gw seperti seorang ayah yg menenangkan anaknya yg menangis minta jajan.
Meva makin jadi menangis. Kedua bahunya bergetar mengguncang tubuh gw. Suara isak nya menelisik ke dalam telinga gw.
"Gw nggak kemana-mana Va..." gw usapi punggungnya sambil gw belai rambutnya yg panjang.
Selama beberapa saat itu terus terjadi. Meva belum mau bicara. Dia masih larut dalam tangisnya. Mau nggak mau gw juga terenyuh. Gw memang belum terlalu hebat buat benar-benar merasakan kesedihannya, tapi minimal gw tau apa yg dirasakannya saat ini. Gw mengerti kenapa reaksinya tadi begitu frontal.
"Maafin gw R..i...i......." ucap Meva tertahan. Entah sudah berapa lama dia menangis.
"Enggak papa," jawab gw. "Harusnya gw yg minta maaf. Gw nggak akan kemana-mana. Gw janji hari ini gw akan nemenin Natal loe. Boleh?"
Meva menganggukkan kepala.
"Boleh banget," katanya masih diiringi tangisan yg dalam.
"Udah..jangan nangis lagi yaa....kan gw ada di sini? Hari ini akan jadi Natal istimewa buat loe....."
"Makasih Ri......."
"...................."
Meva merangkulkan kedua tangannya di punggung gw. Masih sedikit terisak, dia menyandarkan kepalanya di leher gw. Kami terdiam dalam pelukan.
Hemmmpph..ini momen Natal yg nggak akan gw lupakan....
KAMU SEDANG MEMBACA
SK2H (Sepasang Kaus Kaki Hitam) ~ END
RomanceAssalamualaikum wr. wb. Ini adalah cerita reborn dari cerita yang ditulis oleh salah satu user kaskus id pujangga.lama dengan judul yang sama yaitu SK2H alias Sepasang Kaus Kaki Hitam. Izinkan saya mengcopy ulang cerita ini tanpa mengubah isinya sat...