SK2H PART 89

312 13 0
                                    

"Dari dulu juga gw bilang apa..lo tuh suka sama Meva," kata si Gundul. "Sekarang kebukti kan."

Gw cuma senyum lebar.

"Dulu nggak sedalem ini soalnya. Gw masih bisa nutupin perasaan gw waktu itu," ujar gw. "Tapi kok makin lama yg gw rasain kok gw makin nggak bisa tutupi kalo gw sayang dia ya Dul?"

Indra tersenyum lebar. Gw tarik nafas panjang dan mengembuskannya cepat. Gw pandangi bayangan gw sendiri yg tampak melengkung dalam pantulan cangkir putih berisi teh hangat. Indra meraih cangkirnya dan meminum sedikit tehnya.

"Jadi," ucapnya kemudian meletakkan cangkir ke tatakannya. "Apa alasan lo cinta sama Meva?"

Gw termenung.

"Gw...gw....." rasanya bingung mencari kalimat yg tepat untuk dijelaskan. "Gimana yak ngomongnya..?"

"Lo pasti punya alasan donk kenapa lo bisa segitu cintanya sama Meva?"

Gw menggeleng pelan.

"Kalo lo beneran cinta, gw yakin lo punya alasan untuk itu."

Gw tarik nafas panjang lagi. Jujur gw sulit sekali buat ngejawab pertanyaan Indra.

"Menurut gw semua hal itu butuh alasan. Lo makan karena lo laper, lo minum karena haus, lo tidur karena ngantuk." Lanjut Indra lagi. "Nah sekarang lo sayang sama Meva...lo cinta sama dia...itu juga punya alasannya dong?"

Ah, gw nggak berhasil menemukan kalimat yg tepat.

"Gw suka senyumnya yg manis," kata gw sedikit ragu. "Gw suka jarinya yg lentik. Gw suka caranya bicara ke gw. Gw suka teriakannya yg kadang bikin budek kuping gw. Gw suka setiap gerak tubuhnya. Gw suka bentuk matanya yg agak sipit. Gw suka perhatiannya. Gw suka hidungnya yg mancung dan rambut panjangnya. Gw suka perhatian yg dia kasih. Gw suka karena dia selalu ada nemenin gw. Gw suka semuanya deh....."

"......"

"Ya ya ya...gw suka Meva karena itu."

"......." Sejenak kami berdua diam.

"Tapi itu semua bukan alasan gw mencintainya Ndra," kata gw. "Kalo gw bilang gw cinta Meva karena kecantikannya, maka saat dia tua nanti dan mulai kehilangan kecantikannya, gw nggak akan punya alasan lagi untuk mencintainya."

Sejenak gw menarik nafas.

"Kalo gw katakan gw cinta karena perhatiannya, saat nanti dia nggak perhatian lagi, gw pun nggak punya alasan untuk mempertahankan cinta gw. Kalo gw cinta karena dia selalu ada di samping gw, saat dia mati nanti...tentu nggak akan ada alasan lagi buat gw tetap mencintainya..."

"......"

"Gw cinta Meva, karena gw tulus..."

Indra menunduk dan usapi matanya yg sempat berkaca-kaca.

"Lo hebat Ri..." dia menepuk bahu gw pelan. "Gw bahkan belum bisa mencintai istri gw seperti yg elo lakuin ke Meva. Terharu gw sob. Gw nggak tau ternyata lo sedalam itu cinta ke Meva."

Gw masih termenung.

"Tapi, lo nggak kepikiran buat ngungkapin perasaan lo ke dia?"

Gw senyum sendiri. Yg ada di ingatan gw adalah "tragedi headset".

"Belum..." jawab gw.

"Kenapa?"

"Gw belum berani Ndra. Gw belum berani ngadepin resikonya."

"Kenapa? Lo takut ditolak? Menurut gw dia juga ada rasa kok ke elo?"

Gw menggeleng pelan.

"Bukan itu...Gw belum berani, kalo ternyata perbedaan yg ada diantara gw dan Meva, cuma akan membuat hubungan kami kandas. Yah seperti yg elo tau, keyakinan Meva kan beda sama gw."

"Bukannya lo pernah bilang yak, kalo perbedaan nggak akan jadi penghalang buat lo?"

"Iya tapi ini dalam konteks berbeda Dul. Gw bukan cuma sekedar pengen jalanin hubungan tanpa tujuan yg jelas. Gw mulai berpikir bahwa gw harus membangun sebuah keluarga, seperti yg udah lo lakukan sekarang. Gw mau itu. Tapi gw juga nggak mau maksa Meva buat melepas yg selama ini diyakininya. Dan gw pun sama, gw akan tetap seperti ini adanya sampe gw tua nanti."

Indra mengangguk perlahan.

"Kalo gitu lo jalanin ajah dulu. Setelah lo pastikan Meva juga punya tujuan yg sama dengan lo, kalian rundingkan deh gimana baiknya. Gw yakin Meva orang yg mengerti soal perbedaan ini."

Gw termenung. Menunduk dan melamun. Mungkin gw orang yg egois. Gw nggak bisa memungkiri hati kecil gw bahwa ingin memiliki Meva seutuhnya, gw ingin kami membangun sebuah keluarga, tapi tentu saja dengan keyakinan yg sama. Nggak mungkin kan dalam satu kapal ada dua nahkoda. Karena gw pun pengen anak-anak gw kelak seiman dengan gw.

Ini dia egoisnya gw! Gw belum bisa terima dia apa adanya! Maybe? Gw nggak peduli dengan masa lalunya yg kelam. Gw nggak peduli dengan kebiasaan anehnya melukai diri sendiri. Tapi kalo soal keyakinan?

"......."

Hufft......Gw tatap lagi wajah damai Meva yg masih terlelap pagi itu. Percakapan gw dan Indra beberapa hari yg lalu saat gw berkunjung ke rumahnya, menguap dalam pikiran gw. Gw cuma bisa memaki diri sendiri dalam hati. Gw masih merasa jadi orang paling egois. Gw ingin memiliki Meva tanpa gw mau menerima satu sisi kecil yg berbeda.

"Maaf Va," kata gw dalam hati. "Gw masih harus banyak belajar untuk bisa mencintai lo apa adanya. Dan kelak ketika saat itu datang...gw akan lakukan apapun demi kita berdua. Bahkan seandainya harus membangun kehidupan di tempat yg menerima perbedaan keyakinan pun, gw akan lakukan itu......"

SK2H (Sepasang Kaus Kaki Hitam) ~ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang