Gw langkahkan kaki menaiki tangga dengan malas. Hari ini kecewa banget gw gagal mudik gara-gara jadwal penerbangan di delay sampe besok siang jam 10 karena ada trouble di mesin. Maskapai yg bersangkutan memang mengembalikan ongkos tiket sebagai bentuk tanggungjawab dan artinya besok gw bisa pulang gratis, tapi tetep aja gw kecewa karna gw pikir malam ini gw udah bisa kumpul bareng orangtua di rumah.
Saat itu sudah hampir jam duabelas malam. Beberapa penghuni lantai 1 dan 2 masih asyik ngobrol di luar kamar dan memutar lagu-lagu ballade. Sementara di lantai 3, karena penghuninya memang lebih sedikit, sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Pintu kamar Indra terkunci. Sepertinya dia lagi keluar.
Gw raih gagang pintu kamar gw. Terkunci. Gw rogoh kantong celana, tadi pagi gw yakin gw taroh di situ. Tapi nggak ada! Gw cek lagi di kantong kemeja dan dompet, tetep nggak ada!
"Jangan-jangan..." otak gw mulai menerka dan mengingat dengan keras. "Di dalam tas. Kuncinya ada di tas, gw inget sekarang. Tapi tasnya kan udah masuk bagasi??"
O my god! Kok gw bisa se teledor itu ya? Malem ini gw tidur dimana? Hp gw low battery dan charger gw juga ada di dalam tas...
Lalu gw inget Meva. Masa sih dalam keadaan darurat gini dia ngga mau nolong gw? Maka gw berjalan menuju kamarnya. Pintunya sedikit terbuka, memberi celah pada cahaya kuning dari dalam untuk terbersit keluar. Tadinya gw pikir cahaya kuning itu dari bohlam tua di kamar itu, tapi ternyata itu adalah nyala lilin.
Gw buka sedikit pintunya untuk gw melihat kedaan di dalam. Tiga buah lilin menyala dipasang berderet di atas lemari kayu kecil yg merapat ke dinding. Di atasnya, terpaku sebuah kalung yg sudah gw kenal. Kalung salib polos yg biasa dipakai Meva, saat itu digantung di dinding. Sementara Meva sendiri berdiri berlutut sambil mengatupkan jemari tangannya menghadap kalung itu. Dan nggak butuh waktu lama buat gw sadar bahwa ini seharusnya adalah malam yg spesial untuknya.
Ini malam Natal...
Meva sedang memanjatkan beberapa kalimat pengharapan. Api lilin di atasnya sedikit bergoyang tertiup angin yg menerobos masuk lewat celah pintu yg terbuka. Ditambah sayup-sayup instrument Kenny G dari bawah, membuat malam yg hening itu terasa hangat. Gw nggak terlalu memperhatikan doa apa yg sedang diucapkan Meva. Tapi Meva mengucapkan kalimat demi kalimat itu dengan sangat tulus. Gw bisa merasakannya.
Dan tentu sangat nggak etis kalau gw mengganggunya. Maka gw putuskan menutup pintu dan menunggu di luar sampai dia selesai. Baru saja gw hendak menutup pintu ketika sebuah kalimat yg diucapkan Meva menarik perhatian gw.
"Tuhan..." ucapnya. "Seandainya Engkau mengasihiku, dan aku percaya itu, kirimkan malaikat dari langitMu untuk menemaniku malam ini..."
Gw terdiam. Ternyata Meva benar-benar merasa kesepian. Selama ini gw nggak pernah tahu apa yg terjadi antara dia dan keluarganya, karena gw yakin seorang anak akan benar-benar merasa sepi kalau hubungan dia dengan orangtuanya nggak harmonis. Atau karena orangtuanya sudah meninggal? Tapi gw lebih prefer dengan kemungkinan pertama, karena Meva pernah cerita waktu dia dapet kiriman uang dari nyokapnya.
Akhirnya gw biarkan pintu itu tetap menyisakan celah terbuka. Dan gw duduk menunggu di depan pintu. Gw masih terenyuh dengan kalimat Meva tadi. Gw bisa merasakan kesedihan yg mendalam di tiap kalimat yg diucapkannya. Ah, ternyata gw belum cukup mengenal Meva untuk tahu lebih dalam yg terjadi padanya.
Dan setelah lama menunggu, akhirnya terdengar derit pintu yg ditarik terbuka.
"Ari?" panggil Meva.
Bergegas gw berdiri dan balikkan badan menghadapnya.
"Hay Va," gw tersenyum lebar.
"Kok loe masih di sini?" tanyanya.
Lalu gw ceritakan tentang penerbangan yg delay sampe besok.
"Eh iya, gw lupa kunci kamer gw ada di dalem tas yg udah masuk bagasi," lanjut gw. "Jadi malem ini gw mau numpang di kamer lo, kalo boleh?"
Meva tampak berpikir.
"Pagi-pagi gw pergi kok, karena pesawatnya terbang jam sepuluh. Gw udah harus ada di sana jam sembilan biar aman."
Meva tersenyum.
"Kamer gw selalu terbuka buat elo kok," ucapnya.
"Makasih Va, lo malaikat penolong gw malem ini," kata gw girang.
Meva menggelengkan kepala.
"Enggak Ri. Justru loe lah malaikat itu. Malaikat yg dikirim Tuhan buat nemenin gw..."
Kami berdua tertawa. Lalu kami duduk-duduk di kamarnya ngobrol ringan sampai lewat larut malam dan pada akhirnya, ini untuk kedua kalinya gw dan Meva berada bersebelahan melewati malam yg dingin. Dan jujur, samasekali nggak terlintas di otak gw untuk memanfaatkan situasi ini demi gejolak yg kadang muncul dalam diri gw.
Terlalu jahat buat gw, bahkan untuk sekedar menyentuh pipinya yg merona. Gw biarkan ini apa adanya. Saat mata gw terpejam, sayup-sayup gw mendengar sebuah suara berbisik di telinga gw.
"Thanks ya Ri.. Ini malem Natal terindah buat gw...."
Entah ini fantasi gw atau bukan, tapi seperti ada yg mencium kening gw. Hangat dan basah...
Lalu sunyi...
Dan akhirnya ini membuat gw tetap terjaga sampai pagi.........
KAMU SEDANG MEMBACA
SK2H (Sepasang Kaus Kaki Hitam) ~ END
RomanceAssalamualaikum wr. wb. Ini adalah cerita reborn dari cerita yang ditulis oleh salah satu user kaskus id pujangga.lama dengan judul yang sama yaitu SK2H alias Sepasang Kaus Kaki Hitam. Izinkan saya mengcopy ulang cerita ini tanpa mengubah isinya sat...