Ada satu kejadian yg nggak terlupakan. Waktu itu menjelang akhir tahun.
Sudah lama kami dikabari akan ada kunjungan oleh tim dari perusahaan pusat kami di Jepang. Semua berbenah. Infrastruktur di jalur produksi jadi prioritas utama karena katanya mereka akan melakukan inspeksi di sana selama seharian penuh. Sudah tentu, gw dan temen-temen staff di Machining Departement kebagian repotnya. Selain relay out, dokumen-dokumen yg dibutuhkan di jalur produksi seperti SOP dan QCS butuh banyak revisi. Belum lagi "dokumen wajib" kami sendiri. Jadilah suasana kantor mengalami peningkatan grafik kesibukan yg cukup signifikan.
Dan hari yg ditunggu pun datang. Dr. Nakata selaku Chief Technical Research Fellow beserta tujuh anggota timnya tiba di perusahaan sekitar jam delapan pagi. Setelah acara penyambutan di ruang meeting intern mulailah mereka menuju jalur produksi. Ruang atas tempat gw nampak serius. Para supervisor termasuk si Melon mendampingi tim inspeksi turun ke line.
"Jangan lupa bungkukkin badan sambil ucap salam kalo ketemu orang Jepang," kata Lisa di sebelah gw menirukan instruksi Pak Agus. Mata tetep ke monitor dan jari-jari menari di atas keyboard, kami mencuri waktu ngobrol.
"Semoga mereka nggak nyasar kemari deh. Repot gw jawabnya. Bahasa Indonesia mereka buruk banget."
"Wajar lah. Jepang adalah negara yg mandiri. Kebanyakan rakyatnya enggan bersusah payah belajar bahasa asing, karena menurut mereka, justru kita yg seharusnya belajar bahasa mereka," dia tersenyum ke gw.
"Oh..lo tau banyak soal Jepang kayaknya."
"Cuma sedikit kok. Gw selalu suka sama alam Jepang. Kayaknya menyenangkan ya kalo bisa tinggal di sana?"
Gw mengangkat bahu.
"Lo nggak tertarik gitu Ri?"
Gw menggeleng.
"Bukan nggak tertarik, gw cuma belum nemu alasan logis yg bisa membawa gw ke sana."
"Ya berandai-andai kan boleh aja."
"Justru itu. Gw belum mau mengharapkan sesuatu yg belum gw harapkan. Bahasa gampangnya apa yak..."
"Bisa aja kan elo ditugaskan di sana? Supervisor Logistik katanya pernah tugas selama dua tahun di Jepang."
"Ah gw beneran belum mikir ke arah sana Lis. Gw masih betah di Karawang."
"Ya pokoknya kalo elo ke sana ajak gw ya!"
"Ngajak lo? Gimana caranya? Yg ditugasin gw, kok elo mau ngikut."
"Bisa aja! Lo nikahin gw, kan gw jadi ada alasan...mendampingi suami gitu! Hehe," dia melet ke gw.
"Duh coba yak...gw belum gableg apa-apa udah disuruh nikahin anak orang. Kalo lo nya mau gw kasih makan sama nasi campur pasir tiap hari sih nggak papa."
"Enggak! Ogah gw juga makan pasir. Mending jadi perawan seumur idup."
"Perawan tua maksudnya?"
"Eh enggak dink! Idih amit-amit Ya Allaah...gw tadi becanda, semoga nggak ada malaikat yg nyatet."
Gw terkikih pelan.
"Eh gw baru sadar deh," kata gw. "Meja lo kan di belakang gw? Kok bisa ada di sini sih?"
"Relay out...mulai hari ini kita tetanggaan. Yg lain juga diubah tempatnya. Mengikuti perintah Jepang, katanya jangan sampe ada ruang yg terbuang. Bahkan kalo memungkinkan nih, satu kantor dimasukkin semua ke WC biar ngirit lay out," kami berdua tertawa.
"Eh anak onta kenapa tuh?" gw menunjuk Leo Parlindungan yg baru saja datang. Dia senyum-senyum sendiri.
Leo yg ngeliat gw nunjuk dia, berjalan ke tempat kami.
"Napa lu?"
"Ah orang Jepang ternyata tidak lebih pintar dari orang Indonesia," pake logat Batak yg kental.
"Kenapa emangnya?"
"Tadi itu yak..aku kan mendampingi mereka ke jalur, nah salahsatu dari mereka ngajak aku bicara," Leo nyerocos. "Tapi pake bahasa Indonesia yg aneh. Dia tanya gini ke aku : "hey nama benda ini apa?". Dia bilang gitu sambil nunjukkin spidol dari kantongnya." Leo memperagakan kejadiannya. "Ya sudah aku tulis di hand table nya dia, S-P-I-D-O-L. Spidol."
"Apa anehnya??"
-TING TONG-
Bel pengeras suara dari resepsionis.
"Panggilan kepada Bapak.....eh, kepada Bapak Spidol.....ditunggu di 5C Line. Sekali lagi...."
"Tuh, itu dia!" kata Leo. "Ternyata yg dia maksud tadi, dia itu tanya nama aku...bukan nama benda itu. Jadilah mereka manggil aku "Spidol"! Udah ah buru-buru ngambil laporan..." dan dia bergegas ke mejanya lalu turun lagi.
Gw dan Lisa cuma bisa tertawa. Saat itulah handphone gw berdering. Telepon dari Indra.
"Halo Dul."
"Halo Ri. Lagi kerja?"
"Iya."
"Hari ini balik jam berapa?"
"Jam empat. Kenapa?"
"Yaudah balik nanti gw jemput lo deh. Lo tunggu di pos satpam aja."
"Mau kemana emangnya?"
"Ke Rumah Sakit."
"Siapa yg sakit Dul?"
"Bini gw.."
"Bini lo sakit apa?"
"Bukan. Bini gw barusan melahirkan. Anak pertama gw Ri! Gw lagi seneng banget ini!"
"Wouw selamat ya! Laki apa cewek?"
"Cowok."
"..."
"Eh si Meva udah balik belom? Gw ajak Meva juga ya biar anak gw ketemu Om sama Tante nya."
"Oke deh."
"Yaudah tunggu gw ntar sore."
"Sip."
Benar-benar kabar yg sangat membahagiakan! Gw jadi nggak sabar nunggu sore. Pengen liat "ponakan" gw kayak apa. Gw bisa bayangin si Gundul senengnya kayak apa. Sambil dalam hati gw ngebayangin giliran gw punya anak kapan yak? Hehehe!
KAMU SEDANG MEMBACA
SK2H (Sepasang Kaus Kaki Hitam) ~ END
RomanceAssalamualaikum wr. wb. Ini adalah cerita reborn dari cerita yang ditulis oleh salah satu user kaskus id pujangga.lama dengan judul yang sama yaitu SK2H alias Sepasang Kaus Kaki Hitam. Izinkan saya mengcopy ulang cerita ini tanpa mengubah isinya sat...