SK2H (Bagian Empat)

220 10 0
                                    

Seandainya pernah kenal dan hidup bersama Meva adalah sebuah mimpi, maka gw yakin itu adalah mimpi paling indah yg pernah gw temui di hidup gw. Kadang gw berharap nggak akan pernah terjaga dari mimpi indah ini. Tapi gw tau, semua hal di dunia ini ada masanya. Bukankah ketika kita memulai sesuatu, justru sebenarnya kita sedang maju satu langkah untuk mengakhirinya? Waktu hanya sebuah pilihan dari Tuhan untuk manusia. Ada yg bisa menggunakannya dengan bijak, tapi banyak juga yg nggak demikian. Satu yg pasti, waktu nggak pernah berputar mundur, meski hanya sedetik. Dan gw seharusnya lebih bisa menerima apa yg sudah jadi pilihan gw. Tapi kadang hati kecil ini seperti nggak mau berhenti merongrong untuk terus menyesalinya.

Airmata yg pernah gw teteskan untuk seorang Meva, adalah bukti betapa sebenarnya gw belum sanggup mengosongkan sebelah hati gw yg selama empat tahun ini terisi oleh sosoknya. Gw sudah sangat terbiasa mendengarkan celotehannya. Lengan gw mungkin sudah ratusan kali dicubit setiap gw menggodanya. Maka sangat aneh rasanya ketika pagi-pagi gw terjaga dan mendapati kamar gw begitu sepi. Bukan hanya kamar gw, tapi jauh dalam hati gw hari-hari ini gw merasakan kekosongan yg menyakitkan. Kekosongan yg hanya akan terobati dengan kehadirannya di samping gw.

Gw kangen ucapan selamat pagi yg khas dari Meva. Gw kangen tingkah usilnya kalo lagi nggak ada kerjaan. Gw kangen tatapan matanya. Gw kangen semua hal yg ada pada dirinya...

Gitar tua warisan Indra, yg biasanya kami mainkan setiap mengisi waktu malam, sekarang hanya tersudut diam di pojok kamar. Beberapa kali pernah gw mainkan lagu yg sering kami nyanyikan bersama, tapi semenjak kepergian Meva gitar ini seperti kehilangan nadanya. Senar-senar yg gw petik nggak mampu lagi menghadirkan nada indah. Lirik yg gw nyanyikan pun menguap begitu saja tanpa makna yg jelas.

Kemudian gw melangkah ke beranda. Berdiri menatap langit malam dengan ribuan bintangnya. Tapi nggak pernah lagi gw temui indahnya malam seperti dulu. Bintang-bintang itu seperti redup dan tenggelam dalam gelapnya langit malam. Mereka seperti enggan memancarkan lagi sinar terindahnya.

Tapi gw masih bisa melihatnya. Gw bisa melihat mereka. Dua orang yg sedang asyik melewatkan malam dengan bermain catur di beranda. Seorang laki-laki, seperti yg selalu gw lihat setiap gw bercermin. Seorang lagi wanita, dengan stoking hitamnya yg khas. Mereka nampak sangat menikmati momen itu. Berbincang dan tertawa lepas setiap satu dari mereka mengeluarkan banyolannya.

Tanpa sadar gw tersenyum kelu menatap mereka.

Lalu sosok keduanya berangsur-angsur menjadi tipis dan transparan, sebelum akhirnya benar-benar menghilang dari benak gw......

"Kejadiannya selalu sama," suara Indra membuyarkan lamunan gw. "Ada yg pergi untuk kembali, tapi ada juga yg pergi dan nggak mungkin kembali."

Gw termenung sesaat.

"Tapi sebelum pergi Meva bilang dia akan balik lagi," gw mencari pembenaran dari harapan dalam hati gw. Meskipun gw sendiri nggak yakin dengan hal itu.

Indra mendesah pelan. Dia hembuskan asap rokok dari mulutnya dan membiarkannya berbaur dengan asap putih dari rokok gw.

"Setelah dia pergi, kalian masih sering berhubungan?" tanyanya ingin tau.

Gw mengangguk. Sangat pelan dan lemah.

"Beberapa bulan pertama, kita masih sering telpon-telponan. Tapi kayaknya dia makin sibuk setelah mulai keterima kerja, jadi yah praktis waktu buat kita contact semakin berkurang..." sedikit terenyuh gw ceritakan keadaan gw dan Meva sekarang.

"Dan lo, sampe sekarang masih belum berani ungkapin perasaan lo ke dia?"

Gw menggeleng. Kali ini lebih lemah dari anggukan gw sebelumnya.

"Gw selalu pengen Meva dapet yg terbaik buat hidupnya. Gw nggak mau kalo nantinya pengakuan gw cuma akan mengganggu apa yg dia dapat sekarang..."

"Kalo itu memang pilihan lo berarti mulai sekarang lo harus siap kehilangan dia," tandas Indra.

Gw tersentak. Mendadak tubuh gw terasa panas. Gw seperti baru dibangunkan dari mimpi indah yg melenakan.

"Lo harus menata ulang hati lo lagi," lanjut Indra. "Gw nggak minta lo lupain Meva, tapi mulai sekarang lo harus bisa membedakan antara masa lalu dan realita. Jangan sampe lo jatuh terlalu lama dalam kehilangan. Bukan cuma Meva, tapi lo juga berhak dapet yg terbaik buat hidup lo."

Gw tertunduk lesu. Tiap hari nafas gw jadi semakin berat. Nggak pernah bisa dipungkiri, gw mencintai Meva lebih dari yg pernah gw bayangkan sebelumnya. Dan sekarang, rasa ini perlahan mulai terasa menyakitkan.

"Gw tau sayang lo tulus ke Meva," kata Indra lagi. "Tapi sekarang pilihannya cuma dua, lo kejar Meva sampe dapet atau lo bener-bener tinggalin semuanya dan mulai menata hidup lo."

"......."

"Kalo gw sih, bakal gw kejar tuh Meva," Indra menyenggol lengan gw lalu tersenyum penuh makna. "Kapan lagi coba dapet cewek kayak dia?! Bego aja kalo sampe lo tinggalin."

Gw nyengir lebar. Entahlah, yg gw lakukan selama ini adalah sebuah kebodohan atau bukan, gw nggak mengerti. Yg gw tahu cuma satu hal, sekarang lah saat nya gw untuk membuat satu pilihan terakhir. Pilihan yg akan sangat membuktikan seberapa dalam sebenarnya sayang gw ke Meva.....

SK2H (Sepasang Kaus Kaki Hitam) ~ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang