Kalau ada yg bertanya, lagu apa yg paling berkesan dalam hidup gw, maka jawabannya adalah "Endless Love".
Pagi itu gw terbangun ketika matahari pagi sudah menampakkan diri di ufuk timur. Gw masih di Jakarta, dan yg pertama gw ingat pagi itu adalah Meva. Kemarin sore kami menikmati perjalanan pulang dalam kebisuan. Begitu sampai di rumah Meva langsung mengurung diri di kamarnya. Jadilah gw menghabiskan malam ngobrol bareng Oma dan Tante Ezza, tantenya Meva. Mereka bilang Meva memang selalu begitu tiap kali menjenguk mamahnya. Tapi mereka meyakinkan gw kalau Meva akan baik-baik saja.
Dan benar, pagi ini gw menemukan dia sedang duduk di ayunan di halaman depan. Dia langsung tersenyum lebar melihat gw.
"Tumben pagi-pagi kebo udah bangun," katanya menyapa dengan nada ceria.
Gw duduk di sebuah batu besar di sisi tembok, setengah meter dari tempat Meva.
"Ini udah siang kali Va," kalo nggak salah liat tadi di ruang tengah jam dinding menunjukkan jam setengah tujuh pagi.
Pagi ini cukup sejuk. Nggak nyangka juga, soalnya yg gw tau Jakarta kan terkenal panas dan polusinya. Mungkin karena di halaman ini banyak tanaman jadinya berasa adem.
"Kok sepi? Tante sama Oma kemana?" gw memandang berkeliling.
"Paling juga Oma lagi ngerajut di kamernya. Oma gw ahli lho, gw pernah dibuatin sweater rajutan tangannya waktu kecil dulu. Kalo tante, kayaknya lagi belanja di pasar."
Baru saja selesai ngomong, pintu pager terbuka dan masuklah Tante Ezza dengan membawa beberapa sayuran dalam kantong putih.
"Tante pasti mau masak makanan favorit gw kalo di rumah," Meva berkomentar menatap tantenya yg sempat melempar senyum sebelum masuk ke rumah.
"Oiya? Emang apa menu favorit lo?"
"Soto betawi. Enak banget tuh, apalagi buatan tante gw. Ntar lo coba juga deh.." Meva bercerita dengan antusias. "Terus sama keripik bayem. Buat cemilan gitu," dia tertawa pelan.
Seneng rasanya liat Meva ceria kayak gini. Kontras sekali dengan sikapnya yg kemarin. Hari ini dia terlihat sangat siap menghadapi apapun. Tapi gw tetap menahan diri untuk mulai membahas soal kemarin. Gw takut merusak mood nya.
"Lo tadi tidur di kamer mana?" tanya Meva.
"Yg di tengah tuh, yg acak-acakan gitu dalemnya."
"Hahaha... Itu dulunya kamer gw. Yah lo tau sendiri lah gw paling males soal beberes kamer."
"Udah gw duga."
Meva tertawa lagi. Bener-bener nggak nampak kesedihan yg kemarin sempat mengurungnya begitu dalam. Pagi ini cocok banget dengan keceriaan Meva. Dari dalam rumah terdengar alunan musik yg diputer Tante Ezza, menambah harmonis suasana. Yg diputer lagu-lagu lama semacem Boullevard dan First Love.
"Eh Ri, maaf ya soal kemaren.." kata Meva.
Gw tersenyum lebar.
"Enggak papa kok Va gw ngerti," ujar gw. "Nggak usah dipikirin soal gw mah."
Meva nampak diam sesaat. Dia berhenti berayun.
"Lo nggak malu kan, kenal sama cewek yg punya nyokap gila kayak gw?" tanyanya iba.
"Waduh, ngapain mesti malu? Biasa aja kali. Lo nya juga nggak usah ngerasa nggak enak gitu lah sama gw."
"Enggak Ri.. Gw cuma malu aja sama lo."
"Malu napa?"
"Yaa..malu. Temen-temen sekolah gw aja dulu sering banget tuh ngejekin dan ngerendahin gw cuma karna keadaan nyokap gw yg nggak senormal orangtua mereka..." kedua matanya menerawang jauh ke masa lalunya. "Padahal kan nyokap gw sama nyokap mereka juga sama-sama manusia? Kenapa mereka terlalu mempermasalahkan kelainan nyokap gw..."
"Yaah tiap orang punya statement berbeda soal itu. Yg jelas, gw nggak pernah mempermasalahkan itu. Gw terima semua orang apa adanya mereka, apapun latar belakang keluarganya."
"Huuh...padahal dulu nyokap gw juga normal, nggak kayak gitu.."
Sejenak angin bertiup dingin menerpa tengkuk gw.
"Sorry, jadi curhat gini.." Meva nyengir malu.
"No problem. Kalo mau cerita, silakan. Gw pendengar yg baik kok."
"Thanks. Lo emang selalu jadi pendengar yg budiman, yg rela kupingnya panas dengerin radio rusak kayak gw."
Gw tertawa. Gw hampiri Meva lalu mulai mendorong ayunannya pelan.
"Sejak kapan nyokap lo kayak gitu?" gw beranikan diri bertanya.
"Beberapa tahun setelah kita balik ke Indonesia. Nyokap gw stress berat gitu. Sempet sembuh beberapa bulan, tapi kambuh lagi. Ya sudahlah, panti rehab tempat yg cocok buat nyokap gw."
Dan CD player di dalam rumah sudah sampai di lagu Endless Love. Suara merdu Diana Ross mengalun indah.
Meva turun dari ayunan dan berdiri menghadap gw.
"Gw sayang banget nyokap gw," lanjut Meva. "Sampe kapanpun gw akan tetep sayang dia, gimanapun keadaannya. Gimanapun orang mencemooh, gw tetep bangga sama nyokap gw."
Dia tersenyum lalu memeluk gw.
"Thanks ya Ri," bisiknya pelan. "Udah jadi penyemangat hidup gw..."
Gw nggak tau mesti ngomong apa. Ya udah gw belai aja rambutnya. Meva malah nyenderin kepalanya di pundak gw. Dia kayaknya nyaman banget tuh. Dan tanpa sepatah katapun yg keluar, diam-diam gw menikmati hangatnya pelukan Meva pagi ini..
you"ll be the only one..
oh no I cant deny..
this love I have inside..
and I"ll give it all to you..
my love...
my endless love......
KAMU SEDANG MEMBACA
SK2H (Sepasang Kaus Kaki Hitam) ~ END
عاطفيةAssalamualaikum wr. wb. Ini adalah cerita reborn dari cerita yang ditulis oleh salah satu user kaskus id pujangga.lama dengan judul yang sama yaitu SK2H alias Sepasang Kaus Kaki Hitam. Izinkan saya mengcopy ulang cerita ini tanpa mengubah isinya sat...