SK2H (Bagian Tiga)

234 11 0
                                    

Suatu malam di awal Januari tahun 2005. Waktu itu hampir lima bulan setelah wisuda Meva...

Bulan malam ini bulat utuh dan terang. Sinarnya memantul pada bagian luar benda kecil yg tengah gw pegang. Dia berputar lemah seiring gerakan tangan gw. Sesekali asap putih dari mulut gw menghalangi pandangan benda ini dari mata gw.

"Bintang keberuntungan," gw bergumam pelan menatap putarannya yg semakin melemah. Setelah beberapa saat berputar-putar dia berhenti bergerak. Gw taruh di telapak tangan kiri gw.

Sebuah gantungan kunci kecil dan manis, dengan bandul berbentuk bintang. Di bagian tengahnya ada ukiran huruf "M". Agak samar dan nyaris hilang. Gantungan kunci ini jelas sudah lama dipakai. Ada bagian-bagian di sisinya yg mengelupas. Beberapa detik lamanya gw pandangi lekat-lekat bintang kecil ini.

Dan sekali lagi gw putar.

Lalu ingatan gw melayang mundur beberapa langkah ke belakang, dan gw mendapati diri gw ada di dalam kamar gw, sedang menatap benda yg sama dg yg gw pegang sekarang.

Waktu itu beberapa hari setelah wisuda Meva...

"Itu bintang keberuntungan," suara Meva terdengar halus di telinga gw seolah gw benar-benar melewati lubang waktu dan kembali ke masa lalu.

Gw alihkan pandangan gw ke sosok wanita yg sudah mengisi hari-hari gw beberapa tahun terakhir ini. Meva duduk bersimpuh di hadapan gw, menatap gw dengan gaya tengilnya yg khas.

"Gw dapet dari Oma gw," lanjutnya.

"Wah Oma lo baik juga yah. Banyak mewariskan barang antik buat cucunya," gw berkomentar.

Meva mengangguk semangat.

"Oma gw memang Oma terbaik yg pernah ada di dunia ini," Meva nyengir lebar.

"......."

"Gw dikasih itu waktu pertama gw balik ke Indonesia. Tadinya gw pikir Oma gw bohong soal bintang keberuntungan, tapi beberapa kali bintang ini menyelamatkan gw."

"Ohya? Kok bisa?" gw mulai tertarik untuk mendengar lebih lanjut.

Sekali lagi Meva mengangguk dengan semangat.

"Tiap Natal yg gw lalui, cuma gw lewatkan di kamar seorang diri sambil curhat sama bintang ini. Terakhir, waktu gw berniat balik ke Jakarta pas malem natal beberapa tahun yg lalu...bintang ini seperti bicara ke gw dan menahan gw buat tetap di sini. Dan ternyata emang bener, lo nggak jadi terbang kan waktu itu? Coba kalo gw balik, mau tidur di mana loe malem itu?" Meva lalu tertawa renyah.

Gw senyum sendiri. Walau nggak sepenuhnya percaya soal "keberuntungan", tapi gw percaya bintang ini punya makna sendiri buat Meva.

"Sekarang," kata Meva lagi. "Gw pengen lo jaga bintang ini baik-baik yah.."

Gw kernyitkan dahi.

"Ini, buat gw gitu maksudnya?" gw memastikan.

Meva mengangguk lagi.

"Anggep aja bintang ini adalah gw," ujarnya. "Lo taroh di dompet lo atau dimana kek. Jadi tiap lo kangen sama gw lo tinggal liat aja bintangnya..."

"Terus lo akan dateng gitu?" gw tau ini adalah pertanyaan bodoh dan klise yg cuma ada dalam novel-novel bertema cinta. Tapi entah kenapa gw pun mulai merasa kisah yg terjadi antara kami berdua layaknya sebuah roman yg ditulis seorang pujangga. Maka gw biarkan pembicaraan kami seperti itu.

"Enggak juga laah," Meva membuyarkan lamunan gw. "Gila aja kalo gw bisa ngilang dan dateng tiap lo liat bintangnya."

"Yaudah kalo gitu gw liat bintangnya semenit sekali deh, biar lo nya capek bolak-balik!"

Dan kami pun tertawa lepas...

Malam itu, persis seperti malam saat gw sekarang duduk di beranda ditemani bulan purnama yg cerah. Hanya ditemani bulan purnama yg cerah.....

Tanpa Meva......

Tanpa suaranya yg memekakan telinga.....

Dan tanpa sosoknya yg dulu dengan mudah gw temui di samping gw......

Gw tatap pintu kamar di hadapan gw.

Di balik pintu ini, betapa gw punya banyak kenangan. Di balik pintu ini, pernah ada seorang wanita "aneh" yg berhasil membuat gw memahami arti cinta sesungguhnya. Di balik pintu ini, pernah gw simpan sebuah harapan tentang indahnya hidup. Dan di balik pintu ini juga, pernah ada sebuah kisah tentang sepasang kaos kaki hitam.....

Empat bulan berlalu setelah kepergian Meva. Dia memutuskan pulang ke Jakarta untuk kemudian bersama-sama Oma kembali ke Padang dan memperbaiki hubungan dengan keluarga besarnya yg selama ini renggang. Soal karir, dia juga memilih untuk mencoba peruntungan di tanah kelahiran ibunya.

Nggak banyak yg bisa gw lakukan buat menahan Meva untuk tetap di sini. Sudah waktunya dia menemukan hidupnya sendiri. Perbedaan yg ada antara kami, ternyata sangat mempengaruhi pilihan gw. Gw belum siap sepenuhnya menghadapi perbedaan itu.

Dan kini, setelah kepergiannya, gw cuma bisa terdiam mengenang waktu yg pernah terlewatkan antara kami. Gw nikmati lagi menit-menit itu, yg gw sadar sepenuhnya, nggak akan pernah kembali lagi.

"......."

Gw berdiri, menggenggam erat bintang di tangan gw. Tanpa gw sadar airmata mengalir mulus di kedua pipi gw. Terlambat buat gw mengusapnya. Airmata ini mengalir begitu saja tanpa sempat gw tahan. Airmata penyesalan yg gw sadari sepenuhnya, takkan pernah berarti apa-apa.

Entah berapa lama gw berdiri dalam diam. Gw tatap langit hitam yg menutupi bintang-bintang dari peraduannya. Hemmmppph.... Dan belum pernah gw lihat langit segelap ini....................

SK2H (Sepasang Kaus Kaki Hitam) ~ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang