SK2H PART 108

215 13 1
                                    

Akan terasa sangat singkat seandainya kita menghitung waktu menuju satu titik bernama perpisahan. Bahwa kebersamaan selama ini, ternyata bukanlah waktu yg lama dan cukup untuk menggambarkan kehilangan yg dirasakan. Bahwa setiap hari yg telah dilalui, adalah momen yg paling berharga. Dan hari-hari yg tersisa, akan terasa lebih berharga lagi.

Belum habis duka gw ditinggal nyokap, beberapa waktu yg akan datang gw harus mulai membiasakan diri tanpa rekan kerja terbaik gw. Lisa, yg sudah dipastikan akan terbang ke Tokyo pertengahan Juni nanti, sudah mulai mengikuti pelatihan khusus Bahasa Jepang di Jakarta sejak awal April. Dia mendapatkan dispensasi untuk absen dari kegiatan kantor dan tinggal di Jakarta selama dua bulan ke depan. Posisinya digantikan Mbak Retno, salahsatu karyawan senior di tempat kami. Terasa sekali perbedaannya berganti mitra kerja dengan yg baru. Kaku dan samasekali nggak ada chemistry seperti yg sudah terbangun antara gw dan Lisa.

Meski berada di beda kota, Lisa masih sering contact gw. Dia selalu menanyakan kabar dan kerjaan di kantor. Jam bubar kerja jadi waktu yg rutin buat kami telepon-teleponan. Gw tau Lisa sebenernya nggak begitu menginginkan pekerjaan ini, tapi karena keprofesionalannya dia tetap menjalankan tugas sebaik mungkin. Benar-benar sosok wanita yg bertanggungjawab.

Dan di suatu malam ketika bulan purnama menampakkan diri sebelum waktunya..

Langit cerah dihiasi bintang malam yg indah. Gw duduk terdiam di atas kursi, menengadah ke atas memandang hiasan angkasa di langit. Bukan bintang-bintang itu yg membuat gw menengadahkan kepala. Tapi gumpalan airmata di pelupuk mata ini, yg pasti akan terjatuh kalau gw menundukkan kepala. Gw lebih memilih seperti ini daripada mesti menjatuhkan airmata.

Gw nggak mau menangis. Gw sudah lelah menangis. Hampir setiap hari airmata gw mengalir tanpa bisa sedikitpun gw tahan. Luka dalam hati gw karena kehilangan sosok wanita yg paling berjasa dalam hidup gw nggak mudah begitu saja terhapus. Kadang terbersit keinginan untuk pergi dari Karawang, dan mulai membangun hidup di kampung halaman. Gw pikir dengan lebih dekat keluarga di rumah, seenggaknya gw bisa berbagi kehilangan ini bersama-sama. Kesedihan ini nggak semestinya gw tanggung sendiri. Ada adik dan bokap gw yg pastinya akan terus men support gw dan berjuang bersama membangun kehidupan yg lebih baik.

Tapi ada alasan lain yg membuat gw bertahan di sini. Entah gw sadari atau nggak, gw nggak pernah bisa sehari saja nggak bertemu Meva. Rasanya aneh sekali, satu hari nggak liat wajahnya. Dialah alasan gw melanjutkan perjalanan di kota ini. Sebuah perjalanan tak tergantikan yg nantinya sangat menentukan kehidupan gw kelak. Meskipun jujur aja, sampai saat ini gw belum menemukan alasan yg tepat kenapa Meva bisa sepenting ini buat gw.

Huffft... Sambil terus memandangi langit malam yg bersih tanpa awan, beberapa kali gw harus berkedip dengan cepat untuk mencegah airmata gw jatuh. Setelah gw rasa airmata di mata gw sudah mengering baru gw tundukkan kepala gw.

Saat itulah mendadak dua tangan halus melingkar di dada gw. Beberapa helai rambut yg tergerai menimpa pipi gw. Dagunya tepat menempel di atas kepala gw. Wangi parfumnya yg khas, menyadarkan gw dari lamunan yg tadi sempat melayang entah ke mana.

"Purnama nya indah yaa..." katanya setengah berbisik. Dagunya bergerak di kepala gw ketika dia bicara.

"......."

"Langitnya bersih," lanjutnya. "Banyak bintangnya lagi. Indah yaa..."

"......."

Kami terdiam selama beberapa saat. Dia bergerak melepas pelukannya. Dua tangannya menepuk bahu gw pelan.

"Jangan sedih terus donk," bisiknya lagi. "Kita sekarang sama, ditinggal orang yg paling kita cintai di hidup kita. Gw tau gimana rasanya. Dan gw selalu bersedia kok dengerin curhatan elo. Apapun itu, selama bisa membuat lo merasa lebih baik, ungkapkan aja...."

"Thanks Va," jawab gw akhirnya.

Walaupun gw nggak liat, tapi dari gerakan dagunya gw tau dia tersenyum.

"Nggak perlu gw jelaskan gimana hancurnya gw dulu waktu ditinggal nyokap," kata Meva. "Dan nggak perlu juga gw banyak bicara buat ngehibur loe. Yg akan gw lakukan sekarang adalah sama kayak yg lo lakukan waktu itu ke gw. Gw mau bantu lo keluar dari masa-masa sulit lo, seperti dulu lo bantu gw bangun setiap kali gw jatuh. Gw mau jadi lilin kecil dalam gelapnya malam lo sekarang, sama kayak dulu lo terangi malam gw. Gw...."

Seperti ada air yg menetes di rambut gw. Buru-buru Meva mengusapnya beberapa kali.

Gw bisa merasakannya. Degupan jantung Meva, berdetak di tengkuk gw. Selama beberapa saat kami terdiam. Cuma desiran angin yg jadi lagu malam kami.

"Gw sayang lo Ri...."

"......."

Gw sudah nggak bisa menahannya. Airmata gw mendadak mengalir deras tanpa tertahan.

Gw pejamkan mata gw, berusaha untuk berhenti menangis.

"......."

Jari-jari halus itu mengusap airmata gw.

"Jangan sedih lagi yaa....."

"......."

Gw diam. Meva juga diam.

Gw pandangi langit tanpa bicara sepatah kata pun. Ah, malam ini mendadak bulannya indah sekali.......

SK2H (Sepasang Kaus Kaki Hitam) ~ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang