BAB 1 - Tanah Kusir

1K 182 8
                                    

"Turunin gue sekarang, Rival!" bentakku sambil memukul-mukul lengan cowok---yang nggak tahu dirinya---menggendongku secara paksa karena ketahuan kabur bimbingan (lagi).

Duh, sampai kapan sih cowok nyebelin yang satu ini berhenti mengatur-ngatur hidupku terus? Tiba-tiba, bayangan tentang menguburnya hidup-hidup di tanah kusir tergambar di benakku.

"Berisik," gerutunya singkat tanpa memedulikan teriakanku yang semakin memekakkan telinga. "Sialiva, berat badan lo berapa, sih? Gue serasa gendong gentong air."

Damn.

Nama belakang tersebut kembali. Aku benci pada siapapun yang memanggilku menggunakan nama belakang. Titik.

Dan, cowok itu untuk kesekian kali, mengibarkan bendera rivalitas di antara kami.

Mengeraskan pukulanku pada lengan kanannya, aku pun berdesis tajam. "Ngubur orang idup-idup di tanah kusir dosa gak, Val?"

Hening. Cowok yang kuduga titisan Dementor tersebut malah menghela napas berat sampai akhirnya menghempaskan tubuhku asal asalan di lantai koridor. Alhasil, pantatku pun dengan mulus berhasil mencium lantai. Sialan.

"ADUH, PELAN-PELAN DONG KALO NURUIN! LO KIRA GUE KARUNG BERAS?"

"Kenapa dari awal lo keras kepala, sih. Mau lo apa sebenernya?" tanyanya datar mengalihkan pembicaraan.

Aku melipat kedua tangan di depan dada. Menyandarkan tubuh pada tembok. Kemudian, melayangkan tatapan nggak bersahabat pada titisan Dementor yang balik mengamatiku tanpa ekspresi, "mau gue? Perjanjian absurd ini berakhir," sahutku dengan senyum miring penuh kemenangan.

"Oke. Acc, Sialiva. Tapi nilai lo yang jadi taruhannya. Gimana? Deal?"

"Berhenti manggil nama gue Sialiva. Nama gue bukan Sialiva. Nama gue Andara. Mau gue ejain? A-N-D-A-R-A."

Berhadapan dengan Riv---maksudku titisan Dementor emang bener-bener menguras kesabaran, deh. Sudah kubilang dari awal, bukan?
Aku paling nggak suka saat ada seseorang memanggilku menggunakan nama belakang.

"Mulut-mulut gue, kok lo yang repot?" Lagi, ekspresinya sedatar tembok, "lagian kan nama lo Sialiva."

Dasar titisan Dementor. Nggak salah 'kan aku punya cita-cita untuk menguburnya hidup-hidup di tanah kusir?

Connection Your InternetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang