BAB 2 - Dementor Asli

875 144 14
                                    

Tarik napas. Hembuskan. Tarik napas lagi. Hembuskan. Tarik napas dalam-dalam. Hembuskan pelan-pelan dari bawah.

Aku melakukan ritual tersebut berkali-kali dengan harapan, emosiku akan mereda. Membendung emosi di saat amarah yang nyaris meletup seperti bom atom emang nggak mudah. Ditambah lagi, ocehan cowok di sampingku yang nggak ada berhentinya membuat bayangan tentang menguburnya hidup-hidup di tanah kusir tergambar semakin nyata.

Titisan Dementor yang satu ini sukses membuatku bungkam saat berkata nilai lo jadi taruhannya. Selama perjanjian absurd itu berlaku, selama itu pula hidupku nggak akan bisa bebas dari titisan Dementor.

"Sialiva, lo dengerin gue ngomong nggak, sih?" tanya Rival alias titisan Dementor gusar, "sekali lagi lo ngelamun, gue laporin ke nyokap lo, atau ke Bu Netta sekalian."

"Dasar Kang Ngadu," cibirku sinis seraya membuka-buka buku latihan Fisika tanpa minat.

"Lo ngelamunin apa, sih? Fokus pelajaran sekali aja bisa, nggak?"

Gue ngelamumin gimana kalo gue kubur lo idup-idup di tanah kusir. Atau gue tendang sampai lubang hitam sekalian, ya?

"Kepo," sahutku malas tanpa menatap lawan bicara.

Berdecak kesal, Rival kembali fokus mengamati rumus-rumus Fisika yang membuatku enek. "Coba kita bahas salah satu soal di bab Fluida Statis. Sebuah bola besi yang bermassa 220 kg dan volume 0,2 m3 masuk ke dalam kolam. Apakah bola tersebut akan tenggelam atau mengapung ke permukaan air? Nah jadi gini penyelesainnya---"

"Lo ngomong apa? Gue nggak paham." Aku mengintrupsi tiba-tiba. Membuat Rival mau nggak mau menghentikan penjelasaannya sejenak.

"Haduh. Connection your internet."

Selalu. Seperti itu. Setiap kali bimbingan intens (yang bagiku ini bimbingan absurd), kalimat sakral tersebut selalu meluncur dari mulut Rival.

Connection your internet seakan menjadi kalimat sarkatik dari seorang Sebastian Rivaldo meskipun kalimatnya terdengar simpel. Hanya ada satu makna tersirat dari connection your internet, berarti; bodoh.

"Ini udah kesambung tau," komentarku tajam.

"Tapi nggak 4G."

"Iya, kan yang 4G cuma sambungan internet punya lo," sahutku untuk yang terakhir kali seraya membereskan buku ke dalam tas lalu melangkah pergi meninggalkan Rival---yang hanya menatapku dengan ekspresi lelah.

Aku membanting pintu lab Fisika gusar hingga berbunyi kencang. Melalui jendela kecil di pintu lab, kulirik sekilas Rival yang tengah merogoh saku seragamnya, mencari keberadaan benda pipih persegi panjang. Tanpa perlu berpikir keras pun, aku sudah tau. Dia mengadu, kepada mama.

OKE. SUDAH CUKUP.

Stok kesabaranku habis menghadapi kelakuan titisan Dementor yang makin hari makin memuakkan. Atau jangan-jangan, dia memang Dementor yang kabur di film Harry Potter?

Connection Your InternetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang