BAB 4 - Awal Mula 2

661 117 7
                                    

"Andara."

Seseorang memanggil namaku, kencang. Suara bass-nya menggema di koridor MIPA kelas XI. Membuat beberapa pasang mata menatapnya nggak suka.

Aku menghentikan langkah, sedikit menoleh ke belakang---ke arah sumber suara bass itu terdengar.

Cowok dengan kacamata tebal yang selalu bertengger di hidungnya tersebut melambaikan tangan ke arahku. Dia berlari kecil, berusaha menyejajari langkahku dengan langkahnya yang terpaut lumayan jauh.

Aku mengerang berat. "Apa lagi? Lo mau kasih tau kalo gue dipanggil guru mapel buat remed UH karena nilai gue yang anjlok?" tanyaku panjang lebar ketika dia mulai menepuk tas ranselku.

Hah, bukan menjadi rahasia umum lagi kalau Aden si ketua kelas memanggilku, kemungkinan besar, cowok yang nggak pernah absen mengunjungi perpustakaan itu akan memberi tahu dua hal :

Pertama, menyuruhku mengumpulkan tugas.

Kedua, memberikan informasi kalau aku dititahkan salah satu guru mata pelajaran untuk menemui beliau buat memperbaiki nilai.

"Bukan. Bukan itu, An."

Menautkan kedua alis, aku memberikan tatapan penuh selidik. "Terus apaan?"

Mengendikkan bahu singkat Aden, menyeletuk, "Mana gue tahu, gue kan cuma disuruh Bu Netta manggil lo. Sekarang, lo ditunggu beliau di ruang BK."

Lipatan di dahiku semakin bertambah. Sekedar info, Bu Netta adalah salah satu guru BK kami yang terkenal otoriter, jadi kalau Bu Netta memanggilku, bisa kuduga pasti sikapnya yang sewenang-wenang tersebut bakal meruah.

"Udah ya, lo ditunggu Bu Netta secepatnya," ujar Aden seraya meninggalkanku yang masih terpaku di koridor.

Sampai bayangan cowok berkacamata itu pun lenyap ditelan belokan, kata-kata Aden nggak bosan melayang-layang di kepalaku.

Apa aku membuat kesalahan pada guru BK setengah abad tersebut?

Seingatku, terakhir kali ke sana, aku sudah berjanji pada Bu Netta untuk memperbaiki di nilai mata pelajaran yang kurang. Meskipun nilaiku tetap D, seenggaknya sudah ada proses.

Pikiran-pikiran kalut semacam itu terus berkelebat di benakku sampai aku menapak langkah di lantai mengkilap ruang BK.

Kulihat Bu Netta yang sibuk dengan buku setebal undakkan tangga. Ketika menyadari kehadiranku, beliau menutup bukunya lalu melontarkan tatapan invasi.

"Masuk, Andara," pintahnya yang terdengar menyeramkan di telingaku.

Aku meneguk ludah. Langkahku terasa berat.

"Kamu tahu? Saya iba melihat nilai-nilai kamu yang terancam tinggal kelas."

Connection Your InternetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang