BAB 21 - Pengakuan

379 75 0
                                    

"Hal yang buat gue nerima perjanjian itu, karena gue anaknya Bu Netta. Puas lo?"

"HA?" Mulutku nganga nggak bisa dikondisikan. Mataku refleks melebar maksimal ngebuat suaraku naik beberapa oktaf.

"Kosong," tungkasnya lempeng.

Ha Ha.

Retjeh juga selera humor si Rival. Emosiku udah kayak magma yang meluap-luap, tapi tetep aja tuh cowok tengil ngereceh "DEMI APA LO ANAKNYA BU NETTA?!"

"Harus banget ya gue bawain KK?" Rival masih aja memasang minim emosi di tampangnya. "Udah sana, gue mau ke ruang OSN," sahutnya terakhir kali seraya berangsur dari kelas XI MIPA 1.

Aku bungkam. Bergeming cukup lama.

Bukan. Bukan karena udah nggak marah. Tapi karena aku butuh waktu buat mencerna pengakuan Rival yang dadakan kayak tahu bulat itu.

Butuh beberapa menit sampai sebuah bohlam menyembul di atas kepalaku.

Ah, itu dia. Satu-satunya cara buat ngebuktiin Rival boong apa enggak.

Kalau sekolah ini punya direktori online seluruh siswanya, otomatis data Rival bisa kuakses dari laman SMA Pustaka dong?

Aku merogoh saku. Mengeluarkan benda pipih persegi panjang, lalu dengan cepat jari-jariku menari di atas papan keyboard mesin pencarian. Klik oke, semua beres.

Tanda loading berputar sesaat hingga akhirnya menampilkan opsi masukan kelas. Kuketikkan kelas XI MIPA 1.

Nggak sampe satu menit, tabel berisi murid-murid XI MIPA 1 lengkap dengan biodatanya membuat mataku berkilat cerah.

Tabel tersebut berurutan kayak nomer absen. Kulacak nama siswa dari yang paling bawah. Nggak mungkin nama Sebastian Rivaldo berada di absen awal.

Nah, ketemu.

NISN : 001582910
Nama : Sebastian Rivaldo
Kelas : XI MIPA 1
Status Siswa : Aktif
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 03 Desember 2000
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl. Perum Lokal Karya Blok A no 19
Asal Sekolah : SMP Nusa Bakti
Tahun Diterima : 2017
Agama : Islam
Nama Ayah : Bachtiar Agusta
Nama Ibu : Rinetta Karim

Dengan tangkas, mataku menilik satu persatu informasi yang dimuat.

Awalnya, semua berjalan lancar. Akan tetapi, sebaris 'Nama Ibu' dalam kolom biodata Rival membuat jantungku mencelus. Berdetak di atas ritme nggak biasa.

Rinetta? Bu Netta?

Atau hanya kebetulan?

Tanpa sadar, aku membungkam mulutku sendiri dengan telapak tangan. Kalau benar Rival anaknya Bu Netta, jadi....

"Lo ngapain di sini, An?" Aden berdiri di ambang pintu. Wajah ovalnya yang terbingkai kacamata minus menatapku dengan tatapan seakan-akan tumbuh tanaman jengkol kepalaku.

"Nggak. Nggak  papa." Aku menjawabnya dengan sisa-sisa kesadaran. "Yuk, kelas."

Semua ini mungkin ... hanya kebetulan?

Enggak. Rival boong.

Sadar, An. Sadar.

Memangnya, dari sekian banyak populasi di muka bumi, yang punya nama Netta cuma satu?



Connection Your InternetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang