PROLOG

1.3K 202 31
                                    

Aku, Andara S. Sampai kapan pun, aku nggak mau menyebut nama belangkangku sendiri. Entah ketika ujian sekolah, jahitan pada name tag, buku-buku pelajaran, perkenalan di depan kelas, atau apapun itu yang mengharuskanku menyebutkan nama lengkap sebagai identitas. Biasanya, aku sekedar menuliskan namaku sebagai Andara S. Nggak lebih.

Teman sekelasku pun sudah aku wanti-wanti untuk nggak memanggilku menggunakan nama lengkap---yang secara teknis nama belakangku itu aib. Haram untuk disebutkan. Bukannya aku nggak menghargai nama pemberian mama dan papa, tapi kata SIALiva itu loh, membuat hidupku bernasib SIAL sedari dulu. Mulai dari kesialan terbesar, sampai terkecil yang nggak pernah bosan menganggu hidupku nyaris setiap hari.

Kesialan terbesar pertama,  aku sial karena ditakdirkan memiliki otak di bawah rata-rata, terutama di mata pelajaran eksakta. Yah ... meskipun sudah belajar jungkir balik pun, nilai tertinggiku nggak jauh-jauh dari gambar kursi terbalik disanding dengan satu butir telur. Payah.

Kedua, aku sial karena sewaktu SMP, aku mendapat julukkan Miss Idiot karena kelemotan otakku saat menerima segala informasi baru. Ditambah lagi, panggilan cantik-tapi-tolol dari teman-teman sekelas yang membuatku tiap hari harus siap menahan emosi yang nyaris meledak seperti bom atom.

Ketiga, guru-guru di SMA-ku yang super duper killer, paling hobi memancingku untuk mengerjakan soal-soal di papan tulis dan berakhir aku mendapat tawa tertahan dari seisi kelas karena nggak dapat mengerjakan soal (yang bagi mereka gampang) tersebut.

Keempat, AKU SIAL KARENA MASUK JURUSAN MIPA! Ini bencana. Aku paling lemah dalam mata pelajaran eksakta. Kemampuan spasialku buruk. Dulu, sewaktu tes penjuruan di masa orientasi SMA, aku mengisi 100 butir soal TPA secara asal-asalan. Begitu juga dengan psikotes. Namun ternyata, aku berhasil menempati kelas X MIPA 4. Beruntung sih beruntung, karena nggak semua siswa keterima di kelas MIPA, namun malapetaka bagiku. Sialnya, saat aku berencana pindah jurusan saja ke IPS, mama---seorang dosen Teknik Kimia di salah satu universitas swasta terkemuka, jelas-jelas melarangku untuk pindah jurusan. Gengsi, katanya. Berakhirlah aku menjadi bahan ledek-ledekkan satu kelas. Ugh, rumus-rumus itu jelas bukan mencerminkan Andara banget!

Kelima, kesialan itu belum ada apa-apanya dibanding saat aku dipaksa menjadi partner belajar cowok paling jenius di SMA Pustaka....

Kuakui, otaknya memang kelewat encer, wajahnya oke nggak buruk-buruk amat---malah terkesan cool bukan seperti nerd dengan kacamata tebal, perilaku jelas goodboy bukan kayak badboy yang belangsak. Tapi sikapnya itu loh. Ingin aku menguburnya hidup-hidup di tanah kusir.

Dia. Cowok itu. Cowok yang nggak pernah absen memanggil nama belakangku. Sialiva. Good.

----

This is me. Andara Sialiva. Gadis berkapasitas otak di bawah rata dengan segala kesialannya.

-----

Connection Your InternetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang