BAB 16 - La Cupcake

405 86 1
                                    

La Cupcake berbeda dari biasanya. Kali ini, terlihat lebih lenggang karena bukan termasuk weekend.

Toko bakry dan pastry langgananku sama Vanya itu dari dalam tampak manis dengan pulasan cat merah muda dan aksen girly. Etalase berisi cupcake beraneka ragam berjejer rapi menggoda mata.

Aku berjongkok, memilih salah salah satu cupcake di etalase. Semerbak aroma legit cupcake membuatku refleks memejamkan mata. Aku suka bagian ini.

"An, lo jadi yang mana?" tanya Vanya sambil menjepit dua buah cheesecake lalu memindahkannya ke nampan.

"Cupcake greentea aja, deh. Eh eh sama yang oreo." Aku membalikkan badan, berhadapan sama Vanya, lalu beranjak menuju meja tempat favorit kami berdua.

Baru saja aku mengempaskan tubuh di kursi La Cupcake, ponsel dari tas selempang Vanya berdering. Membuat cewek bergaris wajah timur tengah itu lekas kembali ke meja setelah membayar di kasir.

"Ada yang nelpon tuh, Van," sahutku seraya mencomot cupcake greentea, "Dari siapa?"

Mengendikkan bahu singkat, Vanya mengerutkan kening. "Nggak tau. Nomor nggak dikenal. Bentar, ya," pamitnya sambil berangsur dari meja untuk mengangkat telepon.

Aku menautkan kedua alis melihat gerak-gerik Vanya saat mengangkat telepon. Cewek itu keliatan bingung.
Membuang jauh-jauh pikiran  semacam itu, aku memutuskan melihat-lihat koleksi novel di sudut baca La Cupcake.

Sorot mataku secara nggak sengaja menangkap novel tebal terjemahan tebal karya J.K Rowling.

Njir, tebel bat bukunya. Enak tuh buat nampol Rival pas manggil gue Sialiva. Aku membatin, tanpa sadar tersenyum jahil.

Eh, eh.

Tunggu.

Kok aku jadi ngomongin Rival?

Come on, Andara. Dia nggak lebih sekedar titisan Dementor di novel Harry Potter.

"Andara, ada yang mau ngomong sama lo." Vanya tau-tau sudah berdiri di sebelahku, cewek berambut panjang itu kemudian mengulurkan ponselnya. "Nih."

"Dari siapa?"

"Aldo, dia mau ngomong sama lo, katanya kenapa tadi lo bolos bimbingan."

"HA? NGAPAIN DIA TELEPON LO? DAPET DARIMANA?" kataku histeris dengan mata membelalak maksimal dan nganga nggak banget.

Gils. Seterniat itu titisan Dementor.

"Nggak tau. Aneh. Misterius tuh orang."

Aku nepok jidat. Ya Tuhan, baru dua hari kami dinyatakan menjadi partner belajar, kenapa rasanya seperti dua tahun?

Connection Your InternetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang