Biar kuceritakan sedikit tentang Sebastian Rivaldo sebelum kalian mengenal tokoh titisan Dementor yang satu ini lebih dalam omong-omong.
Sebastian Rivaldo. Aldo, panggilannya. Jangan ditambahin kata 'cogan' di belakang namanya. Nanti, dia bisa geer!
Tapi aku lebih suka memanggilnya Rival.
Bukan tanpa alasan aku menamainya begitu. Ini kesalahanya sendiri! Ia sebagai pemeran utama yang memulai pertama kali permainan sialan tersebut. Kalau aku nggak suka dipanggil Sialiva, begitu pun dengan dia yang nggak suka dipanggil Rival.
Sejak pertama kali aku bertemu dirinya di ruang BK, firasatku mengatakan kalau kita bakal seperti air dan minyak.
Dan benar saja, ketika aku menolak perintah Bu Netta mengenai kesepatakan menyebalkan tersebut, hal yang selama ini menjadi firasatku pun terjadi.
---
"Saya prihatin meliat nilai kamu, Andara. Kalau begini terus, kamu terancam tidak naik kelas. Belum lagi, kamu tidak pernah membanggakan sekolah dengan prestasi yang pernah kamu raih."
Aku menggigit bibir. Menahan air mata yang mendesak keluar. Selalu seperti ini masalahnya.
Terancam nggak naik kelas. Dan, riwayat mendapat cemooh dari teman sekelas."Saya akan berusaha mengejar ketinggalan pelajaran, Bu." Suaraku parau akibat menahan tangis yang berusaha menyeruak keluar, bersamaan dengan pikiranku yang bercabang dengan segala kemungkin buruk.
"Tapi, kenapa nggak ada progres selama ini? Kamu selalu seperti itu, Andara."
"Tolong---"
Ucapanku menggantung di udara karena terdengar decitan pintu ruang BK yang dibuka perlahan oleh seseorang. Mengalihkan perhatianku dan Bu Netta sejenak.
Di depan pintu, seorang cowok yang terlihat nggak asing tersenyum sopan ke Bu Netta sembari menarik langkahnya memasuki ruangan lalu duduk di sebelahku.
"Ada perlu apa ya, Bu?" tanyanya lirih masih dengan senyum sopan tersungging.
Aku menilai penampilannya refleks dari atas sampai bawah.
Rapi.
Atribut lengkap. Rambut dipotong rapi. Dari cover, jelas bukan badboy. Aku bergumam pelan, seperti nggak asing lagi dengan sosok cowok bermata coklat terang yang satu ini. Aku pernah bertemu sebelumnya, tapi di mana ya?
"Andara, saya beri kesempatan kamu mengejar pelajaran lagi. Namun, dengan satu syarat."
Suara fals Bu Netta menyadarkanku dari lamunan. Mengerjapkan mata beberapa kali untuk menghilangkan rancauan, aku mengangguk antusias. "Syartnya apa, Bu?"
Bu Netta tersenyum misterius sesaat sebelum melirik figur cowok berseragam putih abu-abu di sampingku. Emosi wajahnya nggak bisa kutebak.
"Apa kamu bersedia menjadi tutor Andara selama satu semester, Aldo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Connection Your Internet
Conto[COMPLETED] "Connection your internet. Lemot banget sih. Internet aja 4G, masa lo enggak." Aku bungkam. Menatap sosok yang ingin aku kubur hidup-hidup di tanah kusir. Atau paling nggak, aku tendang sampai ke lubang hitam biar hilang sekalian. Mampu...