BAB 28 - Dia Lagi

343 75 7
                                    

"Iyalah, Sialiva."

"Tapi, gimana bisa?" Aku meneguk ludahku sendiri, gugup. "Selama ini, nggak ada gosip yang bilang lo anaknya Bu Netta. Yang ada malah gosip Rival anak OSN yang kelewat jen---"

Duh bego, Andara. Kenapa nyaris keceplosan sih?

Aku mendecak lirih, lalu menggaruk rambut yang nggak gatal.

Bego, bego, bego, nanti titisan Dementor keegeran. Mampus.

Ya meskipun kapasitas otak Rival kelewat encer, tetep aja aku gengsi mengakuinya.

"Jen apa?" Alis mata Rival yang mirip ulat bulu naik-turun seolah meminta penjelasaan.

Aku buru-buru memalingkan wajah, larut dengan sckethbook lucu warna-warni ini. Sejujurnya, aku malas berinteraksi sama Rival kalo kasusnya nggak terdesak seperti sekarang.

"Udah lah, bukan apa-apa."

"Connection your internet deh, Sialiva. Boong lo keliatan banget. Cih." Rival membalikkan badannya tepat di hadapanku. Kedua tangan cowok itu terlipat di depan dada, seringai kecil dengan gigi kelinci yang mengintip malu-malu menyapaku dalam diam.

"Ish, manada boong." Nggak tau kenapa, ada perasaan berbeda yang nggak bisa kujelaskan saat cowok bergigi kelinci itu tiba-tiba tersenyum. Mata coklat terangnya menyipit. Hal yang jarang dilakukan cowok berwajah tembok itu.

"Lo lebih bagus gini, Va. Jangan galak-galak."

"He titisan Dementor, lo yang pertama kali memulai peperangan nggak tertulis saat ini! Coba aja dari awal lo nggak manggil Sialiva, pasti gue nggak bakal punya niatan ngubur lo di tanah kusir!" Kuambil secara kasar sketchbook tanpa melihat harganya terlebih dahulu, lalu berlalu meninggalkan Rival.

Aku nggak tau semerah apa pipiku sekarang, kepiting rebus kayaknya lewat. Padahal kan, niat awalnya aku menjalin interaksi sama Rival untuk meng-crosshcek data. Kenapa jadi salting begini?

Pantes para degem sering membicarakan si bunny boy perihal komposisi wajahnya yang sebelas-duabelas kayak anak SMP.

Membayar belanjaanku ke kasir, kukeluarkan dompet dari dalam ransel. "Berapa, Mbak?"

"Totalnya 300 ribu, Kak."

HAH?

KOK?

PERASAAN AKU TADI NGAMBIL  CAT AIR YANG MURAH DEH, KENAPA BISA SAMPE 300 RIBU?

Masih dengan tatapan nggak percaya, kuteliti lagi barang-barang yang kubeli.

Cat air sama kanvas doang kok.

Tapi kenapa sampe 300 ribu?

Sebentar, atau harga sketchbook-nya yang mahal? Tadi kan aku asal ngambil karena salting!

Wah iya nih, gara-gara kelakuan titisan Dementor aku jadi ketiban sial mulu.

Sialan. Isi duit di dompet kurang kan.

Rivalllll, awas ya lo.

Connection Your InternetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang