"Van."
"Ngapa?" Vanya menyahut disela aktivitasnya menyalin PR Biologi.
Aku mengigit bibir bagian bawah, sedikit meremas tali tas ransel. Efek dari bingung mau cerita apa nggak. Toh sekalipun cerita juga kebeneran beritanya masih dipertanyakan. Kalau ternyata salah kan jatuhnya hoax.
"Van." Aku berbisik, lebih lirih lagi.
"Hm?" Vanya masih fokus dengan buku latihan Biologi.
"Vanya...."
"Apa sih, An?" Kini, seluruh perhatian cewek itu terfokus kepadaku. Dia mentapku dengan dahi bergelombang. "Kenapa?"
Aku memijat pelipis pening.
Sekarang ... atau nggak sama sekali.
Setelah merapatkan kursiku di sebelah Vanya, kutunjukkan hasil tangkapan layar yang sedari tadi menganggu pikiranku. "Rinetta Karim itu ... Bu Netta, nggak?"
Reaksi Vanya persis seperti yang kuduga. Mulut nganga nggak banget dengan suara kaleng rombeng mode on. "Lah, pantes selama ini Rival maksa bimbingan. Diancem sama Bu Netta kali." Vanya menghela napas berat. Kayaknya, cewek idaman para cowok itu ikutan terjebak di labirin masalahku sama Rival. "Sikap mereka berdua otoriter, An."
Diam-diam, aku membenarkan hipotesis Vanya. Tapi, logikaku nggak menganggap demikian.
"Eh tunggu dulu, deh." Cewek itu menatapku dengan ekspresi serius. Kemudian, kedua matanya menyipit membaca hasil tangkapan lacar direktori Rival. "Lo lihat asal sekolah Aldo?" tukas Vanya antusias sambil nunjuk-nunjuk kolom asal sekolah.
"Iya udah, kenapa?"
"ANDARAAA, LO NGGAK PEKA BANGET, SIH"
Loh loh, kok Vanya jadi ngegas?
"Emangnya kenapa, ish? Nggak ada yang aneh."
"SMP Nusa Bangsa kan deketan sama SMP kita, bahlul." Tiba-tiba Vanya menjitak kepalaku gemas. Aku meringis, tapi cewek itu dengan wajah nggak berdosa malah ketawa gila. Lalu, nggak sampe satu menit ekspresi wajahnya kembali serius.
"Gue masih nggak ngerti deh. Apa hubungannya SMP Cahaya sekolah kita sama SMP Nusa Bangsa SMP-nya si Rival?"
"Justru data ini semakin memperkuat dugaan gue di awal, An. Rekaman jejak dia sempet kekubur samar-samar."
Kedua alisku bertaut. Lipatan di keningku semakin berkerut. "Dugaan apa?" Lalu, aku memicingkan mata ke arah Vanya. "Ha? Rekam jejak? Emang Rival kenapa?"
"PAGI ANAK-ANAK. BUKA BUKU BIOLOGINYA YAAA."
Ah, ini suara radio rusak ganggu suasana banget.
Vanya tiba-tiba balik badan, membelakangiku sambil meraih buku paket Biologi dari tas. Cewek itu nggak menjawab pertanyaanku barusan.
Sumpah, aku nggak ngerti maksud Melvanya Dafychi bilang begitu.
Dugaan apa? Rekam jejak apa?
Memangnya, sebelum masuk SMA Pustaka Rival sama Vanya pernah kenal?
Menurutku nggak. Kami juga beda SMP. Hanya saja ... sekolah kami tetanggan, hanya terpaut enam bangunan.
Ada yang bisa jelasin ke aku kenapa semua bisa seribet ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Connection Your Internet
Short Story[COMPLETED] "Connection your internet. Lemot banget sih. Internet aja 4G, masa lo enggak." Aku bungkam. Menatap sosok yang ingin aku kubur hidup-hidup di tanah kusir. Atau paling nggak, aku tendang sampai ke lubang hitam biar hilang sekalian. Mampu...