1 - Canggung

21.5K 867 13
                                    

Sakura berjalan santai menuju tempat latihan tim 7 dulu, sebelum mereka akhirnya berpisah dengan jalan ninja mereka masing-masing.

Sangat disayangkan memang, hanya tim mereka yang hancur dan tidak pernah saling bertemu lagi dalam beberapa tahun ini. Semenjak Sasuke meninggalkan Konoha untuk mendapat kekuatan lebih hebat lagi, Naruto juga ikut-ikutan pergi dari desar bersama Jiraiya-sensei. Dan sekarang, tingallah dirinya seorang.

Tapi jangan salah, selama Sasuke dan Naruto keluar dari desa. Ia juga memantapkan jutsu-justunya dibawah naungan Hokage kelima. Ia jelas tidak ingin kalah hebat dengan rekan setimnya.

Dari kejauhan, emeraldnya dapat menangkap seseorang yang sangat ia kenal dengan buku oranye menutupi wajahnya. Hatake Kakashi. Mantan sensei-nya saat ia masih di tim 7 dulu.

Gadis itu berjalan menghampiri Kakashi yang terbaring di bawah salah satu pohon rindang disana.

"Sensei." Panggil Sakura yang tersenyum manis ke arah Kakashi yang wajahnya ditutupi oleh buku oranye favorite-nya.

Suaranya terdengar familiar di telinga Kakashi. Tapi sekuat apapun ia mengingat, pria itu tetap tidak menemukan jawaban dari pemilik suara itu.

Tangan kekar Kakashi bergerak untuk menyingkirkan buku yang menghalangi pandangannya untuk melihat siapa orang yang menganggu tidur siangnya.

"Sakura." Gumamnya yang masih bisa di dengar oleh Sakura yang berdiri di samping Kakashi dengan tubuh condong ke atas wajah pria itu untuk menghalangi wajah yang selalu ditutupi oleh masker hitam itu dari cahaya matahari.

"Lama tidak bertemu, sensei." Ucap Sakura berbasa basi yang kemudian duduk di samping Kakashi yang tidak merubah posisinya.

"Yo. Tidak biasanya kau kesini, ada apa?" Kakashi akhirnya ikut bersandar di batang pohon yang tebal itu.

"Aku sering kesini untuk latihan, sensei. Kau saja yang tidak melihatku karena sibuk membaca buku aneh itu."

"Benarkah?" Kakashi kembali membuka buku itu dan membacanya dalam diam.

Sakura menatap mantan sensei-nya itu dalam. Pria itu tidak berubah sejak dua tahun lalu- lebih tepatnya hampir tiga tahun ini. Bukannya ditemani oleh seorang wanita, pria itu malah masih ditemani buku itu sampai sekarang.

Yang ditatap merasa risih dan akhirnya menutup buku itu kembali. "Sampai kapan mau menatapku seperti itu, Sakura?"

Sakura terkikik geli deselingi gelengan kecil. "Gomenn.. gomen, kalau begitu aku latihan dulu. Sampai jumpa, sensei." Sakura mengangkat tubuhnya yang ramping dan berlari kecil menuju bekas tempat latihan tim 7 dulu.

Tak terasa matahari mulai tenggelam. Sakura yang masih berlatih dengan keringat yang bercucuran menatap langit senja itu. Ia mengatur nafasnya kembali normal lalu menyeka keringat yang mengalir dari pelipisnya.

Ia merasa chakranya sudah mulai melemah karena latihan tanpa henti sejat tadi siang. Tubuhnya juga sudah lemah dan perutnya terus berbunyi sedari tadi. Perutnya meminta jatah makan.

Gadis itu berbalik dan berjalan menjauhi tempat latihannya menuju ke Ichiraku Ramen, tempat favorite tim 7 untuk makan siang dulu.

"Sakura! Menyingkir!" Suara itu mengagetkan Sakura. Gadis itu menoleh ke atas pohon- mencari sumber suara yang memanggil namanya.

Matanya membulat saat menyadari sesuatu yang akan terjadi ketika ia tidak menghindar saat itu juga. Tapi terlambat, medan gravitasi bumi terlalu kuat untuk menarik orang jatuh kembali ke tanah.

BRUKK

Tubuh Sakura menghantam tanah saat tubuh yang lain menindihnya dari atas.

"Aduhh.." erang Sakura. Tubuhnya terasa sangat sakit sekarang. Ia membuka matanya yang terpejam saat mengingat seseorang yang jatuh dari atas pohon.

Lagi-lagi matanya dibuat membulat sempurna. Saat ini, orang yang ia hormati sebagai guru pendampingnya saat di Tim 7, Hatake Kakashi, berada di atasnya. Pria itu menindih tubuh ramping Sakura di bawahnya.

Jarak wajahnya dan pria itu sangat dekat. Hingga mereka bisa merasakan hembusan nafas orang yang berada di hadapannya menerpa wajah mereka.

Semburat merah menyerang wajah Sakura saat ini. Wajahnya sangat panas sekarang. Ia tidak tahan dengan posisi seperti ini. Onyx milik Kakashi menatapnya dalam tanpa berminat untuk keluar dari posisi dimana ia menindih tubuh Sakura.

"Se.. sen-sei." Sakura memberanikan dirinya untuk menyadarkan Kakashi untuk segera berdiri karena tubuhnya terasa remuk saat ini.

Sadar dengan apa yang terjadi. Kakashi langsung berdiri.

"Kau baik-baik saja?" Kakashi membantu Sakura untuk berdiri. Ia merasa sangat bersalah kepada mantan muridnya itu. Kalau saja kakinya dapat berpijak dengan baik saat berdiri di pohon itu. Ia mungkin tidak akan jatuh konyol sampai menindih tubuh Sakura dibawahnya.

Bicara soal menindih tubuh Sakura. Ia sangat bersyukur karena wajahnya yang semerah tomat tertutupi oleh masker diwajahnya. Jadi, gadis itu tidak melihat wajahnya yang semerah tomat.

"Iya, sepertinya aku baik-baik saja." Ucap Sakura menahan sakit dipunggungnya akibat benturan langsung ke tanah.

Kakashi merasa canggung saat ini. Tidak, ia tidak boleh bertindak konyol di depan mantan muridnya itu.

Tidak ada yang berbicara. Sakura sibuk menyembuhkan punggungnya yang mungkin saja tulangnya patah. Dan Kakashi? Pria itu hanyut dalam pikirannya sendiri.

"Oi. Kalian berdua," seorang pria datang memecah keheningan yang menyelimuti tempat itu. Pria itu masih mengatur nafasnya yang masih memburu karena berlari seharian untuk mencari keberadaan dua makhluk di depannya.

Kakashi dan Sakura menatap pria berpakaian hijau ketat yang tak lain adalah Gay.

"Kalian.. hoshh.." Gay masih belum bisa mengatur napasnya dengan baik. Dadanya naik turun karena lelah. "Dipanggil oleh Tsunade-sama di kantornya sekarang juga."

"Shisou memanggil kami? Ada apa?" Sakura melupakan sakit dipunggungnya sejenak. Kalau membicaralan soal misi, apa shisou-nya lupa kalau gadis itu baru saja pulang dari misi kelas A bersama Ino dan Chouji?

Shikamaru telah mendapat jabatan bagus di kantor Hokage sejak tahun lalu karena kecerdasannya. Itulah kenapa Sakura bisa menjalankan misi bersama tim Ino dan Chouji.

Gay menggeleng bersemangat. "Lebih baik kalian kesana saja."

Kakashi dan Sakura mengangguk mengerti lalu meninggalkan Gay yang masih mengatur napasnya.

Mereka berjalan beriringan. Tidak ada yang memulai percakapan lebih dahulu. Hening terus menyelimuti mereka dalam perjalanan ke kantor Hokage.

.
.
.

T B C

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang