Hari terus berganti menjadi minggu. Berminggu-minggu telah Sakura lewati hingga berganti menjadi bulan. Sudah delapan bulan usia kandungannya hingga membuatnya cukup susah bergerak karena bobot tubuhnya yang semakin berat. Tapi, demi kesehatannya juga, sesekali Sakura berjalan-jalan mengitari Konoha bersama sahabat-sahabatnya jika Kakashi sedang lembur di kantornya.
Tidak lama lagi ia akan melahirkan. Tsunade yang sudah sebulan ini tinggal di rumahnya dan Kakashi juga selalu membantunya disaat usia kandungannya semakin tua.
Sakura berjalan dengan langkah pelan menuju dapur untuk menyiapkan makan siang buat Kakashi yang sudah beberapa hari ini tidak pulang karena harus lembur bersama dokumen-dokumen yang setia menunggu untuk dibaca oleh Kakashi.
"Apa yang kau lakukan, Sakura? Kau tau 'kan kau tidak boleh banyak bergerak, bagaimana jika kau jatuh dan.." Tsunade tidak dapat melanjutkan kalimatnya.
Sakura menoleh pada Tsunade dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya. Tsunade memang sangat protektif jika Sakura melakukan sesuatu yang menurut Sakura tidak terlalu menguras tenaganya, tapi Tsunade sangat menentang setiap sesuatu yang Sakura lakukan. Wanita paruh baya itu pasti akan menyuruh para ANBU mengerjakan kegiatan Sakura seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Sesekali mereka mengeluh pada Sakura karena ANBU seharusnya menjalankan misi bukan membersihkan rumah. Sakura hanya terkikik geli mendengar keluhan mereka.
"Aku sedang membuat makan siang untuk Kakashi." Ujar Sakura mengikat kain ke tempat bekal itu agar lebih mudah dibawa.
"Berikan padaku, biar Yama—"
"Tidak lagi, shisou, aku ingin sekalian memastikan Kakashi untuk makan,"
"Tapi—"
"Shisou, aku akan baik-baik saja, kau tau kan kalau aku ini kunoichi yang hebat," Sakura meyakinkan Tsunade dengan mata yang berbinar-binar agar Tsunade menyetujuinya sekali saja.
Tsunade menghela napas gusar. Ia tak tau harus percayakan semuanya pada Sakura atau tidak karena Sakura sedang hamil besar saat ini. Ia hanya mengkhawatirkan keadaan Sakura.
"Kumohon, shisoi,"
Tsunade memutar bola matanya, jenguh karena sikap Sakura yang dapat meluluhkan hatinya.
Sakura bersorak riang lalu beranjak pergi setelah mengucapkan terima kasih pada Tsunade yang telah mengizinkannya keluar rumah menemui suaminya, Kakashi.
Tsunade hanya menggelengkan kepalanya dan kembali ke kamarnya untuk tidur lagi.
Dalam kondisi hamil besar ini, Sakura merasa lebih cepat berkeringat. Sekarang ia merasakan perjuangan para ibu yang sedang mengandung, mereka benar-benar orang yang hebat karena dapat bertahan selama sembilan bulan ini.
Dari kejauhan, iris emerald Sakura dapat melihat jelas Ino yang baru saja keluar dari toko bunganya. Sakura tersenyum lebar, ia berniat memanggil Ino dan berbincang-bincang sedikit pada wanita berambut pirang yang tengah hamil tiga bulan.
Ino melangsungkan pernikahannya dengan Sai dua bulan setelah pernikahan Kakashi dan Sakura. Dan wanita itu sudah mengandung seorang anak juga. Sama seperti Sakura, tetapi usia kandungan Ino masih muda dibandingkan dirinya.
"Ino," seru Sakura seraya melambaikan tangan pada Ino.
Ino menoleh mendengar panggilan dari suara seseorang yang sangat ia kenal. Betapa rindunya ia dengan suara sahabatnya itu setelah cukup lama ia dan Sakura tak saling bertegur sapa karena jarangnya Sakura keluar dari rumah dan ia sendiri disibukkan oleg pesanan bunga yang sedang ramai di tokonya.
"Sakuraaaa.." teriak Ino mempercepat langkahnya untuk memeluk Sakura.
Sakura sedikit terhuyung, tapi dapat menyeimbangkan tubuhnya lagi.
"Tumben sekali kau jalan sendirian, kupikir Tsunade-sama tidak akan pernah mengizinkanmu keluar sampai waktunya kau melahirkan," kekeh Ino.
Sakura memanyunkan bibirnya mengingat sikap Tsunade yang sangat protektif padanya.
"Mau kemana?" Tanya Ino lagi.
"Mau mengantarkan makanan buat Kakashi," Sakura mengangkat kotak bekal yang dibuatnya untuk Kakashi.
"Beruntung sekali Kakashi memiliki istri yang pengertian sepertimu," goda Ino sukses membuat Sakura tersipu malu.
"Kupikir Kakashi sedang tidak beruntung karena ia harus lembur beberapa hari belakangan ini," terlihat jelas raut sedih Sakura mengingat ia harus tidur tanpa Kakashi di sampingnya. Ia sangat merindukan pria itu, Sakura menginginkan hari-hari sebelum Kakashi menjadi Hokage. Rasa kesepiannya makin bertambah saat ia dan Kakashi akhirnya pindah ke rumah peninggalan kedua orang tua Kakashi, rumahnya luas dengan pekarangan yang cukup luas juga tapi terasa sepi karena hanya dihuni olehnya dan Kakashi sampai akhirnya Tsunade datang menemaninya di rumah itu saat Kakashi sedang lembur.
Ino tertawa kecil melihat kesedihan yang dialami sahabat merah mudanya itu. Tangan Ino menyentuh perut Sakura yang semakin membesar dan mendekatkan wajahnya di depan perut buncit itu.
"Cepatlah lahir agar kaa-san mu ini tidak kesepian lagi saat tou-san mu sedang sibuk bekerja," ucap Ino lembut. Sakura tersenyum simpul melihat tingkah sahabatnya.
"Uwahhhh SAKURA-CHANNN.." Teriak seseorang dengan suara cempreng melengking yang sangat Sakura rindukan setelah lama tak berjumpa dengan orang itu.
Sakura dan Ino menoleh pada sumber suara yang tak lain adalah pria berambut kuning jabrik dengan senyuman khasnya. Di samping pria kuning itu juga ada pria tua berambut panjang berwarna putih dengan gulungan besar yang setianya selalu bertengger di punggungnya.
"Naruto? Kau sudah kembali," Sakura menarik sudut bibirnya ke atas membentuk lengkungan indah yang dapat membuat siapapun yang melihatnya tak ingin mengalihkan pandangannya dari wanita itu.
"Wah.. wah.. kupikir kau tidak akan pernah kembali, Naruto," gumam Ino menyeringai.
"Hehehe, aku kembali karena sudah sangat merindukan Sakura-chan," jawab Naruto dengan tampang polos. Berbeda dengan pria di sampingnya, Jiraiya, yang menatap Sakura intens.
Perut Sakura membuncit? Hm, hanya ada dua kemungkinan, wanita itu mengalami obesitas atau ia sedang... hamil? Jiraiya nampak berpikir dengan serius, memerhatikan lekuk tubuh Sakura yang semakin berisi dengan perut membuncitnya.
"Hm, tidak salah lagi.." gumam Jiraiya yang mendapat tatapan penuh tanya dari ketiga pasang mata di hadapannya.
.
.
.T B C
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
Hayran Kurgu[PRIVATE ACAK] Apa salahnya kalau mantan sensei dan mantan murid terlibat dalam suatu hubungan? Mereka rasa tidak ada yang salah. Kalaupun ada yang harus disalahkan, itu adalah takdir. Mereka bahkan tidak tahu bahwa takdir lah yang secara kebetula...